Indonesia sedang diambang proxy war karena saat ini sendi-sendi agama dan golongan sedang dibenturkan oleh pihak-pihak tertentu yang sedang mencari keuntungan terhadap pelemahaan kondisi bangsa Indonesia. Sebelumnya kita perlu tahu apa sebenarnya yang dimaksud dengan proxy war mungkin sebagian dari kita belum ada yang mengetahuinya, untuk itu saya perlu jelaskan terlebih dahulu, jadi proxy war adalah suatu perang yang terjadi ketika lawan kekuatan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung. Jadi paham ya, ini ibarat si A mau berkelahi dengan si B, tetapi si A ini pakai joki pihak C untuk berkelahi dengan si B, aseeem kan hehehe.
Dalam kondisi saat ini proxy war dapat terjadi melalui politik, kondisi ekonomi, sosial budaya, unsur agama, maupun hukum. Jadi perang ini mempunyai seorang sutradara dibelakang layar yang bermain secara halus, sehingga masyarakat pada umumnya hanya melihat aktor-aktor nya saja yang terlihat hiruk pikuk di media-media, sama seperti hal-nya kamu sedang nonton sinetron yang mengundang derai air mata dan menguras emosi.
Proxy war tidak hanya terjadi secara internal, tapi juga eksternal, artinya bisa saja suatu bangsa mencoba untuk “menjajah” bangsa lain karena bangsa tersebut memiliki kepentingan terhadap negara tersebut. Kata “menjajah” perlu saya tegaskan disini, karena segala bentuk penjajahan secara eksplisit sudah dilarang oleh dunia khususnya PBB. Seperti tertuang dalam Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa “Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
Pada Artikel 5 dari Resolusi 1514 juga telah ditegaskan kepada negara-negara anggota PBB “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri dengan bebas, supaya mereka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
Lalu pada resolusi 2625 PBB pada tanggal 24 Oktober 1970, semakin menguatkan keputusan-keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk bangsa-bangsa yang terjajah, juga mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan dan melarang semua negara memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan menentukan nasib diri mereka sendiri. Dan juga memberikan hak kepada segala bangsa yang terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka, serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.
Jadi jelas ya saat ini untuk dapat “menjajah” suatu negara harus dilakukan secara implisit atau kasat mata, tolong ini jangan disamakan dengan Tuyul dan Mbak Yul, ataupun Jin dan Jun dan yang sekroco-an dengannya, jadi suatu negara tidak boleh gegabah dalam melakukan serangan kepada negara lain, karena mereka bisa terkena sanksi dari PBB.
Siapakah yang dimaksud proxy war
Pihak yang terlibat dalam proxy war bisa banyak variabel, seperti melalui partai politik, organisasi-organisasi massa, atau juga bisa melalui negara-negara yang sedang konflik. Mereka sengaja dikerahkan oleh pihak sutradara untuk menciptakan kondisi-kondisi yang tidak harmonis seperti kerusuhan, demo anarkis, saling serang opini di dalam negara tersebut. Intinya biar negara itu mumet bin semerawut.
Contoh proxy war sudah banyak sekali pada negara-negara lain, salah satu contoh di Indonesia seperti kasus di Timor Timur yang pada awal-nya masuk ke dalam bagian NKRI, namun dalam perjalanannya terjadi pemberontakan separatis hingga pada 20 Mei 2002 mereka secara resmi terlepas dari bagian NKRI dan menjadi negara bagian Australia. Situasi konflik tersebut yang membuat Australia mencoba mendekati PBB dengan jalur diplomasi dan menggunakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai dalil-nya untuk melepaskan Timor Timur dari Indonesia.
Di Indonesia pun kasus proxy war semakin meningkat paska Pilpres 2014 kemarin dimana Jokowi berhasil memenangi Pilpres untuk menjadi Presiden RI, yang efek-nya masih terasa hingga saat ini dan membuat kondisi Indonesia terbelah dua. Kasus yang menarik saat ini juga terkait penistaan agama yang dilakukan oeh Ahok, masalah Ahok ini bisa jadi sebagai pintu masuk menuju hal yang lebih besar, dan kita bisa pastikan perang proxy war akan terus berlanjut hingga Pilpres 2019. Dan peristiwa 4 November kemarin bisa kita katakan sebagai awal dari permainan besar yang akan dimulai.
Tidak bisa dipungkiri kasus hiruk-pikuk di Indonesia khusus-nya Jakarta belakangan ini tidak terlepas dari campur tangan bangsa lain yang tidak ingin melihat Indonesia mandiri karena memiliki kepentingan terhadap kekayaan Indonesia ataupun dari pihak-pihak oposisi yang juga memiliki kepentingan untuk menguasai Indonesia. Seperti kita tahu bahwa saat ini Indonesia sudah tidak bisa lagi ditekan dalam negosiasi soal Freeport oleh AS, lalu penguasaan Blok Masela dimana pemerintah Indonesia menginginkan ekplorasi dilakukan didarat bukan dilaut.
Tujuan proxy War
Pada konflik Timor Timur kita bisa melihat bahwa Australia melihat potensi yang dimiliki Timor Timur berupa sumber daya alam yang melimpah ruah seperti minyak dan gas bumi. Jadi sudah bisa dipastikan bahwa Indonesia memilki banyak potensi yang membuat negara-negara lain berlomba-lomba untuk meng-eksplore kekayaan hasil bumi Indonesia, dan Timor Timur hanya salah satu dari sekian banyak potensi yang dimiliki Indonesia.
Dalam kasus Freeport, kitapun tahu bahwa papua memiliki potensi tambang emas yang sangat besar hingga saat ini dan itulah mengapa Amerika juga memilki kepentingan terhadap nasib Freeport. Selain itu Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah, karena itulah pemerintahan Jokowi ingin menjadikan kawasan Natuna sebagai wilayah clean dari semua kapal asing karena wilayah ini merupakan wilayah hot spot strategis, kebijakan ini juga berdampak bagi negara seperti Cina dan Amerika karena ruang gerak mereka menjadi semakin sempit, dan pemerintah juga berencana untuk menempatkan pangkalan militer di Natuna, kepulauan Riau.
Dengan melihat kebijakan pemerintah yang membatasi laut kita dari pihak asing termasuk Cina didalam-nya, ini tentu menjadi hal yang lucu ketika sebagian besar orang mengkhawatirkan bangsa Indonesia akan dikuasai oleh Cina. Maka dari itu, betapa saat ini angin infiltrasi asing melalui proxy war sangat terasa kencangnya, dan perang ini dapat dipastikan akan terus berlanjut hingga Pilpres 2019 dimana mereka mencoba dengan segala daya dan upaya untuk menumbangkan kekuasaan Jokowi. Hal ini menjadi semakin leluasa karena Indonesia adalah negara demokrasi, dimana media massa ataupun pribadi diberikan kebebasan dalam memberikan opini, sehingga yang saat ini terjadi adalah perang opini di mesia sosial.
Jenderal Gatot juga pernah mengatakan bahwa umat Islam-lah yang menjadi benteng terakhir NKRI dalam acara ILC beberapa hari yang lalu, namun kita juga tahu bahwa kekuatan Islam juga menyimpan konflik internal karena paham sekterian dan radikalisme, hal inilah yang harus kita cermati bersama karena kekuatan ini sekaligus bisa menjadi kelemahan yang dapat di provokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga menjadi api yang mudah membakar persatuan NKRI.
Belajar dari kasus Suriah
Pada kasus Suriah pun kita dapat melihat terjadi-nya proxy war untuk membenturkan Sunni dengan Syiah, dimana kelompok Sunni berusaha menjatuhkan rezim Alwalid yang berasal dari minoritas syiah yang berlaku otoriter. Di Suriah pada waktu dulu kita dapat melihat bahwa Sunni adalah kelompok mayoritas namun elite kekuasaan berada ditangan keluarga Alwalid dari sekte Syiah. Tak bisa dipungkiri perang saudara yang terjadi di Suriah bukan murni konflik internal saja, namun juga ada campur tangan negara luar. Cara-cara yang dilakukan dapat dilakukan dengan program binaan negara asing, juga dalam memberikan pemahaman dari aspek ekonomi, sosial, politik, budaya dan agama, ini dapat terjadi disaat kita sedang studi di negara lain atau dalam kegiatan-kegiatan lainnya.
Kerusuhan di Suriah dipicu saat harga pangan melambung tinggi dan rezim Alwalid tidak bisa mengatasi krisis pangan, maka momentum inilah yang digunakan untuk melakukan revolusi rakyat oleh oposisi. Ini juga dipicu dari pergerakan-pergerakan revolusi yang terjadi di Mesir yang menjatuhkan Hosni Mubarak, Libia yang menjatuhkan Khadafi, hal-hal inilah yang memicu perlawanan rakyat di Suriah.
Ini yang harus kita semua waspadai terhadap gerakan-gerakan makar yang sudah dilakukan oleh beberapa organisasi-organisasi massa, juga dalam media sosial kita sering melihat teman-teman kita sudah masuk kedalam garis keras yang juga mengingingkan makar atau menjatuhkan pemerintahan saat ini. Kita harus bersikap jangan mau Indonesia seperti di Suriah-kan dengan politik adu domba yang dapat menciptakan kekacauan dimana-mana, jangan sampai di Indonesia terjadi konflik berkepanjangan dan terjadi perang saudara seperti yang sudah kita lihat di negara-negara konflik lain-nya dimana terjadi peperangan dan pembantaian.
Bagian terpenting!
Ingatlah negara kita Indonesia memiliki potensi yang begitu besar untuk unggul terhadap negara-negara lainnya, karena kita memiliki geografi daratan dan lautan yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), kita juga memilki Pancasila sebagai pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara, dan kita juga memiliki ke-bhinekaan yang begitu majemuk yang seharusnya kita pertahankan dengan sikap saling toleransi antar sesama.
Untuk itulah jangan sampai kita semua dengan begitu mudah-nya diprovokasi terhadap hal-hal yang sensitif terkait SARA, dengan marak-nya gelombang demo terhadap kasus Ahok yang menistakan agama, kasus penurunan patung Buddha Amithaba di Tanjung Balai Sumatera Utara, lalu belum lama ini terjadi pengeboman di Gereja Oikumene Samarinda yang korban-nya rata-rata balita. Ini merupakan suatu bentuk peperangan dengan membenturkan terhadap sendi-sendi agama yang merupakan hal sensitif di Indonesia.
Saya membayangkan kita semua itu seperti sebuah keluarga, dimana rumah dan atap kita adalah NKRI, lalu kelompok mayoritas sebagai Kakak tertua, dan kelompok minoritas sebagai Adik yang paling kecil. Dalam lingkungan keluarga, saya selalu diajarkan untuk saling menghormati terhadap masing-masing anggota keluarga, juga dalam hal-nya hubungan kakak beradik, dimana seorang Kakak sudah sepatutnya menjaga dan melindungi Adik-nya yang masih kecil dan lemah. Inilah yang seharusnya juga diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana mayoritas mengayomi minoritas di dalam suasana ke-bhinekaan.
Tumbuh dan berkembangnya kelompok radikal, khususnya yang dipengaruhi oleh kelompok radikal Islam trans-nasional, di Indonesia saat ini bukan fenomena yang muncul seketika tetapi merupakan suatu proses evolusi sejalan dengan dialektika antara perkembangan dinamis dari lingkungan strategis, baik pada tataran global, regional dan nasional dengan para aktor (baik manusia maupun organisasi kelembagaan), termasuk negara, Pemerintah, dan kelompok-kelompok kepentingan.
Sebagaimana kita ketahui bersama, kelompok radikal yang memiliki tujuan politik menggantikan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Konstitusi bisa dirunut mulai dari munculnya gerakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1950 an, di bawah pimpinan Kartosuwiryo yang kemudian terbukti gagal dan dapat ditumpas oleh TNI. Para pengikut DI/TII dan simpatisannya berupaya melanjutkan usaha mereka mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) secara klandestin pada masa Orde Baru, namun mereka tak mampu melakukan pergerakan yang cukup signifikan karena kuatnya tekanan dari rezim tersebut, baik melalui operasi intelijen maupun militer. Berbagai upaya melakukan aksi teror oleh para pendukung DI/TII dengan mudah ditumpas oleh ABRI, seperti misalnya Peristiwa Cicendo, Bandung (1981), pembajakan Pesawat Garuda DC-9, Woyla, di Bangkok (1981).
Perubahan fundamental terjadi ketika reformasi bergulir pada akhir 1998, yakni adanya situasi dan kondisi transisional setelah jatuhnya rezim Orba, yang bisa dimanfaatkan oleh para tokoh dan pendukung NII. Para tokoh pelarian NII seperti Abdullah Sungkar (AS), Abu Jibril dan Abubakar Baasyir (ABB), yang sebelumnya buron ke negeri jiran, mendapat kesempatan kembali ke tanah air dan melakukan konsolidasi dan mobilisasi kekuatan melalui perekrutan, pengorganisasian, kaderisasi, pendidikan ideologi, dan pelatihan.
Kondisi Pemerintah pasca-reformasi yang masih lemah, terutama karena konflik politik di tingkat elite pada masa Pemerintahan Presiden ke 4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ditambah dengan kondisi ekonomi yang belum pulih akibat krisis moneter yang serius, menjadikan proses kembali (come back) mereka berlangsung sangat cepat. Aksi teror pasca-reformasi terjadi pada malam Natal 2000 di berbagai Gereja di Indonesia.
Organisasi Jamaah Islamiah (JI) dianggap bertanggungjawab dalam aksi teror ini. [1] Sejak munculnya aksi teror pada 2000 tersebut, hemat saya, gerakan radikal Islam di Indonesia tidak lagi merupakan sebuah gerakan yang hanya berkarakter domestik, tetapi telah mulai terkait dengan gerakan Islam radikal transnasional. Hal ini bukan saja karena para pelaku aksi teror memiliki pengalaman di luar negeri seperti Afghanistan, Pakistan, dan Filipina Selatan, tetapi juga jejaring kelompok radikal Islam ini telah semakin luas dan ideologi yang digunakan sebagai landasan juga terpengaruh dan bahkan merupakan bagian dari ideologi transnasional, yang bercirikan Jihadi dan Takfiri.
Para Pendukung ISIS di Indonesia
Aksi-aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia terutama mulai dengan Bom Bali 1 pada 2002 sampai sekarang, tidak hanya merupakan ekspressi perjuangan mendirikan NII, tetapi juga bagian dari upaya membangun suatu imperium Islam transnasional, Pax Islamica. Implikasi dari perubahan dari gerakan radikal Islam domestik menjadi bagian dari gerakan radikal Islam transnasional ini sangat penting untuk dicermati.
Pada tataran ideologis dan politis, jelas perubahan ini membawa implikasi bahwa aksi terorisme yang terjadi dalam satu setengah dasawarsa di negeri ini tidak bisa hanya dilihat sebagai kelanjutan dari gerakan separatism DI/TII dan NII sebagaimana pada dekade limapuluhan. Sebab ideologi transnasional Islam radikal tidak lagi mengenal batas-batas geografis dan nasion (kebangsaan) lagi.
Ideologi jihadi (berperang) dan takfiri (mengkafirkan) yang digunakan juga memiliki perbedaan dengan ideologi Islam politik ala DI/TII. Bagi penganut ideologi takfiri, maka kendati sesama Muslim pun apabila tidak mengikuti kelompok tersebut, dianggap telah keluar dari Islam. Ajaran ideologi jihadi dan takfiri ini, misalnya, sangat kentara dalam buku-buku ABB yang disebarluaskan di kalangan kelompok tersebut dan juga dapat diakses oleh publik, seperti Tadzkirah (Nasehat/ Peringatan).[2]
Demikian pula jika dilihat dari segi jangkauan gerakan Islam radikal transnasional seperti Al-Qaeda dan ISIS (Islamic State in Iraq and Shams, Negara Islam di Irak dan Syam), mereka tidak hanya memperjuangkan cita-cita suatu nasion sebagaimana pengertian negara-bangsa (nation state). Perubahan nama dari ISIS menjadi “Islamic State” (IS) atau “Negara Islam” yg dilakukan oleh Abu Bakar al Baghdadi, menunjukkan perubahan dari tujuan perjuangan yang terbatas pada geografi dua negara menuju sebuah imperium atau Kekhalifahan Islam.
Gagasan Kekhalifahan Islam jelas memiliki klaim territorial yang lebih luas ketimbang hanya Negara Islam Indonesia ala DI/TII atau NII. Namun demikian bukan hal yang tidak mungkin jika kelompok-kelompok NII dan tokoh-tokoh mereka melakukan transformasi ideologi dan menjadi bagian dari gerakan Kekahlifahan atau Imperium Islam tersebut.
Pada aspek strategi dan taktik, pengaruh jangkauan global dari gerakan radikal Islam transnasional memiliki perbedaan besar dengan kelompok seperti NII, terutama dalam pemanfaatan teknologi, khususnya teknologi informasi untuk keperluan rekruitmen dan kampanye atau propaganda serta komunikasi antara jejaring mereka.
Gerakan-gerakan transnasional, terutama yang menjadi bagian dari ISIS memiliki kemampuan sangat canggih dalam memanfaatkan teknologi siber (cyber technology). Pertumbuhan pengikut ISIS ditengarai sangat cepat di negara-negara maju seperti AS dan UE karena penggunaan dunia maya sebagai alat rekrutmen. Di Indonesia sendiri faktanya adalah berkembangnya media sosial yang bernarasi ideologi radikal, sementara itu, narasi kontra radikalisasi di dunia maya tidak sebanding dan kurang intensif dilakukan, sehingga yang terjadi saat ini adalah ketimpangan yang cukup besar antara yang pro-radikal dan kontra-radikal.[3]
Artinya saat ini pengaruh perkembangan globalisasi, terutama pada aspek teknologi informasi, benar-benar membuat ideologi radikal begitu mudahnya masuk ke masyarakat Indonesia. Perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi jelas memiliki dampak besar terhadap hubungan antarmanusia. Komunikasi global telah menciptakan suatu kondisi yang oleh Marshall McLuhan dikatakan desa global (global village), yang membuat batas-batas riil maupun artifisial antarnegara menjadi kabur (blurred).[4]
Dalam istilah Kenichi Ohmae (1990), saat ini telah tercipta sebuah dunia tanpa batas (the borderless world), yang dampak-dampaknya belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia.[5] Dengan beberapa implikasi tersebut, maka perlu dipertimbangkan berbagai hal ini. Pertama dampak strategis dalam jangka panjang dari akselerasi gerakan Islam radikal transnasional di dalam batang tubuh bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini kita harus mewaspadai akselerasi pengaruh ISIS melalui jejaring tokoh-tokohnya seperti ABB, Aman Abdurrahman (AA), alm. Santoso atau Abu Wardah (AW) di Poso, dan sebagainya.
Telah diketahui bahwa melalui jejaring tersebut, sejak tahun 2014, pengaruh ISIS sudah masuk dan berkembang di Indonesia dengan bukti jumlah pendukung ISIS, baik dalam bentuk orang per-orang maupun organisasi, yg cenderung bertambah pula. Pada 2015, ada 15 organisasi yang secara terang-terangan mendukung kelompok ISIS.[6]
Jika tidak dibendung secara sistematis, maka bukan tidak mungkin keberadaan kelompok ini akan semakin kuat melalui akselerasi kampanye, rekrutmen, dan penetrasi ideologis pada generasi muda Indonesia yang berusia 15-22 juga membesar. Pengalaman di negara-negara seperti AS, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara menunjukkan bahwa generasi muda merupakan komponen terbesara relawan yang digunakan oleh ISIS dalam melancarkan aksi-aksi kekerasan di berbagai belahan dunia. Kedua, perlu diperhatikan pula pengaruh gerakan Islam radikal transnasional pada lingkungan strategis regional.
Demo Anti-Radikalisme Agama
Semakin jelas bahwa terjadi kerjasama antara jejaring teorisme internasional dengan kelompok separatis di sebuah negara yang dapat mengancam keamanan regional, selain keamanan nasional. Kasus penculikan lalu atas ABK Kapal yang dilakukan oleh MILF (Moro Islamic Liberation Army) beberapa waktu lalu, tidak tertutup kemungkinan memiliki keterkaitan kerjasama dengan gerakan radikal Islam transnasional di Indonesia.
Selain itu modus penculikan itu bisa ditiru oleh kelompok separatis di Indonesia yang mungkin mengatasnamakan suatu kelompok agama tertentu. Perubahan ini yang harus dicermati tidak hanya oleh aparat saja, namun juga oleh masyarakat sipil, baik itu di wilayah perkotaan atau khususnya di perbatasan, mengingat sangat banyaknya titik – titik perbatasan NKRI dengan negara lain.[7]
Artinya pada ancaman radikal, perubahan tidak hanya terjadi pada pola/modus/ dan taktik saja, namun demikian juga pada aktor-aktornya. Ketiga, implikasi terhadap kebijakan nasional terkait dengan penanggulangan terhadap radikalisme dan aksi terorisme khususnya terkait denganpendekatan deradikalisasi. Penggunaan pendekatan yang bertumpu pada apsek-aspek ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam) masih sangat relevan terhadap radikalisme yang bersifat transnasional, dengan memperhatikan dinamika lingkungan strategis yang selalu berubah.
Faktor pengalaman (sejarah) lokal dapat digunakan sebagai aspek penting bagi Indonesia dalam rangka menghadapi segala bentuk gerakan radikal beserta kelompok dan simpatisannya. Pendekatan konvensional yang bersifat top down dimana peran negara sangat dominan, dengan menggunakan pendekatan hard power, harus dibarengi dan disinergikan dengan pendekatan soft power. (Bersambung ke bagian II)
[3] Harian Kompas (edisi cetak).“Radikalisme Masih Tumbuh Subur di Dunia Maya,” 2 Mei 2016.
[4] Marshall McLuhan. The Global Village: Transformations in World Life and Media in the 21st Century. New York: Oxford University Press, 1989.
[5] Kenichi Ohmae. The Borderless World: Power and Strategy in the Interlinked World. New York: Harper Business, 1990.
[6] Kelimabelas organisasi tersebut adalah Majelis Mujahidin Indonesia Timur, Mujahidin Indonesia Barat, Ring Banten, Jamaah Ansharut Tauhid, Jamaat al-Tawhid wal-Jihad, Pendukung dan Pembela Daulah Islam, Jemaah Ansauri Daulah, Ma’had Ansyarullah, Laskar Dinulla, Gerakan Tauhid Lamongan, Halawi Makmun Grup, Ansharul Khilafah Jawa Timur, IS Aceh, Ikhwan Muahid Indonesi fil Jazirah al-Muluk, dan Khilafatul Muslimin.
Deradikalisasi memiliki dua makna: pemutusan (disengagement) dan deideologisasi (deideologization). Pemutusan artinya mendorong kalangan radikal untuk mereorientasi diri melalui perubahan sosial-kognitif sehingga mereka meninggalkan norma, nilai, aspirasi dan perilaku yang diikuti sebelumnya, menuju norma baru. Sedangkan deideologisasi dimengerti sebagai kontra ideologi yang mengacu pada upaya menghentikan pemahaman dan penyebaran ideologi radikal.[1] Fokus deradikalisasi, dalam pengertian ini adalah pembendungan atau setidaknya netralisasi pengaruh pemikiran radikal atau kontra radikalisme.
Dalam konteks Indonesia, program deradikalisasi masih lebih banyak berforientasi kepada yang pertama serta baru berada pada tahapan awal. Oleh sebab itu masih memerlukan pengembangan dan sosialisasi baik secara konseptual maupun subjek dan objeknya. Ada keperluan untuk memberikan perhatian kepada pengertian kedua, yakni deideologisasi, karena targetnya menjadi lebih luas dan berjangka panjang serta memiliki efektifitas yang lebih besar. Dalam wacana resmi yang diprogramkan Pemerintah, deradikalisasi terutama ditujukan kepada para mantan teroris yang berhasil ditangkap baik yang berada di penjara atau telah kembali kepada masyarakat, serta pendukungnya serta keluarga dekat mereka.
Program deradikalisasi tersebut. menurut Agus Surya Bakti (2014), ada empat tahapan proses, yaitu identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi.[2]
Pertama, identifikasi, pendataan terhadap jaringan yang terindikasi dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan jaringan gerakan radikal, seperti jumlah anggota, aktivitas, latar belakang, paham keagamaan, dan kebangsaan yang mereka anut dan sebagainya.
Kedua, rehabilitasi, Program rehabilitasi pada dasarnya merupakan upaya sistematis yang melakukan perubahan orientasi ideologi radikal dan kekerasan kepada orientasi ideologi yang inklusif, damai, dan toleran.
Ketiga, reedukasi, dalam reedukasi dilakukan transformasi pemikiran, pemahaman, dan sikap, yakni memberikan pencerahan kepada napi teroris untuk memilik sikap terbuka terhadap perbedaan yang ada di dalam kehidupan beragama.
Keempat, resosialisasi, tahapan ini dimaksudkan sebagai keseluruhan upaya mengembalikan napi teroris atau mantan napi teroris dan keluarganya agar dapat hidup dan berinteraksi dengan masyarakat secara baik. Perlu digarisbawahi bahwa LP (Lembaga Permasyarakatan) adalah salah satu locus penyebaran ideologi radikal oleh napi dengan kasus terorisme. Bahkan, ada anggapan bahwa para napi dengan kasus terorisme cenderung memiliki status yang tinggi dibandingkan napi dengan kasus lain.
Selanjutnya, untuk mendukung implementasi program deradikalisasi tersebut dilakukan dua langkah strategis: Pertama, mengubah paradigma berpikir kelompok inti dan militan radikal/terorisme agar tidak kembali melakukan aksi radikal terorisme. Implementasi ini dilakukan secara sinergi dengan melibatkan para pemangku kepentingan, seperti tokoh agama, pakar psikologi, akademisi, serta praktisi dengan menggunakan metode persuasif. Kedua adalah melakukan kontra atau penangkalan ideologi. Strategi ini ditujukan kepada seluruh komponen masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh paham dan aksi radikal terorisme. Contoh praktis dari strategi ini adalah pelatihan anti radikal-terorisme kepada ormas, serta training of trainer kepada civitas lembaga pendidikan keagamaan.[3]
Dalam pandangan saya, langkah strategis kedua dalam implementasi dan sosialisasi program deradikalisasi perlu lebih intensif dan diperluas di masa mendatang. Dalam kaitan ini peran organisasi-organisasi masyarakat sipil Indonesia (MSI) menjadi sangat penting, mengingat lingkungan sosial adalah locus utama bagi penyebaran benih-benih radikalisme. Dengan melibatkan publik/masyarakat sipil pelaksanaan program deradikalisasi akan semakin efektif dalam jangka panjang. Sangat mendesak untuk dikembangkan konsep-konsep yang mempunyai kompatibilitas dengan realitas sosial yang sangat majemuk di negeri ini selain harus memadai sebagai produk kebijakan publik yang cukup fleksibel untuk mengantisipasi perubahan-perubahan lingkungan strategis yang selalu terbuka..
Konsekuensinya adalah bahwa program deradikalisasi yang berorientasi kepada peran MSI akan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders), baik pada tataran penyelenggara negara maupun masyarakat.[4]
Deradikalisasi tidak lagi hanya dipahami dalam arti rehabilitasi terhadap para teroris yang telah ditahan atau dilepaskan kembali ke dalam masyarakat, tetapi juga, dan lebih fokus kepada, deideologisasi terhadap paham-paham radikal. Hal ini berarti bahwa program deradikalisasi harus dikembangkan mencakup pendeteksian dan peringatan dini terhadap pengaruh atau ideologi yang dianggap dapat menciptakan ancaman terhadap ideologi nasional Pancasila dalam kehidupan masyarakat.
Saya mengusulkan agar Pemerintah menerapkan pendekatan-pendekatan normatif bagi program deradikalisasi yang berorientasi pada MSI sebagai berikut:
1. Pendekatan humanis, yaitu memberikan perhatian kepada aspek HAM sebagaimana telah diratifikasi oleh negara. Dalam hal ini, pertimbangan terhadap rasa keadilan masyarakat penting untuk diperhatikan sehingga peluang-peluang untuk memperhatikan masalah kesejahteraan diberi perhatian dalam program deradikalisasi tersebut.
2. Pendekatan komunikasi sosial, yaitu suatu pendekatan yang memberikan tekanan kepada komunikasi sinergis dan sejauh mungkin mempergunakan prinsip anti kekerasan dan non- intimidasi.
3. Pendekatan partisipatif dari elemen-elemen masyarakat. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar program dera- dikalisasi tidak hanya ditujukan khusus kepada sasaran yang terdiri atas para tersangka atau terpidana terorisme, melainkan juga bisa diterapkan kepada lingkungan masyarakat di mana potensi radikalisme bisa muncul setiap waktu.
Selain itu ada beberapa langkah strategis yang perlu digunakan dalam rangka pengembangan program deradikalisasi yang berorientasi kepada peningkatan peran MSI Langkah-langkah tersebut meliputi:
1) Peningkatan dukungan politik terhadap program deradikalisasi dari seluruh elemen bangsa, baik dari penyelenggara negara maupun warga negara di seluruh Indonesia. Optimalisasi peningkatan dilakukan melalui dukungan organisasi dan lembaga-lembaga politik, serta masyarakat sipil di pusat dan daerah dalam rangka penanggulangan terorisme yang terpadu, menyeluruh, integral-integratif, dan berkelanjutan.
2) Pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan yang baru, termasuk mengamandemen dan/atau merevisi berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ada, untuk mendukung penanggulangan terorisme, termasuk didalamnya dukungan terhadap program deradikalisasi, yang terpadu, menyeluruh, integral-integratif dan berkelanjutan. Termasuk dalam hal ini adalah perangkat perundang-undangan mengenai keamanan nasional, penanggulangan terorisme, dan sebagainya.
3) Peningkatan dan perluasan penyelenggaraan program deradikalisasi dan sosialisasinya dengan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia melaui perkuatan dan perluasan sinergi dengan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah di dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan serta pembiayaannya.
4) Pengefektifan koordinasi para pemangku kepentingan dalam penanggulangan terorisme di pusat dan daerah, khususnya untuk mengoptimalisasikan program deradikalisasi di lingkungan masyarakat sipil. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil hanya bisa terjadi apabila terdapat koordinasi yang efektif. Dalam kaitan ini sosialisasi dan pengefektifan peraturan perundang-undangan seperti UU No. 17/ 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan sangat urgen. Kendati masih munc ul berbagai kritik dan kehendak melakukan amandemen terhadapnya, namun keberadaan UU ini bisa dimanfaatkan secara optimal.[5]
Ancaman gerakan radikal transnasional terhadap keamanan nasional Indonesia merupakan suatu bahaya yang nyata dan hadir dan oleh sebab itu harus dihadapi oleh negara dan seluruh warganegara. Ideologi dan gerakan radikal transnasional telah berkait dan berkelindan dengan kekuatan-kekuatan yang bertujuan merubah sistem kenegaraan Indonesia yang bertentangan dengan cita-cita Proklamasi dan Konstitusi. Bahkan dalam perkembangan mutakhir, sebagai akibat dari perkembangan yang cepat dari ideologi dan gerakan radikal transnasional tersebut, kecenderungan yang terjadi adalah semakin ternggelamnya aspirasi lokal dan nasional digantikan oleh aspirasi global sebagaimana tampak dalam ideologi Khilafahisme.
Deradikalisasi sebagai salah satu pendekatan soft power untuk menanggulangi pengaruh dan perkembangan ideologi radikal transnasional merupakan pilihan yang strategis dalam jangka panjang. Tujuan utamanya adalah menciptakan kemampuan bangsa menangkal pengaruh ideologi radikal sedini mungkin sehingga akan membantu secara efektif penanggulangan radikalisme yang merupakan ancaman dan bahaya bagi keamanan nasional. Dalam hal ini konsep deradikalisasi yang lebih menekankan pada deideologisasi perlu diberikan tekanan dan dukungan lebih besar, karena tujuan dan sasarannya adalah masyarakat luas serta berjangka panjang.
Konsep-konsep yang lebih kompatibel dengan realitas majemuk di Indonesia masih sangat perlu untuk dikembangkan baik oleh negara maupun oleh komponen MSI, termasuk organisasi-organisasi di dalamnya. Kontribusi dari elemen-elemen MSI seperti lembaga pendidikan, kelompok cendekiawan, para agamawan sangat diperlukan sehingga program deradikalisasi tidak hanya bersifat top down dan memiliki efektifitas rendah. (Selesai)
Catatan:
[1] Agus Surya Bakti. Darurat Terorisme:Kebijakan Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi. Jakarta: Daulat Press, 2014, hlm. 79.
[2]Agus Surya Bakti. Merintis Jalan Mencegah Terorisme (Sebuah Bunga Rampai). Jakarta: Semarak Lautan Warna, 2014, hlm. 129-130.
[3] Wawan H. Purwanto. Terorisme di Indonesia Pasca Bom Marriott 2. Jakarta: CMP Press, 2010, hal. 193-204; lihat juga Petrus R. Golose. “Strategi Penguatan Hukum dan Deradikalisasi dalam Mengeliminasi Tindak Pidana Terorisme”. Makalah Seminar Penanggulangan Terorisme, Lemhannas RI, Jakarta, 13 Juni 2011.
[4] Muhammad AS Hikam. Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2016, hlm. 81-82
Sempat geger di negeri ini terkait ‘hoax’ jumlah TKA Cina. Saling lempar data dan tanggung jawab seolah dipraktekkan penguasa. Keberadaan jumlah tenaga kerja asing legal dan ilegal yang meningkat terus, membuat risau, dan gusar sebagian masyarakat indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), pada Tahun 2014 ada sekitar 68.000 tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia dengan memiliki Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Lalu, pada tahun 2015 mengalami pengingkatan hingga 69.000 orang. Untuk bulan Juni 2016, telah menyentuh angka 43.000 orang.
Sementara itu, Untuk tenaga kerja Ciina yang bekerja di Indonesia hingga Juni 2016, berjumlah 14.500 tenaga kerja yang mendapatkan izin kerja secara sah. Sedangkan pada Tahun 2015 berjumlah 15.000 orang dan pada Tahun 2014 berjumlah 16.800 orang.
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia M. Hanif Dhakiri, seusai peresmian program Desa Migran Produktif (Desmigratif) di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Selasa, 27 Desember 2016 mengatakan jumlah tenaga kerja asing di Indonesia saat ini mencapai 74 ribu, sedangkan yang berasal dari Cina berjumlah 21.271 orang. (https://m.tempo.co/read/news/2016/12/27/078830782/menteri-hanif-jumlah-tenaga-kerja-asing-masih-terkontrol).
Kebijakan Pro China
Membeludaknya jumlah warga negara Cina di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo, yaitu Kebijakan Bebas Visa Kunjungan. Kebijakan ini diawali dengan dibentuknya Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015, kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015, hingga yang terakhir Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 yang memberikan bebas visa kunjungan kepada 169 negara.
Selanjutnya, di bidang ketenagakerjaan. Pemerintah dalam waktu kurang dari dua tahun, telah merevisi Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan mengeluarkan Permenakertrans Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perubahan krusial pada ketentuan yang menghilangkan syarat pendidikan S1 dan kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.
Begitupula, ketentuan yang mengharuskan suatu perusahaan apabila ingin memperkerjakan satu tenaga kerja asing, harus merekrut sepuluh tenaga kerja Indonesia. Penggunaan tenaga kerja asing diharapkan adanya transfer skiil/ketrampilan, kemampuan pada tenaga kerja lokal, hanya isapan jempol. Karena, temuan di lapangan membuktikan bahwa tenaga kerja asing sampai merambah pekerjaan sopir, tukang masak, satpam, dan kerja kasar.
Bahaya mengintai
TKA di Indonesia yang membludak dapat memunculkan serentetan persoalan yang berbahaya, diantaranya:
Memperlambat dalam mengatasi pengangguran di indonesia.
Pengangguran di Indonesia termasuk tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. (https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bps-pengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-02-juta-orang).
Dengan data diatas, seharusnya, Negara zamrut katulistiwa ini fokus menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi warga negaranya dan memperkerjakan warganya lebih dahulu. Sehingga pengangguran cepat terselesaikan. Akan tetapi, justru, negara ini membuka kran lebar-lebar terhadap masuknya tenaga kerja asing. Sungguh ironis manakala kita masih mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri (TKI), di Indonesia lapangan kerja kita justru diisi orang lain.
Menimbulkan konflik sosial
Dengan adanya eksodus TKA pada semua jenis pekerjaan, termasuk buruh kasar, maka akan terjadi gesekan yg tajam antara kalangan pekerja bawah TK lokal dengan TKA dalam memperebutkan pekerjaan.
Apalagi, adanya diskriminasi penggajian mereka, yang terpaut sangat jauh. Gaji buruh kasar TK lokal sebesar Rp.90 rb/hari (2.700.000/bln atau UMR setempat. Sementara TKA dengan jenis, beban pekerjaan yang sama sebesar Rp. 400 rb/hari (12 juta/bln). Hal ini akan memicu kecemburuan, dan konflik diantara mereka saat bekerja.
Meningkatkan jumlah kriminalitas
Adanya iming-iming yang menggiurkan bagi TKA, diantaranya gaji yang tinggi, kemudahan pemilikan tempat tinggal, maka TKA cenderung berbondong-bondong datang ke negara ini. Sehingga dapat meningkatkan jumlah kriminalitas yang terjadi di negara ini. Misalnya TKA ilegal, pelanggaran imigrasi, pencurian, sindikat penipuan, sindikat prostitusi, sindikat peredaran narkoba.
Mengancam kedaulatan negara
Pada April 2016 lalu, 5 tenaga kerja China ditangkap TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma karena masuk kawasan Lanud Halim secara ilegal. Bagaimana mungkin, orang asing dibolehkan melakukan aktifitas di wilayah militer, yang merupakan penjaga kedaulatan wilayah negara?
Di sisi lain, negara Cina menerapkan wajib militer bagi warganya. Artinya warga cina dilatih kemampuan yang berhubungan dengan militer. Misalnya: pendidikan dan pelatihan senjata, strategi, peta, dan intelejen. Cina mendidik nelayan Cina selatan dengan kemampuan intelejen. Oleh karena itu, tidak ada yang mampu men-screen latar belakang pekerja china. Ini adalah sebuah ancaman bagi keamanan dan kedaulatan negara.
Indonesia terperangkap neoimperalisme dan neokomunisme
Konsekuensi pilihan kebijakan Free Trade Agreement dengan segala ragamnya. Mulai dari pemberian bebas visa pada 169 negara, pemberian kelonggaran sektor-sektor strategis kepada investor asing melalui PMA (Penanaman Modal Asing). Hal ini, menyebabkan investor china masuk ke indonesia dan menguasai beberapa sumber daya alam, misalnya pertambangan.
Bahkan, indonesia terhegomoni oleh china dengan hutang. Hutang indonesia ke china termasuk terbesar dibandingkan ke jepang, dan singapura.Total utang luar negeri indonesia ke negeri tirai bambu, china tumbuh melejit 59,61% selama setahun. Utang indonesia ke china tahun 2015 sebesar 8,55 miliar dollar AS. Januari 2016 sebesar 13,65 miliar dollar AS (www.kompas.com).
Di sisi lain, China juga negara penganut dan penyebar ideologi komunisme. Dengan sifat ideologi, maka china juga akan terdorong untuk menghidupkan dan menyebarkan ideologi komunisme. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerjasama beberapa partai politik di indonesia dengan PKI China. Munculnya simbol-simbol PKI di kaos, dll.
Oleh karena itu, Indonesia harus dibebaskan dari bahaya besar ini. Indonesia, yang berpenduduk mayoritas muslim, akan terbebas dari bahaya, manakala mau kembali syari’at Islam secara kaffah. Sudah saatnya perjuangan ini Selamatkan indonesia dari bencana primordialisme, neokomunisme. Mari wujudkan, agar Indonesia mampu berdiri di kaki sendiri! Wa Allahu a’lam bi ash-shawab.
Sebelum hari Jumat 5 Mei 2017, masyarakat Jakarta merasa gelisah dengan sebaran berita akan adanya aksi 505, yaitu berkumpulnya para mantan pendemo 411 dan 212 untuk salat Jumat di Masjid Istiqlal dan kemudian melanjutkan demonstrasi ke Mahkamah Agung. Ada media elektronik yang membuat talk show menyatakan bahwa kalau Ahok tidak dihukum lima tahun, mereka akan melakukan revolusi, serem sekali.
Tim advokasi GNPF, Kapitra Ampera kecewa atas tuntutan jaksa terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus dugaan penistaan agama. Menurutnya, keputusan jaksa tersebut tak mewakili tuntutan umat Islam. Kapitra menyampaikan seharusnya Ahok dituntut dengan Pasal 156a KUHP, sehingga tuntutan kepada Ahok akan bisa maksimal. Jaksa menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Inilah yang dipermasalahkan dan GNPF-MUI kemudian melakukan aksi 505.
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, demo 505 hanya menguras energi bangsa (foto: imgrum)
Di lain sisi, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif menilai aksi unjuk rasa berjuluk 505 yang akan digelar Jumat, 5 Mei 2017, hanyalah perbuatan sia-sia dan tak ada gunanya. Menurut Buya, aksi 505 hanya menguras energi bangsa. Pengerahan massa pun, kata Buya, tidak diperlukan lagi mengingat unsur politik dalam perkara yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah tidak ada lagi.
Ketua PBNU, Said Aqil Siradj, Rabu (3/5/2017), menjawab pertanyaan wartawan terkait rencana Aksi 55, “Demo itu nggak ada gunanya. Apa sih maksudnya?. Demo itu menghabiskan energi, waktu, duit, kecuali memang ada yang ngongkosin, kecuali ada yang mengerahkan,” kata Ketua Umum PBNU itu.
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj (foto; aktual)
Dalam pelaksanaannya pada Jumat (5/5/2017), ribuan peserta aksi 505 yang dipelopori GNPF-MUI, berkumpul dan memadati Masjid Istiqlal, dimana sebagian besar pesertanya berasal dari Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), Pemuda Arab Indonesia, dan Komunitas Alumni 212.
Gerakan Massa 505
Setelah salat Jumat, para peserta yang siap dengan atribut dan bendera masing-masing, mayoritas putih-putih akan bergerak keluar dan menuju ke gedung Mahkamah Agung di Jl. Merdeka Utara. Tetapi massa terpaksa berhenti di muka kantor Kementerian Dalam Negeri, karena jalan telah ditutup polisi dengan kawat berduri dan blokade lainnya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian patut diacungi jempol, sukses mengamankan demo. Dengan tegas menyatakan bahwa yang tidak berkepentingan tidak usah hadir dalam demo 505, dan supaya demo tertib (Foto; Youtube)
Karena tidak diijinkan mendekat ke gedung MA, sebanyak 11 orang perwakilan massa menemui pimpinan MA untuk menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri Utara menjaga independensi dalam memberi putusan perkara penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Perwakilan itu diterima masuk ke gedung MA untuk melakukan dialog sekitar pukul 13:30 Wib. Mereka yang diterima adalah Didin Hafidhudin, Sobri lubis, Habib Abdurrahman bin Hasan Al Haddad, Kapitra Ampera, Ahmad Doli Kurnia, Nasrullah Nasution, Ahmad Lutfi Fathullah, Muhammad Lutfi Hakim, Heri Aryanto, Nazar Haris dan Bobby Herwibowo.
Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir, tidak ikut ke dalam Gedung MA dan lebih memilih mengisi orasi di atas mobil komando di depan Kemendagri. Bachtiar Nasir mengajak peserta Aksi 505 berlapang dada atas apa pun hasil persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Dia mengatakan sudah seharusnya peserta aksi menerima apa pun putusan peradilan.
Massa kemudian membubarkan diri setelah melaksanakan salat Ashar berjamaah. Bachtiar Nasir mengucapkan rasa terima kasihnya kepada umat Islam yang mampu melaksanakan aksi dengan tertib dan kondusif. Dia menegaskan bila saat ini umat Islam harus segera melakukan revolusi. Bachtiar yakin bila umat Islam mampu bangkit secara revolusioner maka Indonesia akan menjadi negara maju. “Umat Islam sekarang banyak teriak revolusi, saya kira memang harus revolusi. Tapi yang harus kita bangun adalah insfrastruktur revolusi karena itu sumber daya insani kita,” tegasnya.
Analisis
Apa yang ditakuti oleh masyarakat Jakarta terkait kemungkinan kerusuhan dari aksi 505 ternyata tidak terjadi. Aksi berjalan tertib, seperti yang disampaikan sebagai Aksi Damai. Dalam hal ini Polri dengan tegas melakukan blokade agar massa tidak ke Gedung Mahkamah Agung. Semua terkendali, dan menurut tanpa adanya insiden konflik fisik. Aspirasi massa diterima dan didengar keinginannya.
Laskar Front Pembela Islam membentuk barisan untuk mengamankan massa aksi damai 505 yang berkumpul di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat, 5 Mei 2017. (Foto : TEMPO)
Apakah greget GNPF-MUI sudah habis? Masalahnya bukan di situ nampaknya. Walau di salah satu media perwakilan pengunjuk massa menyatakan penistaan agama Islam menurut Al Quran bahkan harus dihukum mati, mereka menuntut lima tahun untuk Ahok. Sementara Jaksa penuntut umum menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Jelas ini dua persepsi yang jauh berbeda. Di satu sisi persepsi massa GNPF-MUI terkait kepercayaan, di lain sisi persepsi pertimbangan hukum aparat dengan pembuktian hukum. Rasanya jadi aneh karena gerakan yang demikian menghabiskan enersi dan dana yang jelas sangat besar, sukses mendatangkan jutaan massa pada aksi 411 dan 212, kini target mereka dihukumnya hanya ringan setelah melalui persidangan maraton.
Penulis menggaris bawahi apa yang dikatakan oleh Buya Syafii Maarif, bahwa gerakan 505 tidak ada gunanya karena tidak ada unsur politik dengan kalahnya Ahok. Di lain sisi Ketua PBNU Said Agil menyatakan demo tidak ada gunannya, karena menghabiskan enersi, waktu, duit kecuali ada yang mengerahkan.
Pendapat dua tokoh Islam moderat itu menggambarkan bahwa unsur politis sangat kental dalam aksi-aksi selama ini dan jelas ada yang mendanai. Nah, mari kita lihat setelah 505 ini akan kemana para penggiat tersebut menuju.
Yang perlu disadari bersama, dalam berpolitik berlaku hukum kejam yang tidak tertulis, pertama kepentingan, kedua memanfaatkan atau dimanfaatkan dan ketiga tidak ada loyalitas. Setiap saat politisi bisa loncat pagar, koalisi bisa berpindah tanpa beban. Ini yang harus difahami para ulama tersebut, sehingga tidak hanya sebagai sarana politik belaka.
Orasi Menggetarkan Ustadz Bachtiar Nasir pada Aksi Bela Islam 212. Kaum baru? (foto :Youtube)
Bagaimana dengan gerakan-gerakan sejak 4 November 2016 hingga kini? Gerakan political pressure terhadap Ahok pada awalnya merupakan upaya menurunkan elektabilitasnya yang demikian tinggi. Dalam perjalanannya Ahok masuk ke killing ground dalam kasus pengucapan Al Maidah-51, gelombang serangan terus menekannya. Kita dengar bahwa yang mengongkosi menurut laporan intel adalah Pak SBY, yang marah dan menyebut intelligence failure. Pertempuran ketat terjadi antara parpol pendukung pemerintah dengan pendukung Cikeas. Pendukung Kertanegara duduk manis.
Setelah Cikeas runtuh dengan pengondisian, ternyata ada salah perhitungan dari Timses Ahok, gerakan GNPF-MUI semakin massif dan menemukan bentuknya. Mereka mengkristal dan menyatu dalam isu solidaritas agama. Menurut GNPF, umat Islam bereaksi karena ada hal yang menyinggung perasaaannya. Ada tiga hal yang membuat umat Islam bereaksi bila akidah, kitab dan rumah Allah diganggu. Solidaritas yang dibangun mendapat tanggapan positif, dan mampu mengondisikan umat Islam tidak mendukung Ahok-Djarot, bergeser ke kubu Anies-Sandi yang sesama Muslim. Kinerja Ahok yang dikatakan tinggi menjadi leleh, karena kini yang disentuh persoalan hati dan masalah akidah.
Hasil operasi solidaritas, Anies-Sandi menang mencengangkan dengan mengantongi 57,95 persen atau sebanyak 3.240.057 suara. Sementara Ahok-Djarot mendapatkan 42,05 persen atau sebanyak 2.351.141 suara. Para politisi pasti melihat potensi menarik yang tadinya terabaikan, bahwa umat Islam di Indonesia apabila disatukan dengan sentuhan solidaritas, dikaitkan dengan akidah, kitab dan rumah Allah terbukti mampu mengalahkan kekuatan politis yang manapun.
Tokoh-tokoh GNPF MUI (Foto : MuslimCyber)
Pada awalnya tidak terbayangkan bahwa Habib Riziek mampu menjadi tokoh Nasional yang mampu mengumpulkan jutaan massa di Jakarta dengan tertib. FPI yang dahulu hanya dikenal suka sweeping, kini menjadi ujung tombak yang mampu mempersatukan Muslim (sementara di Jakarta), naik kekelas nasional.
Nah, kini yang terbaca, Aksi 505 hanya merupakan pembuktian bahwa masih banyak Muslim yang menginginkan kepemimpinan Muslim nasional. Hal ini disadari oleh ulama di GNPF. Menarik ucapan Ketua GNPF, mengajak peserta Aksi 505 berlapang dada atas apa pun hasil persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Dia mengatakan sudah seharusnya peserta aksi menerima apa pun putusan peradilan. Selain itu, Bachtiar Nasir mengatakan, “Umat Islam sekarang banyak teriak revolusi, saya kira memang harus revolusi. Tapi yang harus kita bangun adalah insfrastruktur revolusi karena itu sumber daya insani kita,” tegasnya.
Secara teori, Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama.
Siapa akan menjadi patron dan King Maker Tahun 2019? Prabowo sudah mempunyai pengalaman di Pilkada DKI Jakarta 2017 (Foto: Nusantara.news)
Kesimpulannya, kekuatan Islam di Indonesia kini tidak hanya menjadi milik kelompok moderat saja, tetapi justru kepemimpinan yang masuk kategori radikal dan intoleran makin disukai. Mereka berani bertindak dan bersikap. Oleh karena itu pengaruh mereka yang menyuarakan khilafah saja makin mampu menjual idenya di kalangan orang muda Indonesia yang jumlahnya sekitar 60 persen. Sebuah pekerjaan rumah aparat intelijen. Selain itu, infrastruktur revolusi kini sedang dikemas, sudah dicoba di DKI dan sukses, ini bagian pokoknya.
Perhelatan politik di DKI Jakarta merupakan fenomena yang harus diteliti oleh para politisi dan para calon presiden dalam menuju ke 2019. Dua parpol utama sebagai jangkar bangsa selama ini diduduki oleh PDIP dan Golkar adalah parpol nasionalis. Bila dikemas dengan dengan apik, pada 2019 salah satu parpol Islam akan merebut posisi itu, paling tidak akan mampu menggalang massa Muslim dengan pendekatan serupa di DKI. Jakarta yang dalam pemilu 2014 dikuasai PDIP bersama Golkar dan Hanura serta NasDem sebagai pendukung Ahok-Djarot, terbukti kalah oleh gabungan Parpol Nasionalis Gerindra dan PKS serta parpol berbasis Islam lainnya, terutama keberpihakan massa Muslim yang terkondisikan. Kira-kira begitu membacanya. PRAY.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
Masyarakat Jakarta dikejutkan dengan terjadinya ledakan bom di terminal Kampung Melayu Rabu malam. Diketahui dua bom yang sementara diduga sebagai bom bunuh diri (suicide bombing) terjadi pada hari Rabu (24/5/2017) pukul 20.58 WIB dan pukul 21.00 WIB. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, sebanyak 15 orang menjadi korban ledakan. Lima di antaranya meninggal dunia, terdiri dari tiga anggota Polri dan dua orang patut diduga pelaku bom bunuh diri.
Selain itu, 10 orang menderita luka-luka dan mendapat perawatan di rumah sakit, terdiri dari ima orang anggota Polri dan lima lainnya warga sipil. Bom pertama diledakkan di toilet samping bus Trans Jakarta, yang kedua meledak sekitar 15 meter dari bom pertama. Ledakan cukup hebat karena pada jarak 50 meter diketemukan potongan tubuh manusia.
Dari ledakan tersebut, korban tewas terbanyak adalah anggota Polri dan dua warga sipil lainnya yang diperkirakan pelaku. Penulis mencoba menyusun analisis dari sudut pandang intelijen strategis melihat dari sudut yang lebih luas. Banyak yang kemudian menyimpulkan serangan ditujukan kepada Polri sebagai musuh teroris. Aksi teror bisa ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, bisa berupa pesan dan bisa upaya menunjukkan eksistensi. Jangan terlalu cepat menyimpulkan sebuah aksi teror. Karena kelompok teror kerap dimainkan juga dalam sebuah proxy war.
Setelah ledakan tiga anggota Polri Gugur dan lima mengalami luka-luka. Istana mengutuk ledakan bom tersebut (foto : PosKota)
Aksi Teror ISIS, Bom Kampung Melayu, Bom Manchester dan Pendudukan Marawi
Sebelum bom Kampung Melayu meledak, terjadi aksi serangan teror di Manchester Inggris dan Kota Marawi, Filipina.
Bom di Manchester, Inggris. Serangan bom di Inggris terjadi saat berlangsungnya konser Ariana Grande, di Kota Manchester, Inggris, Senin malam (22/5/2017) sekitar pukul 22.30 waktu setempat. Menurut Polisi Inggris, korban tewas mencapai 22 orang. Sementara 59 orang lainnya luka-luka. ISIS lewat media sosial menyatakan salah satu simpatisannya adalah pelaku serangan. Kepolisian Inggris pada Senin tengah malam menyebutkan tersangka pelaku serangan bom bernama Salman Abedi (22), seorang pria keturunan Libya yang lahir di kota Manchester. Kecepatan identifikasi yang mengegumkan.
Bom Bunuh diri di Manchester Inggris saat konser Ariana Grande (foto : Al-Jazeera)
Pendudukan Marawi, Filipina. Pada hari Selasa (23/5/2017) sekitar pukul 15.00 terjadi baku tembak antara kelompok bersenjata dengan personel Brigade Infantri ke-103 di Marawi City. Kota Marawi (populasi 200.000) terletak sekitar 200 km dari Davao City dimana walikotanya adalah Sara Duterte-Carpio, putri Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Tercatat tiga aparat tewas dan 12 lainnya terluka dalam baku tembak tersebut. Pertempuran pecah setelah militer menggerebek tempat persembunyian pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Hapilon (berba’iat kepada Abu Bakar al-Baghdadi, ISIS).
Militer menduga kelompok itu adalah Negara Islam Lanao atau dikenal juga dengan nama kelompok Maute yang dikabarkan mendapat dukungan ISIS. Kelompok ini terdiri dari mantan anggota Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan sejumlah warga negara asing. Nama kelompok ini diambil dari nama pendirinya, Abdullah Maute.
Militer Filipina mulai melakukan serbuan setelah Kota Marawi di duduki kelompok Maute (foto : Fajar)
Panglima AB Filipina, Jenderal Eduardo Año mengatakan hampir 50 orang bersenjata memasuki kota tersebut. Sementara itu, Walikota Marawi Majul Usman Gandamra mengatakan dalam sebuah wawancara dengan “Headstart” ANC bahwa menurutnya jumlahnya 100 sampai 200. Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan bahwa tidak ada kegagalan intelijen dalam situasi Marawi namun mengakui ada “kurangnya apresiasi” terhadap informasi. Militer Filipina kemudian mulai menyerang temasuk melakukan pengeboman melalui udara.
Bom Kampung Melayu, Jakarta. Hasil sementara olah tempat kejadian perkara ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, pelaku patut diduga dua orang. “Pelaku dua laki laki. Tadi saya nyatakan ada dua ledakan, diolah TKP memang ditemukan ada dua pelaku bom bunuh diri ini,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, di lokasi ledakan, Kamis (25/5/2017) dini hari. Sementara identitas hingga Kamis pagi belum diumumkan.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Setya Wasisto menjelaskan bom berbentuk panci (foto : CNN Indonesia)
Pihak Humas Polri (Kombes Pol Martinus) melalui media menyatakan bahwa pelaku adalah jaringan ISIS. Sementara Irjen Setyo mengatakan, bom bunuh diri yang meledak rupanya berbentuk panci yang diisi rangkaian bahan peledak serta ditambahkan paku dan gotri. Pelaku lalu memasukkan panci tersebut ke dalam tas ransel yang dia bawa.”Jadi, kemungkinan hasil olah TKP, dua pelaku membawa panci di dalam tasnya. Di bom panci itu ditemukan (serpihan) paku dan gotri.” Pihak kepolisian baru hanya memastikan satu bom panci dibawa di dalam ransel pelaku. Sementara satu bom lainnya belum bisa diungkap.
Analisis
Setiap aparat intelijen yang terdidik dan cukup berpengalaman faham bahwa terorisme adalah salah satu sarana intelijen penggalangan. Perlu dipelajari agar intelijen mampu melakukan counter dengan tepat. Fokus utama intelijen adalah melakukan identifikasi, analisis dan penilaian ancaman. Seperti yang diakui oleh praktisi intelijen, penilaian ancaman selalu tertinggal dibandingkan penilaian risiko.
Definisi ancaman yang saat ini disukai oleh badan intelijen terutama didasarkan pada entitas yang sifatnya mengancam saja. Akibatnya, penilaian ancaman secara khusus hanya berkaitan dengan pemahaman terhadap maksud dan kemampuan musuh yang teridentifikasi (Charles Vandepeer, University of Adelaide).
Pendekatan ‘musuh-sentris’ terhadap analisis intelijen baru-baru ini mendapat kritik. Secara khusus, kekurangan pendekatan saat ini menjadi jelas di mana fokus analisis intelijen dititik beratkan pada ancaman dari aktor-aktor sub-negara atau non-negara yang sulit dikenali. Nah, disitulah para pelaku teror berselancar. Mereka umumnya sukses melakukan aksinya karena inisiatif ditangan mereka dan nampaknya mereka mulai lebih mampu melakukan desepsi dengan cover serta berusaha melakukan perubahan variasi serangan.
Dalam aksi teror di Indonesia, penulis banyak menganalisis teror yang tujuannya bisa sebagai sebuah pesan, eksistensi, instrumen penghukuman ataupun dapat dibaca sebagai pemanfaatan teror untuk kepentingan proxy war. Apabila bom Kampung Melayu murni jaringan terorisme terkait Islamic State, kemungkinannya kodal berada di Suriah (Bahrum Naim), atau bisa juga ini lebih fokus merupakan aksi sel tidur di Indonesia, sama dengan jaringan Bandung yang pernah mencoba menyerang pos polisi di Purwakarta (tewas ditembak di Waduk Jatiluhur) masa lalu, kodalnya kemungkinan berada di Jawa Barat (jaringan simpatisan).
Kemampuan membuat bom panci nampaknya telah ditingkatkan daya hancurnya. Kemungkinan besar pelaku adalah jaringan luar Jakarta yang terindoktrinasi dengan virus ‘jihad.’ Virus jenis ini sulit disembuhkan, istilahnya dengan obat kimia (deradikalisasi, bantuan ekonomi, termasuk reedukasi dengan mendatangkan ulama Yaman sekalipun, mereka tidak goyah).
Mereka yang terkontaminasi akan berperang karena kematian merupakan tujuan yang diidamkan. Memang diketahui sejak 2009 pihak kepolisian terus dijadikan target utamanya. Melihat korban tewas tiga dari aparat kepolisian nampaknya premis mendukung.
Oleh karena itu membaca serangan pemboman, sebaiknya tidak langsung dikaitkan dengan berita khilafah yang sedang tenar. Berbeda-beda mereka yang melakukan klaim khilafah. Ada Khilafah Islamic State (ISIS) dibawah Abu Bakr al-Baghdadi, Khilafah Al-Qaeda, Khilafatul Muslimin, Khilafah Hizbut Tahrir. Mereka berbeda jalan tetapi nanti pada akhirnya akan berebut membentuk negara Islam sesuai konsep masing-masing, dan jelas mengganti dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Caranya yang berbeda.
Pemboman bunuh diri jaringan ISIS ini saja konsep jihadnya berbeda dengan Al-Qaeda yang sama-sama kelompok terorisme. Misalnya, ISIS atau Islamic State akan mencapai tujuan khilafah dengan berperang, Al-Qaeda dengan jihadul khalimah (menyatukan umat dengan dengan mengesampingkan furuiyah). Al-Qaeda di Indonesia (JAS, JI, MM) kini lebih mengemukakan langkah berjamaah untuk mencapai tujuan dan bahkan memprediksi ISIS akan kalah.
Dua hal lain yang penulis amati, seperti perintah orang kedua ISIS Muhammad al-Adnani (Alm), agar simpatisan tidak perlu ke Suriah untuk berjihad, cukup di negara-masing-masing atau berkonsentrasi di Filipina Selatan. Nah, bom Manchester bisa saja menginspirasi sel simpatisan di Indonesia, sementara pendudukan Marawi oleh kelompok Maute jelas merangsang mereka menjadi lebih berani. Diketahui ada beberapa orang Indonesia yang pergi datang ke Filipina Selatan, termasuk juga untuk membeli senjata. Tetapi menurut penulis, kedua kasus tersebut yang masing-masing yang berbeda hanya satu hari dilakukan berdiri sendiri-sendiri.
Dilain sisi, pemanfaatan aksi teror untuk proxy war masih memungkinkan walaupun dalam kasus ini agak kecil side effect dan kemungkinannya. Ada sementara kecurigaan intelijen terhadap bom Kampung Melayu untuk menurunkan derajat keamanan. Karena bom tersebut dilakukan dengan fokus ke anggota polisi yang sedang bertugas. Akan tetapi kemungkinan keterkaitan proxy war tidak lebih besar dibandingkan aksi ini lebih murni ke aksi teror Islamic State (dahulu ISIS) untuk menyerang polisi. Walaupun imbas politiknya jelas ada.
Kita tunggu pengumuman aparat intelijen dan kepolisian tentang siapa pelaku dan dari jaringan mana. Masyarakat dimanapun selalu tidak nyaman terhadap sesuatu yang tidak jelas, oleh karena itu polisi Inggris segera mengumumkan pelaku bom Manchester hanya beberapa jam setelah ledakan. Penulis yakin pihak BIN dan Densus sudah memiliki mapping kasus bom Kampung Melayu ini. Pak Tito sebagai Kapolri sebagai mantan Kadensus dan Kepala BNPT jelas sudah mafhum menghadapi dinamika teror semacam ini.
Hanya demi keamanan, sebaiknya aparat kepolisian lebih meningkatkan pengamanan pribadi, informasi, kegiatan dan material (kantor dan pospol). Mereka mulai menggeliat dan pintar memanfaatkan setiap kelengahan.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
Terkait dengan serangan bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu Rabu (24/5/2017) malam, Presiden Jokowi mengucapkan belasungkawa untuk para korban dari Polri yang tewas. Presiden memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas kasus tersebut hingga ke akarnya.
“Saya mengucapkan rasa duka yang mendalam kepada keluarga korban, baik yang masih di rumah sakit atau keluarga korban yang meninggal. Terutama aparat kepolisian. Karena kita sudah tahu dari para korban itu sudah keterlaluan. Tukang ojek jadi korban, sopir angkot jadi korban, polisi jadi korban,” kata Jokowi, saat menjenguk korban luka-luka di RS Polri Kramatjati, Kamis (25/5/2017).
Presiden juga meminta meminta seluruh pihak bersatu untuk melawan terorisme. “Kita semua harus bersatu melawan terorisme ini. Saya tegaskan sekali lagi tidak ada tempat di Tanah Air kita bagi terorisme,” kata presiden yang ditemani Wapres Jusuf Kalla (JK). Presiden Jokowi dan Wapres JK dari RS Polri Kramatjati, menuju lokasi bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur dan tiba pukul 21.48 WIB di lokasi pengeboman. Kunjungan Presiden dan Wakil Presiden dinilai membawa dampak positif, menimbulkan ketenangan warga.
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla di lokasi ledakan di Kampung Melayu Kamis malam (25/5/2017). foto : Dokumentasi Khusus
Keduanya ditemani Wakapolri Komjen Syafruddin dan Kepala BIN Budi Gunawan. “Kita ingin pemerintah segera menyelesaikan Undang-undang Antiterorisme sehingga akan memudahkan aparat penegak hukum untuk menindak, utamanya dalam pencegahan,” kata Jokowi di lokasi kejadian.
Pelaku Bom Bunuh Diri
Wakapolri Komjen Syafruddin menyatakan pelaku bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5/2017) malam, terdiri dua orang, semuanya meninggal.”Atas nama satu Ahmad Sukri, dan kedua Ichwan Nurul Salam (INS), keduanya adalah pelaku dan keduanya meninggal,” katanya, Kamis, 25 Mei 2017. Saat ini, Polri tinggal mengembangkan DNA, dan mencocokkan data antemortem untuk memastikan betul-betul, apakah mereka pelakunya atau bukan. “Karena tubuhnya hancur dan hanya ditemukan potongan-potongan tubuh di TKP,” ujarnya.
Dari hasil pulbaket serta data base yang penulis simpan selama ini nampaknya penyerang merupakan bagian dari jaringan JADKN (Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara) yang didirikan pada bulan Maret 2014, dan kini dibawah pimpinan Amman Abdurrahman . Inilah informasi tentang kaitan pelaku bom Kampung Melayu itu dengan JAKDN.
Ichwan (INS) merupakan warga asli Cibangkong, Bandung. Sudah dua tahun ia tinggal di sebuah rumah kontrakan di Jalan Cibangkong RT 02 RW 07 Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat bersama seorang istri dan dua anaknya, (berusia 6 dan 3 tahun). Sehari-hari INS berprofesi sebagai pedagang, berjualan susu murni di dekat kontrakannya dan akhir-akhir ini membuka usaha obat-obatan herbal di rumah kontrakannya itu.
Ilustrasi saat Anggota densus 88 melakukan penyergapan teroris di kantor Kelurahan Arjuna, Kota Bandung (foto : Pojok Bandung)
Menurut pamannya Yuniar Hidayat (40), paman INS, Ichwan diketahui lebih agamis. “Dua tahun yang lalu, dia jadi lebih agamis, seperti memperdalam agama,” Sebelum menjadi pelaku bom bunuh diri, INS berpamitan kepada keluarga pergi ke Tasikmalaya. Ia tidak berpamitan secara langsung kepada ibu atau keluarga besarnya. Ia hanya berpamitan kepada istrinya, Sabtu (20/5/2017). “Dia bilang ke istrinya. Saya tahu dari istrinya. Bilangnya mau ke Tasikmalaya bantuin konfeksi temannya,” kata Yuniar.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Komjen Pol Yusri Yunus saat memeriksa rumah kontrakan INS sejak Kamis (25/5/2017) pagi hingga siang menyita sejumlah barang milik Ichwan, diantaranya peralatan berkemah militer, paspor dan dokumen-dokumen lainnya. Selain itu, di rumah kontrakan itu terdapat poster dan selebaran-selebaran ajaran keyakinan tertentu. “Belum ditemukan adanya material pembuat bom di sini,” katanya.
INS, terduga pelaku teror bom panci Kampung Melayu, diduga satu jaringan dengan para pelaku teror bom panci di Taman Pendawa, Cicendo, Kota Bandung beberapa waktu lalu. “Istrinya sempat dikenalkan oleh suaminya (INS) ke salah satu pelaku bom panci di Cicendo yang namanya Agus,” kata Yusri. Agus sendiri ditangkap di indekosnya di Jalan Kebon Gedang III RT 02 RW 11, Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung pada Rabu (8/3/2017). Saat penangkapan itu, ditemukan sejumlah komponen bahan peledak. “Semuanya ini keterkaitan dengan yang Purwakarta juga,” katanya.
Presiden Jokowi di lokasi Kampung Melayu menyatakan, “Saya tegaskan sekali lagi tidak ada tempat di Tanah Air kita bagi terorisme” (foto : Dokumentasi Khusus)
Pelaku kedua, diidentifikasi bernama Ahmad Sukri, lahir di Bandung, 1985, dan bekerja sebagai buruh lepas. Sukri diketahui juga sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Menurut pengakuan ibu pelaku sudah selama tiga bulan Sukri terakhir tinggal di rumah kontrakan di wilayah Garut bersama istri dan anaknya, berdekatan dengan rumah kontrakan adiknya (22) yang bekerja sebagai penjahit pakaian. Anggota Densus 88 Polri menjemput orangtua A Sukri yang bernama Eti Hasanah, Kamis (25/5/2017) dari kediamannya di Kampung Ciranji/Rawatampele RT 04/05, Desa Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat untuk dimintai keterangan.
Pada Jumat (26/5/2017) , dini hari, polisi menangkap tigatersangka teroris berinisial A, W, dan J (26/5/2017) , dini hari di tiga tempat berbeda. A ditangkap di Jalan Mohammad Toha, Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung; W ditangkap di Jalan Rancasari, Kota Bandung; dan J ditangkap di kawasan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. “Perannya masih kita dalami. Termasuk kelompoknya. Tetapi kemungkinan mengarah ke pelaku yang di Cicendo (bom Taman Pendawa). Tapi harus dipastikan lagi,” kata Kabidhumas Polda Jabar, Kombes Pol Yusri Yunus.
Jamaah Anshar Daulah Sebagai Holding
Jamaah Anshar Daulah lebih lengkap namanya adalah Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara (JADKN), di dalamnya terdiri dari beberapa organisasi yaitu, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pemimpinnya Santoso yang sudah tewas, Mujahidin Indonesia Barat, Jamaah Islamiyah, Jamaah Anshorud Tauhid, tim Hisbah Solo, dan Tauhid wal Jihad (Amman Abdurrahman). Tim Hisbah ditangkap di Solo pada Agustus 2015. Tokohnya Ibadurahman alias Ali Robani alias Ibad, Yus Karman, dan Giyanto alias Gento telah ditangkap.
Tiga tokoh terkait ISIS, (Dari kiri) Abu Bakar al-Baghdadi, Abu Bakar Ba’asyir, dan Amman Abdurrahman (foto : detikX)
JADKN didirikan pada pertengahan Maret 2014. Sebagai pemimpin sementara saat itu adalah Marwan alias Abu Musa sebelum tampuk kepemimpinan diserahkan ke Amman Abdurrahman. Abu Tholut, mantan anggota markaziah JI dan juga mantan ketua Mantiqi III Jamaah Islamiah, alias Imron Baehaqi, menjelaskan bahwa amir JAKDN saat ini adalah Amman sedangkan Abu Bakar Ba’asyir menjadi penasehat.
Amman kini ditahan di Lapas Kembang Kuning Nusakambangan, sedang Ustadz Ba’asyir di Lapas Gunung Sindur Bogor. Amman sebagai pemimpin Tauhid Wal Jihad memiliki anggota hanya sekitar 400 orang tetapi sangat militan. Amman sudah berba’iat kepada Amir ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Bahrun Naim , warga Indonesia di Suriah yang selalu berhubungan dengan jaringan Amman Abdurrahman.
Dari hasil penangkapan Densus 88, terkuak beberapa aksi JAKDN, misalnya, pada hari Sabtu (10/12/2016) Densus 88, menangkap tiga orang terduga teroris yang terdiri dari dua pria dan satu wanita di dua lokasi. Dua pria yakni Nur Solihin (NS) dan Agus Supriyadi (AS) ditangkap di dalam mobil di saat melintas di dekat Fly Over Kalimalang. Sementara satu wanita atas nama Dian Yulia Novi (DYN) ditangkap di kos-kosan Jalan Bintara VIII RT 04 RW 09, Kota Bekasi.DYN menurut pengakuan siap akan menjadi pengantin menggunakan bom Panci Presto atas arahan Bahrun Naim, untuk menyerang pergantian penjagaan di Istana.
Pada hari Rabu (21/12/2016), Densus 88 menangkap sejumlah pelaku terduga teroris di dua lokasi berbeda di Tangerang Selatan. Penangkapan pertama dilakukan di Jalan Raya Serpong, atas nama Adam. Sedangkan lokasi penangkapan kedua di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten, dimana tiga terduga teroris lain (Omen, Iwan dan Helmi), tewas ditembak karena melakukan perlawanan merupakan satu kelompok dikendalikan oleh Bahrun Naim, juga tergabung dalam JADKN.
Pada hari Minggu (25/12/2016), Densus menggerebek empat terduga teroris di Cibinong, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dari empat orang yang digerebek, dua dinyatakan tewas karena melawan saat ditangkap. Karo Penmas Polri, Brigjen Pol Rikwanto menyatakan, “Para terduga teroris akan merencanakan aksi pidana terorisme pada hari raya natal dan Tahun Baru 2017,” katanya. Menurut Rikwanto, terduga teroris yang digerebek di Kelurahan Babakan, Setu, Tangerang Selatan, Banten, merupakan satu jaringan dengan kelompok bom panci Bekasi dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Bom Panci presto murah dan mematikan. Bom Panci Kampung melayu pancinya dibeli di Padalarang, bon pembelian masih dikantungi pelaku (Foto : Tribun Kaltim)
Bom panci meledak di Taman Pandawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Senin (27/2/2017) pagi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Pelaku bernama Yayat Cahdiyat tewas ditembak karena melawan petugas kepolisian. Polisi juga menangkap Agus Sujatno alias Abu Muslim dan Soleh alias Gungun. Mereka merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan ISIS. Soleh berperan sebagai penyandang dana. Sedangkan Agus berperan sebagai penyandang dana sekaligus membantu merakit bom panci.
“Sel-sel jaringan Aman Abdurrahman yang pernah membaiat mereka melalui online, ketika berada di dalam Nusakambangan kemudian pertemuan JAD di Malang, dibaiat melalui online,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (13/3/2017).
Sama dengan Maman, Yayat merupakan residivis kasus terorisme yang pernah dipenjara selama 2 tahun. Menurut Boy, Yayat sempat melakukan komunikasi dengan sel-sel terorisme lainnya dari dalam lapas. “Proses pascabebas yang akhirnya mempertemukan mereka kembali dengan semangat euforia radikalisme di ISIS dengan sel JAD,” tutur Boy.
Polri Masih Menjadi Target Utama Teroris
Dari beberapa informasi tersebut diatas, mulai terlihat benang merah antara bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu dengan beberapa kasus bom di daerah Jawa Barat dan Jakarta. Ichwan nampaknya mengenal Agus Sujatno alias Abu Muslim dan Soleh alias Gungun yang terkait bom panci Taman Pendawa. Agus termasuk penyandang dana dan perakit bom dan tercatat sebagai anggota Jamaah Anshar Daulah (JAD).
Dari kasus di Kampung Melayu, dimana korban tewas (tiga) dan lima lainnya luka-luka, menunjukkan di kawaan terminal yang padat manusia, justru korbannya mayoritas anggota polisi. Menarik yang dikatakan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, saat itu Senin (13/3/2017), saat ini Boy menjabat sebagai Kapolda Papua, “Motivasinya tetap ingin melakukan aksi balasan. Ini wujud aksi balasan yang mereka lakukan dengan melakukan serangan balik ke markas petugas,” katanya.
Jaringan teror JAD masih ingin membalas dengam kepada Polisi, berarti harus waspada masih menjadi target utama (foto : Nasional Kompas)
Dari hasil pemeriksaan para tersangka, Polri menyebut motif pelaku bom panci di Kota Bandung untuk membalas dendam terhadap polisi. Mereka ingin melakukan aksi teror di markas-markas petugas kepolisian. Rencana teror di Bandung saja ada beberapa lokasi yang menjadi target pelaku, di antaranya Mapolda Jawa Barat, Pos Lalu Lintas Geger Kalong, dan Polres Cianjur. Serangan bom panci kecil, tetapi pesannya sampai tentang eksistensi keberadaan mereka. Strategi penyerangan mereka ganti dengan cara seperti ini. Motif teror itu yang penting pesannya sampai, mereka ingin dipeduli kan dengan apa yang mereka inginkan.
Nah, dengan demikian, maka mapping menjadi lebih jelas, pembentukan sel-sel di dalam negeri umumnya terkait dengan JAD atau JADKN yang dapat disebut sebagai holding. Umumnya jaringan yang sudah berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi, Amir ISIS atau Islamic State justru dikendalikan oleh Amman Abdurrahman yang masih mendekam di LP Nusakambangan. Holding ini mengait ke markas ISIS pusat melalui Bahrun Naim, WN Indonesia yang ada di Suriah. Dialah penyandang dana serta pengatur kodal serangan di Indonesia.
Keberadaan Bahrun Naim di Suriah, mirip dengan posisi Mohammad Ali Baryalei, tokoh ISIS asal Australia, yang dikabarkan tewas pertengahan Oktober 2014. Ali Baryalei dipercaya sebagai sosok yang merekrut banyak pejuang ISIS asal Australia. Menurut catatan pemerintah, sekitar 60 warga Australia bergabung dengan ISIS dan Ali dikabarkan merekrut separuhnya. Ali memegang Kodal Suriah-Australia dan pernah memerintahkan sel di Sydney dan kota lainnya di Australia untuk melakukan teror.
Tokoh teroris ISIS asal Australia Mohammad Ali Baryalei, pengatur kodal ke Australia, setelah tewas, teror di Australia reda (foto :ABC)
Setelah dia tewas, maka aksi teror di Australia mereda. Jadi persoalan teror terhadap polisi nampaknya mirip kasus ini, intinya berada di Suriah, ini yang harus di-counter dengan ops clandestine. Selain itu, menggeliatnya jaringan ISIS di Filipina juga perlu diwaspadai, karena beberapa militan radikal Indonesia berada di sana dan link tetap ada. Pemutusan hubungan memang agak sulit dengan kemajuan teknologi, tetapi dengan kemampuan teknologi BIN dan Polri, masalah pasti dapat dipecahkan.
Sebagai penutup penulis mengingatkan kepada aparat terkait dan anggota DPR perlu bersama-sama memenuhi keinginan Presiden Jokowi,agar revisi Undang-undang Nomor. 15/2003 tentang Terorisme segera diselesaikan, sehingga akan memudahkan aparat penegak hukum untuk menindak, utamanya dalam pencegahan.
Ikon ISIS WN Indonesia di Suriah Bahrun Naim, makin eksis, pengatur kodal serangan di Indonesia, sekelas dengan Ali Baryalei yang sudah tewas (foto : detikNews)
Sebuah serangan teror umumnya tidak berhenti pada satu aksi, perlu diwaspadai kemungkinan serangan lanjutan. Yang perlu diingat, aksi teror memang sulit diantisipasi, karena inisiatif di tangan penyerang. Ini pekerjaan intelijen bukan hanya pekerjaan law enforcement. Kira-kira begitu, maaf Pak Tito, hanya sekedar saran dari Old Soldier sebagai mantan Kelompok Ahli BNPT.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen
Tiga hari setelah umat Islam melaksanakan ibadah Puasa, penulis dimintai pendapat sebagai narasumber oleh media BNPT tentang kemungkinan teror pada bulan Ramadhan tahun ini.
Penulis menyatakan, “Memang potensi aksi di bulan Ramadhan ini kecil, tapi kita tetap harus waspada. ISIS sebagai induk kelompok teror memang terkesan mulai mengubah strategi, dari yang sebelumnya sembarangan kini mulai hati-hati memilih sasaran, misalnya aparat keamanan, agar tidak memancing kemarahan umat Islam.
ISIS memiliki cita-cita mendirikan khilafah dan itu membutuhkan dukungan dari umat Islam. Oleh karena itu, kecil kemungkinan mereka melakukan aksi teror pada Ramadhan yang bisa membuat marah umat Islam.”
Densus-88 terus mengejar Teroris, tetapi ironisnya anggota Polri lainnya menjadi target panas serangan kelompok JAD (foto : Okezone)
Akan tetapi, strategi itu mungkin saja tidak dipahami oleh sel-sel teroris di bawah sehingga potensi terjadi teror tetap ada. “Yang sel-sel kecil ini biasanya tidak berpikir pintar dan sekadar ingin melampiaskan dendamnya saja sehingga bisa saja mereka melakukan aksi, terutama dengan sasaran aparat kepolisian,” Hal itu terjadi, karena orang-orang itu hanya didoktrin untuk “berjihad”, termasuk membalas polisi yang menangkap dan menewaskan kawan-kawan mereka.
Teror di Mapolda Medan
Pada hari Minggu (25/6/2017) sekitar pukul 03.00 WIB, pos penjagaan di Markas Polda Sumatera Utara diserang dua orang yang diduga jaringan terorisme. Akibat serangan yang menggunakan pisau seorang anggota Polri atas nama piket Aiptu Martua Sigalingging tewas ditikam di leher, dada, dan tangan.
Densus melakukan penggerebekan rumah SP terduga teroris di Medan (Foto : MedanSatu)
Pihak penyerang kemudian ditembak oleh anggota Brimob penjaga lainnya. Kedua pelaku diketahui berinisial SP (47) dan AR (30) mencoba membakar pos tetapi gagal. Pelaku juga mencoba membakar ruangan pos. Diketahui bahwa AR yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjual jus merupakan warga jalan Sisingamangaraja, Simpang Limun, Medan, Sumatera Utara, tewas ditembak anggota polisi lainnya di lokasi. Sedangkan SP yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjual rokok, walau mengalami luka tembak selamat jiwanya. Ia merupakan warga Jalan Pelajar Ujung, Gang Kecil, Medan.
Kapolda Sumatera Utara Irjen Rycko Amelza Dahniel dalam pengembangan menyatakan, pihaknya telah menangkap lima terduga teroris lainnya, dalam operasi perburuan 13 jam pascapenyerangan. Polda Sumut telah menetapkan lima tersangka tersebut yang mempunyai andil dalam membantu penyerangan. Dikatakannya ada yang berperan membantu perencanaan penyerangan, memperbanyak dokumen propaganda dan indoktrinasi tentang kekerasan dan perang, serta membantu memperbanyak membuat video ISIS dari Suriah.
Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel saat konperensi pers
Saat Densus 88 menggeledah rumah salah satu pelaku teror.yang diketahui rumah Syawaluddin Pakpahan (SP), didapatkan beberapa barang bukti keterkaitan jaringan ini dengan ISIS. Beberapa tahun lalu, SP diketahui pernah bergabung dengan ISIS di Suriah, temuan ini dibenarkan pihak polisi.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan bahwa kedua pelaku penyerang polisi itu adalah sel dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dikatakannya, mereka menyasar polisi, “karena polisi dianggap sebagai kafir harbi. Kafir yang menyerang mereka. Jadi harus diprioritaskan,” katanya. Kami sudah mensinyalir ada sel dari kelompok JAD yang punya niat melakukan serangan di sana,” kata Kapolri, Minggu (25/6/2017).
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian penulis kenal sebagai pakar masalah terorisme, mantan Kadensus, Kepala BNPT, kini faham harus bagaimana menangani ancaman serius itu (foto : Tribunnews)
Dugaan tersebut berdasarkan penangkapan tiga orang pada dua pekan lalu di kawasan Medan yang terkait dengan organisasi FUI (Forum Umat Islam). Dimana pada hari Rabu (7/6/2017), Densus 88 melakukan penangkapan tiga aktivis ormas Islam. Salah satu yang diamankan adalah Ketua Laskar Forum Umat Islam Sumatera Utara (FUI Sumut), Azzam Alghozi alias Abu Yakub (48). Ketua FUI Sumut, Ustaz Indra Suheri mengatakan, Azzam memang bagian dari FUI Sumut.
Analisis
Penyerangan angota Polri yang sedang bertugas jaga dapat dikatakan cukup berani dan nekat. Dalam kondisi pengamanan malam lebaran, diperkirakan penebalan terjadi di Polda. Akan tetapi nampaknya AS dan AR telah mempelajari titik lemah dan lengahnya para petugas jaga yang lelah dengan rangkaian pengamanan Ramadhan.
Sebenarnya seperti dikatakan oleh Kapolri, indikasi akan terjadinya serangan sudah tercium dan terdeteksi. Densus sudah tepat dalam mengejar jaringan JAD Medan yang melekat ke organisasi FUI. Hanya disayangkan waktu dua pekan lebih pengembangan tidak berhasil memastikan rencana selanjutnya. Disinilah terlihat tingkat kesulitan dalam mendeteksi rencana serangan, terlebih pelaku kini terinspirasi serangan di London misalnya, teror cukup dilakukan dengan pisau. Dampak serangan berbentuk teror tidak tergantung jumlah korban, tetapi efek psikologis yang muncul serta pemanfaatan momentum.
Simpatisan ISIS di Indonesia cukup banyak, harus dijaga agar tidak terbentuk kesatuan bersenjata (foto : Media Informasi)
Dalam melakukan amaliah, jelas SP mempunyai pengalaman tempur di Suriah, walaupun rekannya tewas, paling tidak dampak serta eksistensi serangan cukup besar. Seperti penulis perkirakan mereka kcil kemungkinannya akan menyerang pada bulan Ramadhan karena takut dimusuhi umat Islam Indonesia. Prediksi memang tepat, serangan dilakukan pagi hari Idul Fitri, dimana Polri tetap sebagai target panas.
Mengapa serangan dinilai sukses? Pertama, sulit mendeteksi ketepatan waktu dan pola serangan serta arah target, inisiatif berada di tangan penyerang. Kedua, pihak Polri (baca Densus 88) walaupun aparat kontra teror tetap sebagai bagian penegak hukum. Polisi terkunci dengan UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dimana polisi tidak dapat bertindak apabila belum ada pelanggaran hukum.
Dalam kondisi ini, maka polisi akan terus menjadi ‘target panas’ seperti dikatakan Tito sebagai kafir harbi. Oleh karena itu penulis menyarankan, sebaiknya dalam revisi UU tersebut seperti diperintahkan oleh Presiden Jokowi, agar TNI dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Semua tindakan penanggulangan maupun pencegahan terorisme harus bermuara dalam UU No.15/2003 yang sedang digodok untuk revisi (foto : Cirebon)
Arahan presiden menurut penulis adalah konsep pemikiran yang sudah melalui penilaian strategis dan perkiraan terhadap ancaman teror terhadap bangsa dan negara di masa depan. Penulis menilai bahwa kekhalifahan ISIS di Irak (Mosul) dan Suriah (Raqqa) akan lebur dan jatuh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Para jihaddis sudah ada yang kembali ke negara-masing-masing.
Nah, Indonesia harus siap menerima kembalinya sekitar 400-500 mereka yang kini masih bergabung di Timur Tengah. Apabila penanganan tetap dengan SOP saat ini, UU tidak juga selesai, maka Polri akan terus menjadi target makin panas dan serangan akan bisa makin meluas. Secara ideal operasi gabungan kontra teror, dimana intelijen ditangani TNI berkolaborasi dengan BIN dan penindakan hukum tetap diawaki Densus/Polri akan merupakan jalan keluarnya.
Seorang SP saja yang belajar neror di Suriah sudah mampu membuat berita besar yang menggidikan, lantas bagaimana kalau 400 yang di sana itu balik kampung? Persoalannya bukan kita tidak percaya kepada Polri dan Tito, selama ini Densus mampu menanganinya. Tetapi, dari persepsi intelijen strategis, penulis mengendus ancaman kedepan, serangan bukan hanya berbentuk teror belaka, ada permainan proxy disitu. Ancamannya sangat serius yaitu keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Indah, apabila DPR, BIN, Polri dan TNI bersepakat duduk dalam satu meja. Kira-kira begitulah pendapat penulis.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen
Terjadinya serangan kepada anggota Polri berupa penikaman dengan pisau kembali terjadi setelah kasus penyerangan anggota jaga di pos jaga Polda Sumut yang mengakibatkan seorang anggota polisi tewas. Malam ini Jumat (30/6/2017) sekitar pukul 19.40WIB, (lima hari setelah kasus penikaman) di Polda Sumut, terjadi penikaman dua anggota Brimob di Masjid Faletehan disebelah lapangan Bhayangkatra Mabes Polri.
Sebelumnya juga pernah terjadi penusukan dimana Kapolsek Tangerang, Kompol Efendi, bersama dengan Iptu Bambang Haryadi, Kanit Dalmas Polres Metro Tangerang Kota dan Bripka Sukardi anggota satuan lalu lintas Polsek Benteng, menjadi korban penyerangan dan penusukan pada hari Kamis (20/10/2016). Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Pol Awi Setiyono, “Effendi luka tusuk, Bambang luka dada kiri dan punggung kiri, Sukardi luka punggung kanan dan lengan kanan. Ketiganya sudah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Kota,” katanya.
Korban penikaman di masjid Faletehan adalah AKP Dede Suhatmi anggota Resimen 1 Gegana dan Briptu M Syaiful Bakhtiar Resimen 3 Pelopor yang siaga pengamanan lebaran dengan dislokasi lapangan Bhayangkara Mabes Polri. Keduanya mengalami luka-luka tusukan yang cukup serius dan dibawa ke RS Pertamina. Pelaku yang mengenakan baju biru serta jeans biru usai menikam aparat, kemudian mengancam jamaah masjid sembari mengacung-acungkan pisau tersebut dan terus berteriak ‘thogut’ (merujuk kepada sesuatu yang disembah atau ditaati selain Allah). Dia tidak menyerang jamaah sipil lainnya.
Suasana usai penusukan anggota Brimob di Masjid Faletehan (foto : JawaPos)
Pelaku mencoba melarikan diri kearah terminal Blok M dan kemudian saat akan ditangkap anggota Brimob lainnya melawan dan terpaksa ditembak hingga tewas. Hingga saat ini tim Labfor Polri sedang melakukan olah TKP untuk menemukan identitas pelaku serta motif serangan.
Polri Perlu Segera Melakukan Pemeriksaan Sekuriti
Pemeriksaan sekuriti adalah salah satu bagian pengamanan terkait dengan SOP serta pengamanan fisik organisasi satuan dan personil. Dalam pemahaman intelijen dilakukan penilaian terhadap pengamanan informasi, kegiatan, pribadi serta organisasi. Hal ini perlu segera dilakukan karena ancaman teror sudah masuk ke ring satu markas polisi tingkat Polda dan kini di sekitar Mabes Polri.
Penyerang di Polda Sumut diberitakan pihak Polri adalah jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang kini merupakan organisasi yang sudah berbai’at ke pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Simpatisan serta kader aktifnya tersebar dengan inti para anggota Tauhid wal Jihad (sekitar 400) pimpinan Amman Abdurahman, yang kini menjadi pimpinan JAD. Amman hingga kini masih mendekam di Lapas Kembang Kuning Nusa Kambangan.
Anggota Brimob tewas ditusuk di Polda Medan dan kini dua Brimob ditusuk di dekat Mabes Polri. Pisau merupakan senjata utama teror (foto : Poskota)
Penyerang JAD kini terinspirasi serangan teror di luar negeri, yang menggunakan senjata sederhana seperti pisau, bisa juga melakukan teror dengan mobil seperti yang dilakukan di Perancis dan London Inggris. Kini kembali serangan dengan pisau terjadi di dekat Mabes Polri, nampaknya betul terinspirasi. Dari dua kasus, apabila ditijau dari sisi pengamanan intelijen menunjukkan adanya keteledoran para anggota, lengah di pos jaga dan lengah di tempat umum walaupun di Masjid.
Perlu diingat bahwa para penyerang yang sudah tercuci otak dengan ideologi ISIS sudah terdoktrin siap berjihad, siap mati sahid dalam pemahaman mereka, artinya siap mengorbankan nyawa. Mereka, khususnya para simpatisan sulit dideteksi karena banyak diantaranya yang bahkan sudah di bai’at tidak terdaftar, tetapi hatinya sudah memiliki keyakinan penuh. Inilah yang kini dihadapi oleh Polri, lawan yang siap mati.
Kapolri menjelaskan masalah terkait dengan terorisme (foto : detikNews)
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, mereka menyasar polisi, “karena polisi dianggap sebagai kafir harbi. Kafir yang menyerang mereka. Jadi harus diprioritaskan,” katanya. Nah, sudah jelas baik jajaran polisi, khususnya par anggota di bawah akan menjadi target buruan, akan diserang saat lengah.
Oleh karena itu Polri sebaiknya melakukan pemeriksaan sekuriti, menyusun SOP baru yang disesuaikan dengan ancaman yang setiap saat bisa muncul. Polisi dalam melaksanakan tugasnya sangat dekat dan bersentuhan dengan masyarakat, dimana teroris bisa berbaur, menyamar dan mendadak melakukan serangan dengan pisau yang mudah didapat. Teror kini tidak perlu dengan bom, tetapi kita lihat efek gentarnya cukup hebat. Bunuh satu yang akan takut bisa mencapai sejuta. Polisi untuk sementara harus saling melindungi dan siaga setiap saat. Inisiatif ditangan penyerang, ini yang makin menyulitkan, lawan tersebar membaur dengan masyarakat.
Principle dan Handler Teroris
Dalam sebuah operasi intelijen, pengertian principle adalah mereka yang mendanai, berada di posisi teratas, dia yang memilih, menentukan handler (pengendali). Para handler adalah orang yang dipilih untuk memimpin serangan, biasanya membawahi para agen pelaksana lapangan dan agen pendukung.
Apakah ketiga mereka ini ( Bahrun Naim, Bahrumsyah dan Abu Jandal) sebagai principle atau arsitek dan penyandang dana aksi teror di Indonesia? Ataukah ada kekuatan proxy lain yang memanfaatkan mereka ? (Foto : Harian Indo)
Kini yang terpenting dilakukan pendalaman oleh pihak Polri adalah mencari siapa principle itu. Apakah betul si principle hanya mereka yang menjadi bagian organisasi JAD atau yang ada di Suriah itu? Ataukah ada principle lain diluar mereka? Kelompok terorisme bisa juga dimainkan dan dimanfaatkan untuk kegiatan proxy war. Densus-88 memang selama ini mampu membuat mapping kelompok teroris di Indonesia. Tetapi dengan kembalinya para jihaddis yang terlatih, mereka akan berubah menjadi ancaman yang jauh lebih serius dan berbahaya.
Dari perkembangan di Timur Tengah, nampaknya Islamic State mulai menerapkan prinsip desentralisasi operasi serangan teror. Sel-sel IS diberi kewenangan melakukan teror di negara manapun dengan target yang mereka pilih sendiri. Para pelaksana adalah mereka yang kembali dari Suriah dan yang teradikalisasi atau termotivasi ideologi teror. Bagi Indonesia, teori serupa pernah terjadi saat sel Jamaah Islamiyah juga menginstruksikan serangan yang berdiri sendiri dengan target yang dipilihnya sendiri. (Baca artikel penulis : http://ramalanintelijen.net/latar-belakang-serangan-teror-di-paris-dan-prinsip-desentralisasi/).
Kembali ke dua kasus di Medan dan Jakarta, nampaknya infiltrasi penyerang dapat dikatakan sukses, walaupun korban tewas satu dan dua luka-luka. Tetapi yang perlu dipikirkan, dampak psikologis akan semakin besar, yaitu kepercayaan masyarakat kepada polisi. Saat ini dampak masih kecil, karena yang diserang hanya polisi, tetapi bagaimana dampaknya apabila serangan digeserkan ke arah masyarakat.
Dari data intelijen konsep kerusuhan masa lalu (the past), tiga kota yang dikenal sebagai hot spot yang perlu diwaspadai yaitu Medan, Jakarta dan Solo. Dari tiga wilayah memungkinkan diserang (the future), apabila terkait principle diluar JAD, setelah Indonesia Barat, peluang bisa ke Tengah atau Timur.
Beberapa Badan Intelijen di Indonesia (foto : CNN Indonesia)
Nah, dalam hal ini, kartu truf yang harus dimainkan adalah operasi intelijen. Lebih spesifik operasi clandestine. Yang perlu diantisipasi adalah menetralisir si principle itu. Yang penulis khawatirkan ada pihak luar ikut bermain di Indonesia. Polisi adalah salah satu kekuatan penopang negara ini, maka harus digoyang, kira-kira begitu. Sebuah serangan terhadap institusi selalu mengarah kepada target yang lebih tinggi, artinya institusi diatas Polri berarti pimpinan nasional.
Semua masih misteri, tetapi kita faham siapa ISIS itu dan akan kemana jihaddis itu akan dibawa dan dimanfaatkan. Kira-kira itu pekerjaan rumah Polri dan badan intelijen lainnya. Dari indikasi, nampaknya serangan sporadis akan memungkinkan kembali muncul, karena itu Polri perlu segera membenahi sistem sekuritinya.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen
Apa yang paling ditakuti pejabat tapi sekaligus disukai? ‘Jawabannya’ korupsi. Tapi memang jalan pintas termudah mendapat uang adalah dengan memanfaatkan jabatan, memanfaatkan kesempatan selama berkuasa. Walaupun tetap ada juga pejabat yang bertahan pada posisi ingin bersih dari upaya pemanfaatan atau dimanfaatkan terkait jabatannya. Uang hasil korupsi itu manis tetapi beracun.
Korupsi Racun Mematikan
Korupsi bisa disebut sebagai racun mematikan, manis rasanya, proses cepat dan hasilnya banyak, tetapi racunnya mematikan. Mematikan siapa? itu pertanyaannya. Mematikan si pelaku, sekaligus juga mematikan organisasi ataupun negara yang dia korupsi. Mari kita bicara kematian seseorang dari sisi psikologis karena korupsi.
Kita lihat, dalam beberapa kasus, apabila seseorang dijadikan tersangka (TSK), maka ada tiga hal yang diperlihatkannya, marah, senyum atau pasrah. Yang sedang ramai kini di media menyangkut tokoh sebuah parpol adalah marah dan mencoba membela diri dengan pelbagai alasan, “Saya tidak korupsi, itu upaya untuk mendegradasi citra saya, pembunuhan karakter.” Terus teman-temannya membela, betul dia tidak korupsi, uang yang diterimanya halal atau sodaqoh, atau hibah? Atau apalah alasannya, dari versinya.
Dari kasus-kasus terdahulu, tidak peduli dia pejabat eksekutif, DPR/DPRD, mau Yudikatif, begitu dijadikan TSK oleh KPK atau Kejagung, maka dunianya seakan kiamat. Kalau hukuman sih tidak berat-berat betul, tetapi yang paling berat keruntuhan citranya yang dibangun selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidupnya. Belum lagi keluarganya akan menerima nista, anaknya diejek teman-temannya “Bapakmu koruptor ya?” pertanyaan yang menyakitkan bagi keluarga.
Kalau sudah dijatuhi putusan sidang Tipikor, maka si terdakwa bisa tetap tegar atau mungkin dia akan lumpuh, bahkan ada yang bahasa jawanya “ngrenes“, kemudian meninggal dunia di dalam penjara. Umumnya para TSK bisa survive karena apa sih yang tidak bisa diatur? Baru saja diberitakan media elektronik, ada kamar tahanan yang pakai AC, Wifi, ada piara ikan arwana, dan makan khusus. Mengakibatkan Kalapas dicopot Menkumham. Belum lagi kata pembezuk, ada yang suka nanggap musik, ada cafe dan punya pegawai diantara sesama tahanan.
Ilustrasi antara copet dan koruptor (sumber :Terongist)
Ada yang baru keluar penjara mengatakan, yang jadi target adalah terpidana tipikor, narkoba baru yang lain-lain di grade bawah. Yang penting masih punya dana emergency. Jadi secara umum tidak ada yang ditakuti pejabat yang mau korupsi, toh nanti bisa diatur, terlebih kalau sebelumnya bisa diselesaikan secara adat. Tapi ada yang dilupakannya, namanya rusak, citranya jatuh, karir politiknya bisa habis (kecuali mereka yang nekat dan urat malunya putus). Entah bagaimana nanti pertanggung jawabannya di dunia lainnya itu.
Daya Rusak Korupsi Tinggi dan Berbahaya
Penulis pernah menyusun artikel terkait dengan korupsi, disebut sebagai salah satu hambatan terbesar bagi pembangunan ekonomi dan sosial di seluruh dunia. Praktik korupsi mendistorsi pasar dan menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.
Aksi Demo Aktivis Anti Korupsi, Jalan Balai Kota Medan (foto : TribunNews)
Pengaruh korupsi tidak hanya bidang ekonomi, korupsi juga melemahkan supremasi hukum dan memengaruhi stabilitas politik dan menghambat kohesi sosial. Pemberontakan yang pernah terjadi di Afrika Utara dan Timur Tengah menunjukkan bagaimana korupsi yang meluas dapat menimbulkan keresahan sosial dan berakibat terjadinya pemberontakan. World Economic Forum dan organisasi internasional lainnya semakin mencurahkan perhatian terhadap korupsi yang dinilai mempunyai daya rusak yang tinggi.
Yang paling berbahaya apabila terjadi korupsi terorganisir dan sistem, korupsi yang terorganisasi dengan baik, sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan, Hasan Hambali (2005). Sebagai contoh, kasus besar di Papua sulit dikontrol masa kini karena masa lalu kepala pejabat sudah mereka beli, katanya begitu. Kasus e-KTP nampaknya juga masuk dalam teori ini.
Korupsi apabila dibiarkan akan berdampak terhadap makroekonomi, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam jangka pendek pengaruhnya belum akan terlihat, tapi dalam jangka panjang korupsi sangat mematikan pertumbuhan ekonomi (Sindhudarmoko).
Korupsi melemahkan supremasi hukum, memengaruhi stabilitas politik dan menghambat kohesi sosial. Apabila disebuah negara korupsi meluas, maka pemberontakan hanyalah soal waktu, karena hilangnya kepercayaan masyarakat dan timbulnya frustrasi rakyat (World Economic Forum).
Jadi dapat disimpulkan secara teori, korupsi akan menghambat pertumbuhan ekonomi, melemahkan supremasi hukum dan memengaruhi stabilitas politik dan menghambat kohesi sosial. Terakhirnya, korupsi yang meluas dapat menimbulkan sebuah keresahan sosial dan berakibat terjadinya pemberontakan.
Demo anti korupsi, apakah logo menunjukkan rakyat semakin frustrasi dengan makin maraknya korupsi? (Foto : NewsArchived)
Kini kita bertanya, seberapa besar keresahan sosial yang ada, kalau besar dan rakyat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah yang dianggap lemah dalam menangani korupsi, maka pemberontakan tinggal menunggu waktu. Akan lebih berbahaya apabila stabilitas politik keamanan ada yang sengaja menggoyang. Maka api akan membesar seperti disiram bensin, kita bisa terbakar ramai-ramai.
Kesimpulan
Ujian berat KPK, menghadapi lawan politik, beranikah menuntaskan kasus SN dan MAR? (foto : MalangTimes)
Korupsi masih merupakan momok menakutkan bagi Indonesia, sangat sulit memberantasnya karena demikian banyak yang terlibat. Kini KPK adalah ujung tombak pemberantasan korupsi, nampaknya akan coba dilibas oleh kepentingan politik. Yang perlu diingat, rakyat itu dibelakang KPK, salah-salah DPR gantian digeruduk rakyat yang diam-diam sudah jenuh. Kita perlu menyadari sebelum terlambat, korupsi adalah racum mematikan bagi manusia maupun negara.
Membela diri boleh, tetapi tidak perlu harus berteriak dan bergaya-gaya ‘saya bersih’, serahkan kepada KPK kalau dijadikan TSK, pertahankan di pengadilan Tipikor nanti. Orang harus hati-hati berbicara, salah-salah dalam persepsi intelijen itu akan menjadi titik matinya. Titik rawan yang akan melumpuhkannya. Sederhana contohnya ‘Titik mati Ahok yang awalnya superior, kini masuk penjara dan mulai dilupakan orang, hanya karena menyentuh al-Maidah”.
Ilustrasi, demo mahasiswa, Selamatkan Indonesia (foto : info-antual)
Kita lihat nanti pada saatnya, apakah masih ada yang mau membela kalau sang tokoh disentuh titik matinya, diperiksa KPK dan lebih-lebih kalau dijadikan TSK, nasibnya bisa seperti Ahok, masuk tahanan dan akan dilupakan. Kini ada dua ujian keberanian KPK yang kita tunggu, pertama kasus SN dan kedua MAR. Hati-hati saja Pak Agus dan team, salah-salah justru KPK yang dibubarkan atau diamputasi. Tapi tidak usah takut, menurut penulis rakyat masih sangat kuat dibelakang KPK. Bagi dua tokoh tersebut, kalau bebas, ya selamat berjuang dan berkarya deh, kalau jadi TSK ya, Astaghfirullah. Lantas, siapa yang menyelamatkan Indonesia kalau begini terus???
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis intelijen
Berita besar politik pada bulan Juli 2017 adalah ditetapkannya Ketua Umum Golkar, Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan secara resmi pada hari Senin (17/7/2017) telah memiliki bukti penetapan tersebut. “Kami bawa (Setya Novanto) ke penyidikan ini tidak serampangan. Kami punya dua alat bukti yang kuat. Kita akan gelar di pengadilan. Kita akan buka semua bukti di pengadilan, tegasnya. Menurut Agus, KPK akan membuktikan keterlibatan Setnov dalam persidangan.
Dalam kasus ini penulis bukan menganalisis masalah terkait Setnov, tetapi dari sudut pandang intelijen ada hal yang jauh lebih penting dipikirkan, yaitu bagaimana Partai Golkar sebaiknya segera memutuskan, mengambil sikap untuk menyelamatkan diri, disamping perlu diselamatkan. Dalam sistem politik bangsa Indonesia, penulis mendudukan Golkar sebagai angker (jangkar) politik Indonesia disamping PDIP. Apabila partai ini rusak atau dirusak karena kepentingan atau ambisi sesaat tokohnya sendiri, jelas sangat memprihatinkan dan merugikan Bangsa Indonesia.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengumumkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP (foto : Kopel Online)
Apakah dengan penetapan Setnov sebagai tersangka korupsi e-KTP, Golkar akan runtuh? Nah, inilah yang akan penulis coba bahas dari sisi intelijen komponen politik. Dari persepsi intelijen penulis selalu menggunakan data-data the past, the present serta prediksi masa mendatang.
Golkar Yang Besar dan Kuat Tapi Rapuh
Mengacu basic descriptive intelligence, pada tahun 2012, dua tahun menjelang pemilu 2014, penulis membuat analisis dengan judul Golkar Yang Besar dan Kuat Tapi Rapuh. Siapa saat itu yang tidak percaya Partai Golkar itu besar dan kuat? Partai ini pernah menjadi the rulling party (partai penguasa) selama 32 tahun saat jamannya pak Harto di era Orde Baru. Kemudian saat Pak Harto jatuh, banyak yang berfikir kalau Golkar akan mengecil, menciut, bahkan ada yang berfikir habislah partai beringin ini, tapi ternyata tidak. Golkar tetap eksis dan besar, mampu menunjukkan dirinya sebagai partai senior yang berisi politikus handal dan cerdik.
Golkar mampu menyesuaikan diri, beradaptasi dengan sikon (situasi dan kondisi) perkembangan politik di Indonesia, menurut terminologi Jawa dikatakan “ampuh.” Tetapi, sejak Pak Harto jatuh pada tahun 1998, Golkar yang tetap menjadi parpol papan atas tidak pernah sekalipun berhasil menjadikan kadernya sebagai presiden. Prestasi jabatan tertinggi hanya diraih oleh JK (Jusuf Kalla) sebagai kadernya menjadi wakil presiden. JK hanya mendampingi presiden SBY dari tahun 2004-2009. Itupun JK menjadi wapres bukan karena dicalonkan oleh Golkar yang mengusung calon sendiri. Pada era pemerintahan kedua Presiden SBY, posisi JK sebagai kader Golkar tergeser, digantikan oleh Bapak Budiono.
Suasana pada Munaslub Golkar Tahun 2016 (foto : Tempo)
Pada 2004, kedudukan Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum demikian kuat, akan tetapi Golkar memilih konvensi, yang entah bagaimana terjadinya dimenangkan oleh Wiranto berpasangan dengan Gus Sholah yang gagal maju ke putaran kedua. Pada 2009, kembali Golkar salah posisi, keputusan di Rapimnas mendukung JK, tetapi survei menunjukan bahwa JK hanya lebih kuat sebagai wapres. Dengan pemaksaan kondisi ini, akhirnya pasangan JK-Wiranto dalam pilpres 2014 gagal, perolehan suaranya jauh dibawah pasangan SBY-Budiono dan juga dibawah Mega-Prabowo.
Menjelang pemilu dan pilpres 2014, Golkar yang nampak semakin besar dan kuat, mengalami keresahan internal, disebabkan muncul perbedaan pandangan antara Pengurus DPP dengan Dewan Pembina, dimana Faksi Pertama, mendukung Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) dengan juru bicara Idrus Marham (Sekjen). Sementara Faksi Kedua, yaitu kelompok Ketua Dewan Pembina, dimana Akbar Tanjung mengatakan pengajuan Ical sebagai Capres tanpa konvensi belum pernah dibicarakan dengan Dewan Pembina. Selain Akbar, mantan ketua umum Golkar Jusuf Kalla menyatakan Golkar belum pasti mengusung Aburizal Bakrie sebagai kandidat presiden.
Aburizal Bakrie dan Agung Laksono (foto : Pekannews)
Peristiwa yang sangat menonjol adalah pecahnya Partai Golkar, muncul dua faksi, pertama faksi Ketua Umum Golkar, ARB (Aburizal Bakrie), kedua faksi Waketum Golkar, Agung Laksono. Tidak main-main, dalam Munas kubu ARB didukung DPD lengkap dalam Munas di Bali antara 30 November-4 Desember 2014, pesertanya sekitar 2.000 orang. Secara aklamasi ARB dipilih kembali menjadi Ketua Umum Golkar hingga 2019.
ARB meminta Agung Laksono Cs untuk kembali bergabung ke Partai Golkar. Menyikapi hasil munas kubu ARB, Agung Laksono kemudian memajukan Munas tandingan dilaksanakan pada 6 Desember 2014 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Yorris Raweyai dipercaya sebagai Ketua Pelaksana. Yorrys mengklaim Munas di Ancol memenuhi syarat kuorum karena diikuti oleh 384 peserta pemegang suara sah.
Munaslub Partai Golkar tahun 2016 dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/5/2016). Dalam pemilihan calon Ketua Umum Golkar di Munaslub tersebut, pada sesi final, Ade Komarudin, menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan. Dengan mundurnya Ade, Setya Novanto ditetapkan sebagai Ketua Umum Golkar untuk periode 2014-2019.
Dari fakta parpol penguasa parlemen apabila dibandingkan antara pemilu 2004-2009-2014, bisa dibuat perbandingan perolehan suara masing-masing partai ; Partai Demokrat (7,45-20,85-10,19 persen), Partai Golkar (21,58-14,45-14,75 persen), PDIP (18,53-14,03-18,95 persen), PKS (7,34-7,9-6,79 persen), PPP (8,15-5,32-6,53 persen), PKB (10,57-4,94-9,04 persen), PAN (6,44-6,0-7,59 persen). Parpol yang baru ikut pemilu 2009 dan 2014 adalah Gerindra (4,46- 11,81 persen), dan Hanura, (3,77-5,26 persen), NasDem baru ikut pemilu 2014 (6,72 persen).
Kerawanan dari Golkar sebagai partai yang cerdas, tetapi nampaknya kurang cerdik. Cerdas, karena memang para petingginya orang hebat, bekas pejabat, menteri dan pengusaha sukses yang kaya. Tetapi penulis menilainya kurang cerdik, karena strateginya selalu tidak sesuai dengan kondisi yang berlaku. Dari beberapa fakta tersebut diatas, terlihat walaupun sebagai partai senior, berpengalaman, titik rawan Golkar berada pada ambisi para tokohnya sendiri. Kekuasaan memang merangsang politisi, karena dengan berkuasa otomatis aliran uang akan semakin lancar.
Beberapa pentolan parpol Golkar yang selalu memberi warna (foto : Metronews)
Oleh karena itu penulis menuliskan walaupun besar dan kuat, sebetulnya Golkar itu rapuh atau bahkan dirapuhkan oleh elitnya sendiri karena ambisi pribadi dan kelompoknya. Lebih ekstrem dapat dikatakan Golkar hanya menjadi kendaraan tunggangan orang-orang Golkar itu sendiri.
Partai Golkar Harus Menyelamatkan Diri dan Diselamatkan
Membangun sebuah negara seperti membangun sebuah mall besar, dibutuhkan dua atau lebih toko swalayan sebagai jangkar (angker), umumnya terletak di kedua ujung mall tersebut. Itulah kunci sebuah mall, sementara toko-toko lain merupakan pelengkap kebutuhan pengunjung. Tanpa toko besar (swalayan) sebuah mall akan sepi pengunjung. Nah, demikian juga, Indonesia dibangun dengan sebuah sistem politik melalui pemilu dan pilpres.
Menurut penulis, PDIP dan Partai Golkar adalah partai jangkar di Indonesia. Pada tiga pemilu terlihat keduanya memperoleh dua digit suara. Sementara Partai Demokrat dengan kepiawaian SBY memang berhasil menaikkan perolehan suara menjadi dua digit pada pemilu 2009 dan 2014, tetapi menurut penulis Demokrat belum dapat dikatakan sebagai partai jangkar, kepiawaian SBY yang menaikkannya.
Nah, dengan kondisi saat ini, Partai Golkar sebagai aset bangsa Indonesia sedang mengalami cobaan berat terkait kasus e-KTP. Ketua umumnya, Setya Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, mungkin tidak lama lagi Setnov bisa dipakaikan baju oranye dan di tahan. Nah, disinilah penulis menilai dari persepsi intelijen, bahwa Golkar harus menyelamatkan diri dan diselamatkan. Ada bayangan tergerusnya elektabilitas Golkar pada masa mendatang apabila para pentolan parpolnya masih mengedepankan ambisinya yang tidak pernah surut.
Dua parpol Jangkar yang harus kita jaga bersama (foto ; lintas parlemen)
Bagaimana menyelamatkan partai jangkar ini? Ini pertanyaan mendasarnya. Golkar bisa diselamatkan kuncinya hanya dengan mencari pengganti Setnov dengan benar dan bijak. Sederhana tetapi sangat sulit. Posisi para petinggi Golkar akhir-akhir ini jelas mengejutkan. Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Kehormatan BJ Habibie, dan Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono mendukung Setnov yang sudah jadi tersangka. Setya Novanto mendapat dukungan penuh dari mantan Presiden BJ Habibie yang juga Ketua Dewan Kehormatan Golkar. Dukungan itu terlontar setelah Novanto dan sejumlah petinggi partai menyambangi kediaman Habibie di Kompleks Patra Kuningan, Jakarta, Senin (24/7/2017).
Ketua Harian Golkar Nurdin Halid, seusai pertemuan, mengatakan Habibie ingin semua elemen partai membantu Novanto. “Beliau berpesan agar Pak Novanto jangan dibiarkan sendiri apalagi diisolasi,” ujarnya. Ia pun memastikan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung yang semula bersikap berseberangan kini telah berbalik mendukung Novanto. Sementara Ical saat bertemu dengan Setnov pada Selasa (25/7/2017) berpesan kepada pengurus DPP dan Fraksi Partai Golkar untuk kompak mendukung Setnov yang tengah tersangkut kasus hukum.
Dua tokoh besar Golkar, JK dan LBP yang masih berkiprah di pemerintahan, apakah mereka kini King Maker Golkar? (Foto : NusantaraKini)
Dalam kondisi tersebut, para petinggi nampaknya lebih ingin menunjuk semacam plt apabila Setnov ditahan, kader yang mereka nilai paling menonjol adalah Menteri Perindustrian (Airlangga Hartarto). Tetapi kini nampaknya muncul gerakan lain yang menginginkan dilaksanakannya Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) untuk memilih ketua umum baru pengganti Setnov. Apabila dilaksanakan ini akan lebih baik sepertinya. Awal dimulainya tahapan pemilu dan pilpres 2019 adalah tanggal 1 Oktober 2017, saat itu Golkar harus sudah mempunyai Ketua Umum dan Sekjen definitif.
Golkar Butuh Pemimpin Dengan Integritas Tinggi
Dalam waktu tidak lama lagi bangsa Indonesia akan merayakan peringatan hari kemerdekaan yang ke-72 pada 17 Agustus 2017. Nah, bagaimana bangsa ini akan menapaki jalan menuju usia 73 dan seterusnya. Ada keinginan masyarakat untuk maju, sejahtera, ada keinginan para pengemban amanah adalah orang-orang yang bersih. Oleh karena itu Indonesia membutuhkan pemimpin dengan integritas yang tinggi. Terkait dengan topik Golkar, maka Golkar sebaiknya harus menyelamatklan dirinya selain perlu diselamatkan sebagai aset penting bangsa Indonesia.
Indonesia harus berhati-hati dalam mengatasi masalah korupsi yang semakin menggurita. Pada kasus e-KTP, uang negara yang dikorupsi sebesar Rp 2,3 Triliun, mengerikan. Penulis baru membaca artikel “Brazil’s Never-Ending Corruption Crisis, Brian Winter.” Disebutkan sejak enam dasa warsa yang lalu, Brasil terus tergulung dalam kasus-kasus korupsi. Terakhir bahkan Presiden Dilma Rousseff disingkirkan dari jabatannya, walaupun dia salah satu pemimpin paling dicintai dalam sejarah negara itu. Rousseff runtuh karena dikepung oleh skandal-skandalnya sendiri. Jelas kita bangsa Indonesia tidak menginginkan seperti ini apabila korupsi tidak segera diatasi dengan benar.
Para calon Ketua Umum Golkar Munaslub 2016, apakah kembali akan muncul caketum diantara mereka calon yang dinilai berintegritas itu ? (Foto : LensaIndonesia)
Pada era demokrasi dimana semua menjadi lebih mudah diakses, bahkan transparan, masyarakat makin yakin bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berintegritas. Presiden Jokowi kini bisa disebut sebagai presiden pertama dalam upayanya yang gigih untuk menegakkan hukum. Oleh karena itu terkait dengan penyelamatan Partai Golkar, penulis menyarankan untuk memilih pemimpin yang berintegritas.
Walaupun beberapa ada yang tersangkut masalah, penulis meyakini masih ada kader Golkar yang bersih dan tidak tercemar. Indonesia akan maju apabila sistem politik Indonesia bersih, dan ini harus dimulai dari partai-partai politik yang ada. Itulah kira-kira jalan keluarnya, semoga bermanfaat.
Dalam beberapa diskusi dengan komunitas intelijen, muncul pertanyaan, apa sebenarnya ancaman terhadap keamanan nasional Indonesia? Ini sebuah pekerjaan yang tidak sederhana, karena pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi telah menyebabkan ancaman semakin dinamis dan banyak yang dilakukan secara tertutup. Ancaman dalam negeri terlihat lebih kepada ancaman taktis yang lebih dilatar belakangi dengan kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan dengan tujuan memperkaya diri dengan korupsi dan merebut kekuasaan.
Ancaman terhadap Indonesia yang jauh sangat berbahaya adalah ancaman luar negeri bersifat strategis, yaitu upaya penguasaan Indonesia dalam kaitan perebutan ruang hidup. Kita mengetahui bahwa secara fisik bahwa bumi tempat kita tingal tidak akan bertambah besar, sementara jumlah manusia terus bertambah, sumber energi semakin terbatas, sumber pangan juga berkurang. Nah, mulailah manusia berebut ruang hidup, lebih kepada persaingan, baik berebut wilayah, sumber energi, sumber pangan dan sebagainya. Disinilah muncul pertanyaan sadarkah kita ada kekuatan luar yang sedang berebut di Indonesia?
Buku kedua penulis Misteri MH-370 yang disimpukan sebagai pemanfaatan teror dalam proxy war (foto : ridho )
Dalam perebutan itu maka munculah upaya penguasaan berupa infiltrasi dengan istilah-istilah baru sepertri penyusupan ideologi, new liberalism, komunisme, khilafah, penguasaan perekonomian, perang asimetris, proxy war, home grown terorism, pengaruh media sosial bak agama baru serta penggunaan teknologi yang semakin hebat. Sejak tahun 2013 penulis terus mencermati ancaman terhadap dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, yaitu berkembangnya ancaman terorisme yang semakin serius.
Ancaman Virus Terorisme
Buku ini merupakan hasil tulis menulis Pray sebagai blogger pada laman blog kompasiana dan Ramalan Intelijen, berupa jejak teror di dunia dan Indonesia diantara tahun 2013-2016. Kemudian di pilih dan disusun menjadi sebuah rangkaian kasus yang disimpulkan terorisme merupakan sebuah ancaman nasional yang apabila tidak dicermati dan diwaspadai, maka Indonesia akan menjadi daerah operasi dan tempat berkembangnya terorisme luar yang mulai lumpuh di daerah asalnya di Timur Tengah.
Luasnya wilayah Indonesia dengan beragam etnik dan kepercayaan serta masih rendahnya pendidikan bisa menjadi ladang subur terorisme apabila tidak dijaga dengan hati-hati. Sebagai contoh aktual, dimainkannya isu terorisme ISIS di Marawi, Filipina adalah bukti yang jelas. Bagi mereka yang memahami clandestine operation, itu hanyalah sebuah proksi dimana pada layer teratas adalah kepentingan geopolitik, pada midle layer adalah kemarahan jaringan narkoba terhadap Duterte, sementara isu ISIS serta Maute berada di layer terbawah yang dimainkan sebagai sarana proksi.
Kasus Marawi, ISIS hanyalah sarana proxy pada posisi layer terbawah (foto : Al-Masdar)
Nah, tentang buku ketiga ini yang sudah terbit dan dijual di Toko Buku Gramedia seluruh Indonesia, untuk mengawali isinya, penulis menuangkannya dalam kata pengantar, semoga dapat menjelaskan secara umum yang dimaksud dengan Virus Terorisme dalam rangkaian serangan teror yang ada.
Kata Pengantar Penulis pada Buku
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmatnya, buku berjudul “Ancaman Virus Terorisme ISIS” dapat terwujud dan sampai ke tangan pembaca. Semua tidak terlepas dari dukungan dan doa dari istri, anak, mantu yang sangat berperan dalam menjaga konsistensi alur pikir dan dasar ilmu intelijen yang selama ini penulis geluti hingga sekarang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Irjen Pol. Drs. Arief Dharmawan, SH, MH, Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, yang yang telah memberikan Kata Pengantar dan Marsdya TNI (Pur) Ian Santoso, mantanKabais TNI, yang telah merekomendasikan buku ini, serta kepada Sdri. Rohayati Kadaria, SE, MM atas bantuannya dalam mengedit kata dan kalimat di setiap artikel agar sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia.
Ucapan yang sama pula pula penulis tujukan kepada Grasindo (PT. Gramedia Widiasarana Indonesia) yang telah sangat mendukung dalampencetakan dan penerbitan buku ini, serta dukungan para narasumber dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Buku pertama penulis “Intelijen Bertawaf” saat launching dihadiri oleh Marsekal Pur Chappy Hakim (Mantan Kasau) dan Jenderal Purn Hendropriyono (Mantan Kabin) serta Bapak Taslim dari Kompas.com (foto pribadi)
Buku ini merupakan kumpulan artikel-artikel yang penulis buat selama bertahun-tahun yang merupakan sebuah pengamatan intelijen terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan ancaman terorisme serta keamanan baik di dunia internasional maupun Indonesia, khusus mengamati tentang ancaman kelompok teroris Islamic State (Negara Islam), termasuk mencantumkan penjelasan dari para pejabat negara, kepolisian dan lembaga-lembaga lain yang sedang menjabat saat artikel tersebut dibuat. Buku ini merupakan pula rangkaian dari dua buku penulis yang telah diterbitkan lebih dahulu yaitu “Intelijen Bertawaf, Teroris Malaysia Dalam Kupasan” serta “Misteri MH-370.”
Teror adalah sebuah sarana dari intelijen penggalangan oleh karena itu menurut penulis untuk meneliti serta membaca arah serangan terorisme dalam bentuk sebuah ramalan atau perkiraan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki pengetahuan intelijen, khususnya kemampuan counter intelligence.
Penulis saat menanggapi kasus terorisme pada serangan di Bataclan di CNN Indonesia (foto : Kompasiana)
Nah, dengan pengalaman bertugas pada badan-badan intelijen seperti Dispamsanau, Spamau, Bais TNI, BNPT dan sebagai tim Analis Strategis Kementerian Pertahanan RI hingga kini, penulis banyak bersentuhan dengan penanganan masalah terorisme baik sebagai analis maupun sebagai pengamat intelijen. Penulis menjadi narasumber dalam kegiatan Pembinaan Kemampuan Aparat Intelijen Daerah yang dilakukan oleh Deputy Penindakan BNPT di Sembilan Kominda BIN bersama team BNPT, BIN, Baintelkam Polri serta Densus 88.
Intelijen, selain berfungsi sebagai sub-sistem peringatan dini atau early warning, juga memberikan sebuah perkiraan keadaan tentang berbagai perkembangan yang mungkin terjadi pada masa mendatang. Salah satu yang akan menjadi ancaman serius berupa virus terorisme adalah konsep ancaman Negara Islam yang akan merambah Negara-negara di dunia termasuk Indonesia pada masa mendatang.
Dalam buku ini, penulis membuat analisis berdasarkan informasi serta fakta dan data yang mengenai ancaman terorisme. Mengapa penulis menyebut sebagai Virus? Ini disebabkan penilaian kekuatan kelompok Islamic State di bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi diperkirakan akan lumpuh dalam bentuk ke khalifahan di Irak dan Suriah pada tahun 2017.
Anak-anak kecil Indonesia dilatih menjadi teroris di sebuah camp di Suriah (Bahad Abdullah Azzam), mereka disuntik dalam benaknya virus kepercayaan ideologi teror versi ISIS, jelas lebih berbahaya apabila orang tuanya kembali dari Suriah dan Irak (Foto : Harianindo)
Juru bicara Islamic State, Abu Muhammad al-Adnani pada bulan Mei 2016 mengakui kerugiannya di medan perang berupa kesalahan strategis dan taktis terhadap kondisi Islamic State. Mereka hanya berjuang sendiri dan hanya didukung jihadis mancanegara, yang harus melawan array yang luas dari kekuatan besar dari koalisi Negara-negara Barat di bawah kepemimpinan Amerika Serikat, Arab Sunni, Muslim Syiah, Rusia dan Kurdi.
Ditegaskan oleh al-Adnani, “Sementara struktur inti kami di Irak dan Suriah diserang, kami telah mampu memperluas dan telah menggeser beberapa perintah melalui media dan struktur kekayaan ke negara-negara yang berbeda. Dari sanalah akan dilakukan serangan. Pesannya ke semua anggota koalisi yang melawan kami. Kami tidak akan lupa, dan kami akan datang ke negara Anda dan memukul Anda, dengan satu cara atau cara lain yang menakutkan. Adnani nampaknya mempersiapkan bahwa kemunduran militer IS telah memaksa Islamic State melakukan perubahan strategi.
Mereka benar-benar mencoba untuk mempersiapkan pengikut mereka untuk mengatasi kelemahan dan kegagalan dengan ‘khalifah’ yang tidak lagi merupakan sebuah kekhalifahan. Nah, serangan teror baik yang langsung dikendalikan dari Irak atau Suriah, maupun yang berupa serangan serigala tunggal (lone wolf) akan terus dikembangkan pada masa mendatang.
Ancaman terbesarnya pada masa-masa mendatang adalah kembalinya para jihadis yang bergabung di Suriah maupun Irak serta adanya informasi bergulirnya dukungan dana yang cukup besar untuk pelaksanakan serangan teror di mancanegara. Yang jelas virus itu akan menjadi beban dan tantangan bagi aparat intelijen Negara-negara di dunia.
Direktur CIA pada era pemerintahan Presiden Barack Obama, John Brenan,dalam wawancara dengan media al-Arabiya beberapa hari sebelum penembakan di Orlando (12/6/2016) menyatakan, “Negara-negara di seluruh dunia harus khawatir tentang potensi individu atau kelompok individu untuk bertindak sendiri, tanpa kontak langsung dengan teroris terorganisir atau kelompok.”
Demikian apa yang dapat penulis sampaikan berupa sumbangan pemikiran tentang ancaman virus terorisme yang harus semakin dicermati baik oleh BIN, Polri maupun Bais TNI khususnya maupun aparat terkait lainnya. Perancis sebagai Negara dengan Badan Intelijen yang di dukung dana besar serta petugas-petugasnya yang handal saja mengalami serangan teror dengan stigma negative ‘kecolongan’.
Oleh karena itu, aparat keamanan Indonesia harus lebih fokus karena pernah juga beberapa kali mengalami kecolongan sejak bom Bali 2002.
Benarkah Uranium Jadi Pertaruhan Freeport McMoran di Papua Sehingga Mengutus Obama Sebagai Broker Tingkat Tinggi?
Kunjungan mantan Presiden AS, Barrack Obama, ke Indonesia kali ini mengundang aneka spekulasi. Resminya sih Obama jadi pembicara kunci di Kongres Diaspora Internasional yang diselenggarakan Dino Pati Djalal. Tidak resminya, jadi broker tingkat tinggi Freeport ke Indonesia. Persis seperti Bill Clinton jadi broker Chevron ke Senegal.
Benarkah sebuah perusahaan tambang Cina Zijin Mining Group Company Limited siap ambil alih Freeport dari Amerika Serikat? Jika informasi ini benar, sangat masuk akal jika Obama diterjunkan sebagai broker tingkat tinggi, untuk mematahkan manuver Cina. Melalui the Operation Pulang Kampung.
Beredarnya kabar mengenai kemungkinan perusahaan Cina mengambil-alih kepemilikan PT Freeport Indonesia dari tangan Freeport McMoran Amerika Serikat nampaknya semakin beralasan setelah Freport McMoran menjual saham mayoritasnya di tambang perunggu Tenke Fungurume di Republik Demokratik Kongo kepada Molybdenum Tiongkok senilai 2,65 miliar dolar Amerika (sekitar Rp35,35 triliun).
Selain itu, Barrick Gold milik Aaron Regent yang juga tangan kanan Li Khai Shing dan Tambang di Tenke Fungurume di Republik Demokratik Kongo oleh Molybdenum Tiongkok, juga telah membeli saham kepemilikan Freeport yang beroperasi di Chili.
Alhasil, merebaknya kabar bahwa sebuah konsorsium Cina akan membeli kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia menjadi semakin dipercaya kebenarannya, dan tidak boleh dianggap enteng. Pada Februari 2017 lalu, Jaringan Pro Demokrasi sempat menaruh kekhawatiran terhadap kemungkinan Freeport Indonesia diambil-alih oleh perusahaan Cina.
Kekhwatiran Jaringan Pro Demokrasi jika Cina berhasil merebut kepemilikan saham Freeport, Cina kemungkinan akan membawa para pekerjanya dari negeri Cina untuk mengisi seluruh struktur manajemen Freeport di semua tingkatan, mulai dari manajemen tingkat atas hingga menengah serta bawah.
Yang jelas, Freeport mengeruk keuntungan besar-besaran dari pertambangan di Indonesia, khususnya Papua. Para aparat intelijen ekonomi Cina pasti mengetahui bahwa Pertambangan Indonesia benar-benar tambang emas bagi Freeport. Betapa Indonesia telah menyumbang sebesar 93,6 % penjualan emas Freeport selama ini. Dengan kata lain, Indonesia merupakan pertambangan emas terbesar bagi Freeport McMoran.
Pertambangan di Indonesia telah memberi sumbangan terhadap cadangan tembaga sebesar 29 miliar lbs atau sebesar 28% dari total cadangan tembaga Freeport sebesar 103.5 miliar lbs di seluruh dunia. Namun Indonesia menyumbangkan sebesar Au 28.2 juta ozs atau mencapai 98,9% dari cadangan emas Freeport di seluruh dunia sebesar Au 28,5 juta ozs.
Dengan makna lain, pertambangan Indonesia memang benar-benar merupakan tambang emas bagi Freeport. Nampaknya, fakta-fakta tersebut sudah berada dalam radar pengawasan dan pengkajian dari Zijin Mining Group Company Limited. Jika perusahaan Cina, yang tentunya juga atas persetujuan dan dukungan dari Konsorsium Cina, memang benar-benar serius merebut kepemilikan Freeport Indonesia dari tangan Freeport McMoran Amerika Serikat.
Namun, benarkah Freeport hanya sekadar menambang emas? Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun tim riset Aktual, berdasarkan riset dan penelitian yang dilakukan perusahaan bernama Gladian mengenai Gunung Es Jaya Wijaya ternyata “Gunung Es Murni Mengandung Emas Murni yang Tidak Ternilai”.
Jadi rupanya, disamping hasil tambang yang sesuai dengan kontrak, mereka menggali uranium. Amerika tertarik akan uraniumnya. AS tahu persis bahwa dengan adanya Uranium di area Freeport, hal itu bisa digunakan untuk membuat Nuklir. Berdasarkan riset dan penelitian perusahaan Gladian tersebut, maka yang disasar Freeport McMoran justru Uraniumnya, dan bukan emasnya.
Celakanya, PT. Freeport Indonesia tidak punya akses untuk mengetahui data hasil penambangan yang sesungguhnya, Dan berapa dana yang yang didapat dari hasil penjualannya. Freeport McMoranlah yang mengetahui persis data hasil penambangan yang sesungguhnya. Berapa kadar tembaga dan berapa perak serta berapa uranium dan lain sebagainya.
Padahal berdasarkan kontrak sesungguhnya adalah tembaga, bukan uranium atau lainnya. Uranium inilah yang dicecar Amerika untuk buat Nuklir. Karena Indonesia mempunyai kualitas uranium terbaik. Selain fakta bahwa hasil tambang di Grasberg juga ada kandungan emas-nya.
Mengapa pemerintah Indonesia tidak tahu adanya kandungan uranium di area Freeport? Berdasarkan penelitian dan riset perusahaan Gladian dari Udara untuk foto Gunung Es Jaya Wijaya, kemudian dilakukan pemotretan udara dengan sistim 3 dimensi. Alasannya hanya gunung es.
Namun sesungguhnya adalah untuk meneliti kandungan uranium di Tembagapura. Foto tersebut menyatakan gunung es murni adalah emas yang tidak akan habis. Kadar emasnya luar biasa. Karena photo tersebut 3 dimensi, maka di sekitar gunung es merupakan uranium. Dan hal ini ternyata disembunyikan.
Pertanyaannya, mengapa pemerintah Indonesia sampai tidak tahu-menahu ihwal adanya kandungan uranium di area Freeport?
Nampaknya hal itu bermula ketika Freeport dibagi dua, menyusul adanya keinginan pemerintah Indonesia untuk masuk bursa saham. Maka, untuk bursa saham tetap bernama PT. Freeport Indonesia, dan untuk hasil penelitian tambang adalah Freeport Mc Moran. Sialnya, dalam pembagian dua pintu itu, Tenaga kerja Indonesia tidak dilibatkan dalam ruang Geologi dan penelitian hasil Tambang.
Sehingga hanya Freeport McMoranlah yang tahu persis ihwal prosentase hasil tambang. Berapa persen Tembaga, berapa persen perak dan berapa persen uranium dan lain sebagainya.
Disinilah yang kita tidak punya akses informasi untuk tahu. Setelah penelitian, hasil tambang dijual ke 22 negara yang ditawarkan Freeport.
Kapal-kapal dari 22 negara menunggu di pelabuhan Portsaid. Kemudian hasil tambang disalurkan melalui pipa raksasa. Disinilah masalah jadi runyam, sebab Indonesia sebagai pemilik tidak mengetahui sesungguhnya hasil tambang.
Jika konstruksi cerita tadi memang faktual adanya, maka bisa dipastikan uraniumlah yang sedang dipertaruhkan Freeport McMoran sehingga menerjunkan Obama sebagai Broker Tingkat Tinggi untuk mencegah negara lain ambil alih kepemilikan saham mayoritas PT. Freeport Indonesia. Sehingga perpanjangan kontrak bisa dilanjutkan pada 2021 mendatang.
Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengumumkan pemblokiran aplikasi percakapan Telegram karena bermuatan konten negatif, di antaranya propaganda radikalisme, paham kebencian, ajakan merakit bom dan melakukan serangan teror. Sedikitnya ada 17.000 halaman mengandung terorisme dan radikalisme.
Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta internet service provider (ISP) memutus akses sebelas domain name system (DNS) milik Telegram, yaitu:
t.me,
telegram.me,
telegram.org,
core.telegram.org,
desktop.telegram.org,
venus.web.telegram.org,
web.telegram.org,
photo.web.telegram.org,
flora.web.telegram.org, dan
flora-i.web.telegram.org.
Pemblokiran ini menyebabkan layanan Telegram versi web tak bisa diakses lagi melalui komputer.
Rudiantara seperti diwartakan Harian Kompas, Sabtu 15 Juli 2017, sedang mempersiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia, jika Telegram tidak membuat prosedur standar operasi penanganan konten-konten yang melanggar hukum dan perundangundangan di Indonesia. Rudiantara menegaskan, pemblokiran ini langkah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bukan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia.
Awal Juli lalu, Telegram mengumumkan aplikasi percakapan itu mampu menampung 10.000 anggota, mampu mengirim pesan lebih cepat dibandingkan aplikasi serupa manapun dan dapat mengirim foto, video, dokumen berbagai jenis (doc, zip, mp3, dan sebagainya) sampai 1,5 GB. Jumlah pengguna aktif Telegram di seluruh dunia saat ini mencapai 100 juta, yang mengirim 15 miliar pesan setiap hari. Pengguna baru Telegram yang mendaftar setiap hari sekitar 350.000. Telegram dapat diakses dari perangkat apapun, mulai dari Android, iOS, WindowsPhone, sampai pada platform versi web, macOS, sampai PC, Mac, dan Linux. (Kompas.id, 3 Juli 2017).
Digunakan kelompok teroris
Pertanyaannya, benarkah Telegram kini digunakan oleh kelompok militan untuk berkomunikasi? Pada Mei 2017 The Huffington Post menulis, seiring langkah media sosial Facebook dan Twitter yang meningkatkan upaya untuk menutup akun-akun pro-NIIS, Telegram malah mengisi kekosongan tersebut. Sejak sekitar tahun 2015, para analis mengatakan terjadi eksodus kalangan ekstremis ke aplikasi dengan privasi dan kebebasan yang lebih baik.
“Kami telah melihat kecenderungan yang benderang atas berkembangnya penggunaan Telegram oleh hampir semua kelompok teroris di seluruh dunia,” kata Gabriel Weimaan, profesor di Universitas Haifa, Israel, dan penulis masalah-masalah ekstremisme di jagat maya.
Telegram kini sudah menjadi salah satu sarana utama kelompok militan NIIS menyebarkan informasi dan mempersatukan para pendukungnya.
Terlihat kecenderungan yang benderang atas berkembangnya penggunaan telegram oleh hampir semua kelompok teroris di seluruh dunia.
Beberapa jam setelah serangan teror mematikan di kota Manchester, Inggris Raya, terjadi serangkaian aktivitas di aplikasi favorit kelompok militan, sebuah layanan pesan terenskripsi yang disebut sebagai Telegram. Bahkan sebelum pihak berwenang menjelaskan ihwal serangan Manchester, para pendukung NIIS membanjiri saluran pribadi dan publik aplikasi tersebut dengan “pesan perayaan”. Telegram menjadi penghubung bagi propaganda NIIS dan sumber bagi kelompok militan itu untuk menyatakan bertanggung jawab.
Meningkatnya penggunaaan Telegram sebagai bagian dari strategi komunikasi NIIS dan kelompok teroris lainnya beberapa tahun ini telah menunjukkan bagaimana ekstremisme mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dalam menghadapi upaya pemerintah menutup kehadiran mereka di dunia maya. NIIS telah lama menggunakan platform media sosial untuk menyebarluaskan propaganda dan merekrut pengikut mereka.
Weimaan menjelaskan, umumnya kelompok teror awalnya mengadopsi platform-platform baru di dunia maya, yang dapat mereka eksploitasi. Telegram bekerja seperti WhatsApp (yang kini dimiliki Facebook), menggunakan enskripsi end-to-end untuk melindungi informasi bersama. Perusahaan yang mengoperasikan Telegram mengklaim memiliki lebih dari 100 juta pengguna, dan menawarkan fitur-fitur seperti menghapus sendiri pesan sampai menyediakan ruang privasi yang lebih besar. Para pengguna dapat berkomunikasi secara langsung dalam kelompok pribadi maupun melalui saluran (kanal).
Badan Keamanan Rusia FSB seperti dikutip BBC mengakui, Telegram telah digunakan pelaku bom bunuh diri di St Petersburg yang menewaskan 15 orang, April 2017 lalu. Pemerintah Rusia mengancam memblokir aplikasi itu karena pemilik dan pengelola Telegram menolak mengizinkan pemerintah mengakses data pengguna. Kelompok radikal di Perancis dan Timur Tengah juga menggunakan Telegram untuk berkomunikasi.
Aplikasi Telegram dimulai tahun 2013 sebagai sarana untuk menyediakan layanan pesan yang lebih aman. Penciptanya, Pavel Durov berkebangsaan Rusia menyebutkan, aplikasi ini untuk mencegah layanan keamanan Rusia mengakses komunikasi antarpengguna. Durov ini mirip Mark Zuckerbeg, pencipta Facebook. Durov mulai menonjol pada 2006 setelah menciptakan VKontake, platform media sosial yang lebih populer di Rusia dibandingkan Facebook.
Ketika kebebasan berinternet di Rusia dibatasi dan Pavel Durov ditekan, Durov memutuskan kabur dari Rusia pada 2014 dan menjual sahamnya di perusahaan tersebut dengan nilai ratusan juta dollar AS. Durov kini warga negara St Kitts dan Nevis, negara kecil Kepulauan Karibia yang mendukung privasi online.
Dalam sejumlah wawancara, Durov membantah pendapat yang menyatakan penggunaan Telegram oleh ekstremis dan mengatakan sebagian penggunanya menggunakan aplikasi itu dengan alasan yang sah. Durov menolak permintaan untuk memberi akses bagi pejabat keamanan untuk melacak percakapan di aplikasi tersebut. Meskipun Telegram dimatikan, Durov yakin itu tidak akan menghentikan teroris untuk berkomunikasi satu sama lain.
Meski Durov menolak campur tangan pemerintah dan pembatasan kebebasan di jagat maya, sebenarnya Telegram sudah berupaya menutup 78 kanal pro-NIIS, menyusul serangan Paris November 2015. Sejak itu, Telegram menutup ratusan kanal pro-NIIS lainnya.
Namun faktanya, Telegram memang gagal mencegah aktivitas kelompok pro-NIIS di aplikasi tersebut dibandingkan Twitter yang berhasil menutup lebih dari 360.000 akun yang mempromosikan terorisme sejak pertengahan 2015 silam.
Pergeseran kelompok militan ke Telegram merupakan bagian dari gerakan NIIS menuju aplikasi dengan jaringan pribadi yang lebih luas. Weimaan menyebutkan, pada saat perusahaan media sosial tertinggal menangani masalah ekstremisme di jagat maya, kelompok teroris malah semakin piawai mengubah strategi komunikasi mereka. Teroris kini cepat belajar dan mampu beradaptasi dengan platform baru.
Bulan Juni 2017 lalu, 28 pemimpin Uni Eropa sepakat untuk menekan secara hukum raksasa-raksasa internet seperti Google, Twitter, dan Facebook untuk menghilangkan konten-konten yang diposting kelompok radikal secepatnya dan meminta mereka mendeteksi terorisme di jagat maya.
Melihat fakta-fakta ini, langkah Menteri Kominfo Rudiantara memblokir Telegram memang harus dilihat dari sisi positif, yaitu upaya pemerintah mencegah radikalisme berkembang di negeri ini dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bukan memberangus kebebasan berekspresi.
Pada 469 H, pemuka Syafiiyah, Abu Nasr Ibn Qusyairi datang ke sekolah Nizamiyah untuk menyampaikan kuliah. Syeikh Ibn Qusyairi dalam salah satu ceramahnya mencela habis-habisan pengikut mazhab Hanbali dan menuduhnya penganut “mujassimah” (menyerupakan sifat Allah dengan makhluk-Nya). Isi ceramah sang Syeikh rupanya turut disokong syeikh kalangan Syafiiyah setempat: Abu Ishaq Syairazi dan Abu Sa’d Shufi.
Yang terjadi kemudian, pengikut mazhab Syafii kian bersemangat, yang artinya menjadi terbakar amarah. Segera saja mereka keluar dari ruang ceramah sang syeikh dan tanpa berpikir panjang menyerbu majelis ilmu guru besar mazhab Hanbaliyah, Abu Ja’far Ibn Musa, yang tengah berlangsung di sebuah masjid. Para peserta majelis Ibn Musa sontak melindungi guru mereka dari amukan kalangan Syafiiyah.
Hari itu tercatat, sebagaimana kronik tersebut diungkap dalam disertasi Dr Majid Irsan Kaylani (dibukukan dengan judul Hakadha Zahara Jailu Shalahuddin wa Hakadha ‘Adat al-Quds; dimelayukan oleh ABIM pada 2000 dengan judul Kebangkitan Generasi Shalahuddin dan Kembalinya al-Aqsa ke Pangkuan Islam), ajang perkelahian hebat dan memakan banyak korban jiwa.
Selepas kejadian, rekonsiliasi pengikut dua mazhab dirajut. Guru-guru yang terlibat insiden berdarah itu dilarang mengajar selama tiga tahun. Sungguh sayang, baru satu tahun pascadamai, ternyata kerusuhan terjadi lagi. Kedua pengikut mazhab berkelahi hebat. Malah melibatkan masyarakat pendukung masing-masing. Dua puluh jiwa melayang ditambah korban luka-luka.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 475 H, para pelajar mazhab Syafi’iyah di sekolah Nizamiyah mengundang Abu Qasim al-Bakri al-Asy’ari. Syeikh ini membuat syarahan yang memanaskan telinga dan hati pengikut qaul Hanbaliyah.
“Demi Allah, Ahmad (Ibn Hanbal) tidak kafir, hanya pengikut-pengikutnya yang kafir!” Ucapnya lugas.
Dan terjadilah pembakaran sekolah dan koleksi perpustakaan oleh pihak yang disebut dalam ucapan tadi.
Apakah kelakuan pengikut Syafii pasti seperti itu semua? Tentu saja tidak. Apalah pengikut qaul Ahmad Ibn Hanbal sebagai korban belaka? Tidak juga, malah kadang ada kasus mereka memprovokasi pemikiran kalangan Syafiiyah. Bahwa intensitas provokasi dan ujaran kebencian (juga kedengkian) lebih banyak dari kalangan Syafii ini logis karena mereka ketika itu menguasai pemerintahan dan secara jumlah juga yang “memegang” sekolah Nizamiyah.
Toh dalam kronik arogansi dan kepongahan itu tetap ada yang mampu melihat jernih. Tak peduli ia kawan dekat atau lawan; kasus dan peliknya persoalan umat akibat perpecahan disingkap dengan tenang, dingin, dan barangkali menepikan prasangka. Satu nama yang bisa disebut: Abu Hamid al-Ghazali.
Al-Ghazali berdiri di kaki Syafiiyah-Asy’ariyah. Toh dalam mengungkap sebab perpecahan umat akibat ta’ashub mazhab ia bisa objektif, dalam arti ingin menegakkan kebenaran bebas kelompok. Dan kelak dari ikhtiar insihab dan bina madrasahnya, lahir pemikiran brilian mengatasi hal ini.
Yang jelas, al-Ghazali tidak menutup madrasahnya dihadiri dan diikuti para pengikut mazhab lainnya. Tak ada pemasangan papan informasi bahwa Muslimin semazhabnya saja yang boleh ikut. Tiada pula hardikan ketika ada kalangan beda mazhab mendirikan madrasah. Apakah lagi sampai menyuruh anak didik melarang mazhab lain mendirikan madrasah kelompok, yang sebenarnya juga buat kemajuan umat.
Maka, sungguh sedih dada ini ketika ada para pendaku pengamal kitab dan tariqah sufi ala Imam al-Ghazali berpolah sebaliknya. Tak patut disebut di sini siapa mereka. Begitu benderang siapa dimaksud. Melarang sana dan sini dengan lemparan yang klasik sekaligus klise, “Wahabi!” Yang awalnya adem ayem saja bisa jadi gesekan meluas bahkan seakan hendak pemanasan mengulang masa Abu Nasr Ibn Qusyairi. Di Bogor, belum lama ini, masjid basis kalangan yang menyerupai madrasah minda Hanbaliah (di sini lebih gahar mendakwa sebagai: “salafy”) ditolak kalangan Syafi’iyah. Di tempat lain, beberapa kajian terindikasi “wahabi” dicegah pihak serupa.
Sayangnya, di pihak pendakwa diri “salafy” kerap tidak elok menghadirkan adab. Bukan saja pada kalangan pengikut mazhab (Syafi’i), melainkan juga kalangan yang mirip-mirip dengan metode dakwah mereka, yakni sekadar berbeda faksi “salafy”. Begitu mudah lisan menghantam, hingga kalangan yang tersebut naik pitam. Dalam kasus Bogor mungkin ada aksi dan reaksi, bisa juga sekadar cemburu dan misi lain yang tak bersangkut dengan soal agama. Toh semua ini akhirnya jadi aib bagi Muslimin. Hikayat perpecahan sepuluh abad silam ternyata masih nyaring berdentang di depan mata kita, bahkan ketika musuh-musuh dakwah sudah kian terkonsolidasi kuat di kekuasaan.
Hari ini, yang dibutuhkan adalah sosok pemersatu. Mau menyatukan tanpa ada misi kepentingan politik dan duniawi. Sukar berharap adanya persatuan manakala pihak yang diajak bersatu masih nyaman untuk menikmati dunia bersama kekuasaan yang digauli. Sukar, pelik untuk hadirnya komitmen serupa Imam al-Ghazali.
Padahal, seperti diurai dalam disertasi maupun buku al-Kaylani di atas, keberanian dan upaya al-Ghazali kelak dalam beberapa generasi melahirkan sosok Shalahuddin al-Ayyubi, penakluk al-Quds. Di sini, para pembelakang al-Ghazali, dari latar kelompok mana pun, adakah punya impian membebaskan (lagi) al-Aqsha, meski hanya ikhtiar menghadirkan anak-anak yang mengukir kepahlawanan esok hari? Jangan sampai pula menghina-kerdilkan soal al-Aqsha sebagai masjid yang bisa dipertukarkan dengan masjid lain di Bumi Allah, sampai kemudian kejadian friksi dengan anasir umat yang lain menguak kontradiksi bersikap soal al-Aqsha—sebagaimana terjadi beberapa hari belakangan atas sebuah masjid di Kota Bogor.
Oleh: Yusuf Maulana, Pustakawan Samben Library Yogyakarta
Istilah salafi pada mulanya digunakan oleh beberapa komunitas Sunni. NU menggunakan istilah ini untuk kesetiaan terhadap model ajaran para imam-imam madzab dalam memecahkan problem masa kini. Sejak awal, NU juga telah mengklaim sebagai kelompok ”ahlussunnah wal jamaah”. Istilah yang juga kini digunakan gerakan wahabi/salafi.
Istilah Salafi kemudian digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo tatkala hendak membangun gerakan pembaharuan di Mesir. Di tangan Abduh, istilah Salafi sedikit mengalami pergeseran makna yang dikaitkan dengan semangat pembaharuan dan pemurnian. Di sini salafi dirujukkan pada model pemahaman para penganut Islam paling awal, yaitu Nabi dan Sahabat.
Gerakan pemurnian yang lain, khususnya wahabisme, ternyata pada mulanya tidak menggunakan istilah ini. Mereka mengkampanyekan pemurnian ajaran dengan merujuk langsung Qur’an dan Sunnah dengan model pemahaman yang literal. Di Indonesia, Muhammadiyah dan Persis yang juga mengusung tema pemurnian ajaran, juga tidak menggunakan istilah salafi. Walaupun ketiganya sama-sama menggeluti isu-isu bid’ah, kurafat dan sejenisnya.
Istilah Salafi kemudian dipopulerkan kembali oleh Nashiruddin Al-bani pada dekade 1980-an di Madinah. Jamaahnya kemudian dikenal dengan al-Jamaa al-Salafiyya al-Muhtasib._ Hampir sama dengan wahabisme, salafi yang dimaksudkan Albani adalah _suatu gerakan untuk memurnikan kembali ajaran Islam dengan mengedepankan kampanye pembasmian terhadap segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Albani tidak menggunakan nama wahabisme dikarenakan istilah ini, dianggap kurang tepat. Di dalamnya terkesan ada pemujaan terhadap tokoh. Di samping itu, salafi yang dimaksudkan, tidak sama persis dengan wahabi resmi pemerintah Arab Saudi. Perbedaannya, salafi menegaskan atau menolak semua pemikiran mazhab. Sedangkan wahabi Arab Saudi lebih cenderung pada model pemikiran mazhab Hambali (kendati tidak pernah diakui secara resmi).
Kendati berbeda, keduanya sesungguhnya berakar pada semangat yang sama yaitu keinginan untuk memahami Islam tekstual secara ketat. Sandarannya hanya Quran dan hadits sahih. Adapun terhadap hadits non-sahih mereka cenderung kritis dan lebih menyukai tidak menggunakannya. Mereka juga mengenal “golden period”
praktek kemurnian Islam yaitu zaman tiga generasi awal (shahabat, tabiin dan tabiut tabiin). Zaman ini disebut salafus shaleh.
Pemurnian yang diusung oleh Al-Bani memang tidak begitu berbeda dengan pemurnian yang dibawa Muhammad bin Wahab pada abad 13. Mereka sama-sama prihatin terhadap segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Karena itu, mereka berusaha memerangi segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Namun bedanya, di tangan Al-Bani dan mereka yang sehaluan dengannya, kategori bid’ah bisa sangat luas mencakup pada fenomena kemoderenan, baik yang dihasilkan kemajuan teknologi maupun perilaku dan paham pemikiran. Televisi, foto manusia dan patung adalah terlarang. Duduk berdua yang bukan muhrim, kendati di dalam taksi, adalah terlarang. Daftar sesuatu yang dianggap haram atau bid’ah ini bisa sangat banyak.
Karena semangat tekstualisme yang sangat kuat itulah maka boleh dikatakan, gerakan salafi sekarang ini adalah bentuk lain dari wahabisme namun dengan pendekatan yang lebih radikal. Radikalisme ini bersumber dari prinsip ketaatannya yang ketat pada teks Quran dan hadits shohih serta hanya melihat praktek Islam murni pada cara yang digunakan para salafus shaleh. Karena itu, ketika mendapatkan fenomena yang berlawanan dengan teks dan tidak ada dalam praktek masa salafus shaleh, mereka akan menentangnya dan tidak akan berkompromi. Dengan cara ini mereka melawan paham-paham modern, seperti demokrasi dan partai politik. Mereka juga mengharamkan organisasi. Semua itu dianggap bid’ah karena tidak ada prakteknya pada masa tiga generasi awal Islam.
Ketaatan pada model klasik (salafus shaleh) juga menyebabkan gerakan ini tidak mengenal organisasi resmi. Mereka mengembangkan gerakan dengan instrumen hubungan guru-murid yang sangat setia. Pola yang memang telah dikenal sejak zaman Nabi. Dalam hubungan yang bersifat personal dan penuh ketaatan ini Salafi berkecambah berbagai penjuru dunia.
Konteks politik gerakan Wahabi/Salafi dan lahirnya Salafi Jihadi.
Pandangan wahabi/salafi sebagaimana disinggung di muka, pada awalnya hanya berkembang di Arab Saudi dan sebagian wilayah Timur Tengah, seperti Yaman dan Jordan. Paham ini kurang mampu berkembang luas di dunia muslim karena karakter paham wahabi/salafi yang tidak kompatibel dengan tradisi sufisme ataupun sunni madzhab di belahan dunia muslim lainnya. Wahabisme juga kurang berkembang di Palestina, tanah yang terus membutuhkan ideologi perlawanan yang kuat. Faktor lain yang turut menghambat perkembangan wahabi/salafi adalah sikap pemerintah Arab Saudi yang cenderung “inward looking” dalam pengembangan ajaran salafi dan wahabi di dunia internasional.
Krisis politik dalam negeri Arab Saudi tampaknya menjadi titik krusial bagi perkembangan gerakan wahabi/salafi. Dominasi wahabi/salafy mulai dipertanyakan oleh gerakan Al-sahwa al-Islamiyyah (Kebangkitan Islam) yang saat itu mulai berkembang di sejumlah universitas Arab Saudi.
Akar-akar gerakan ini dapat ditelusuri dari tahun 1960-an ketika pemerintah Saudi membuka peluang bagi para aktifis Islam untuk tinggal di Saudi. Para aktivis Islam yang melarikan diri ke Saudi kebanyakan adalah para aktivis Ikhwanul Muslimin dari Mesir dan Syria. Pemerintah menampung mereka untuk mengelola berbagai lembaga pendidikan di Arab Saudi yang saat itu kekurangan tenaga pengajar. Sikap ini sekaligus sebagai strategi “perlawanan” Arab Saudi” terhadap kelompok Gamal Abdul Naser di Mesir dan partai Baath di Irak.
Pada mulanya aktivis Ihwanul Muslimin yang mengajar di universitas Arab Saudi memang tidak menunjukkan tanda perlawanan terhadap kerajaan. Mereka satu pemikiran dengan paham wahabi terutama dalam hal ibadah dan tauhid. Namun, perhatian dalam dunia politik (sikap kritis terhadap penguasa) yang dimiliki oleh akitivis Ihwan, adalah titik awal perbedaan mereka dengan ulama-ulama wahabi.
Hal lain yang membedakan kalangan as-sahwah al-Islamiyah dengan Wahabi, kalangan as-sahwah al-Islamiyah sangat familiar dengan peralatan modern saat itu, seperti menggunakan tape recorder, radio, di mana saat itu masih diperdebatkan penggunaannya.
Simpang jalan Wahabi dengan as-Sahwah al-Islamiyah mulai terasa saat Juhayman al-Utaybi pada tahun 1979 mengambil alih Masjidil Haram di Mekkah. Kendati gerakan ini mudah ditumpas, namun Juhayman terhadap gaya hidup Barat (sekularisasi) dan penolakannya terhadap politik Arab Saudi yang pro Amerika Serikat secara perlahan menimbulkan simpati terutama di Universitas Islam Madinah.
Menyadari akar gerakan di kampus, maka raja kemudian berusaha menekan mereka. Cara yang ditempuh, salah satu di antaranya, adalah memperkuat posisi ulama wahabi. Hal ini dimaksudkan agar lembaga keulamaan wahabi, akan mampu mengkooptasi kalangan as-sahwah al-Islamiyah. Usaha ini tentu saja tidak mudah mengingat pengaruh Ikhwan sudah cukup kuat di kampus. Cara lain adalah mengganti guru-guru di universitas. Mereka yang berpaham Ikhwan segera diganti dengan yang berpandangan wahabi/salafi.
Sikap pemerintah tersebut tampaknya disambut antusias oleh kalangan ulama Wahabi. Tampaknya, ulama Wahabi juga merasakan bahwa gerakan as-Sahwah dianggap telah melenceng. Pasalnya, sikap kritisisme yang artikulatif terhadap penguasa adalah sesuatu “terlarang” dalam paham wahabi. Apalagi mereka mengadopsi gagasan Sayyid Qutub yang dianggap ulama Wahabi sebagai ahlul Bid’ah.
Dalam konteks inilah Nashiruddin Al-Bani berusaha memberikan “perlawanan” terhadap gerakan “as-sahwah” dengan mendeklarasikan kembali pentingnya memulai gerakan pemurnian Islam secara lebih radikal. Mereka mengelompokkan diri dalam al-Jamaa al-Salafiyya al-Muhtasiba (JSM) yang dipimpin oleh Nasr al-Din al-Albani di Madinah. Kelompok salafi ini menolak semua aliran fiqih dalam Islam. Bagi kelompok salafi, aliran fiqih adalah buah pemikiran manusia, karena itu jika ingin, beribadah dengan benar, maka harus kembali pada Qur’an dan sunnah an sich. Karena sikap ini, salafi menjadi gerakan yang sangat konservatif, puritan dalam gaya hidup dan belajar agama secara informal di masjid (halaqoh) yang bukan berbasis wahabi dan universitas yang bukan basis as-sahwah al-Islamiyah. Dengan kata lain, perhatian salafi lebih diutamakan pada hal-hal yang bersifat keimanan individual, moral dan praktek ritual. Adapun masalah-masalah sosial, budaya dan isu politik mereka kurang memberi perhatian yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini telah menyebar ke Kuwait, Yaman, dan utara Saudi.
Akan tetapi, as-sahwah dan ulama wahabi kembali bersatu dalam isu jihad Afganistan. Pada awal dekade 1980-an itu, ketika Sovyet menginvasi Afgan, hampir seluruh ulama sepakat untuk mendukung Afgan secara konkret dengan mem-“fardlu ain“-kan. Atas kesepakatan ulama ini pula, Abdullah Azzam berangkat ke Afgan.
Dukungan terhadap Afgan, ternyata bersesuian dengan kepentingan internasional Arab Saudi. Keterlibatan Iran dalam konflik Afganistan telah dianggap sebagai ancaman serius bagi hegemoni tidak langsung Arab Saudi dalam dunia Muslim. Bagaimanapun keterlibatan Iran dianggap manifestasi kepentingan mengekspor pandangan syiah (pasca revolusi Iran) dalam dunia muslim lainnya. Sesuatu yang akan mengancam hegemoni Arab Saudi. Karena itulah, Saudi berkepentingan untuk memberikan “perlawanan” politik terhadap sikap Iran dengan berusaha membantu Afgan secara material dan tenaga jihad.
Pada masa perang Afgan, assahwah mengalami perkembangan yang sangat penting. Kelompok ini semakin mendekatkan diri pada pemikiran Sayyid Qutub guna memompa semangat jihad. Lahirlah kemudian penyerbukan gagasan antara pemikiran Ikhwanul Muslimin (Sayyid Qutub) dengan pemikiran wahabi. Perkawinan gagasan ini kemudian melahirkan paham salafi jihadi.
Atas kecenderungan ini, Salafi di bawah ajaran Nashiruddin Al Bani dan Bin Baz tentu saja menentangnya. Mereka mulai mengecam para jihadi sebagai jihad yang tidak murni, keluar dari riil salafi. Perselisihan ini tidak pernah terselesaikan sehingga kedua kelompok akhirnya mengambil jalan masing-masing. Simpang jalan pun terjadi. Hal ini semakin dikuatkan tatkala Arab Saudi mulai mengurangi dukungannya seiring penarikan pasukan Uni Sovyet di Afgan. Simpang jalan kembali terjadi dan sulit dipertemukan kembali. Sejak saat ini, gerakan salafi terbelah dalam dua garis besar.
Pertama, salafi puritan di bawah Nashiruddin Al-Bani, Bin Baz, Sheh Mugbil dan sebagainya.
Kedua, salafi jihadi yang dipelopori Abdullah Azzam, Mullah Umar dan seterusnya.
Kedua kelompok ternyata saling berkompetisi. Salafi jihadi berkembang seiring dengan luasnya medan jihad seperti di Afgan dan Asia Tengah hingga Eropa Timur. Sementara itu, salafi puritan juga semakin terdorong meluaskan pengaruhnya pada wilayah yang hampir bersamaan.
Diaspora Salafi Puritan
Gerakan salafi puritan menyebar luas di berbagai belahan dunia sebetulnya relatif baru. Awal dekade 1980-an adalah titik penting awal mula sebaran ajaran salafi puritan. Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, go international dari ajaran ini terutama didorong oleh konstelasi dalam negeri Arab Saudi serta perang Afganistan. Dua peristiwa tersebut menandai awal mula lahirnya gerakan salafi puritan pada level international.
Bagaimanakah ajaran ini disebarkan? Dalam pola salafi puritan, model jaringan organisasi sebetulnya tidak dikenal. Sebagai gantinya gerakan ini berkembang biak melalui jaringan guru-murid. Di sini tokoh penting yang perlu disebut adalah Nashiruddin Al-Bani dan Sheyh Mugbil Yaman. Dua maha guru salafi ini sekarang mempunyai institusi semi-formal yang menjadi pusat perkembangan gerakan salafi.
Pusat utama perkembangan tentu saja Arab Saudi. Universitas-universitas kembali menjadi basis kaderisasi salafi. Akan tetapi, segera perlu mendapat catatan, tidak semua alumni universitas Arab Saudi menjadi agen penting penyebaran ajaran salafi puritan. Bagaimanapun jejak ajaran Ikhwanul Muslimin masih terasa di sana. Hal ini nantinya terlihat pada alumninya di mana sebagian di antaranya justru menjadi aktivis ikhwanul muslim di berbagai negara.
Di luar universitas, tempat yang berperan penting adalah halaqoh-halaqoh yang diadakan ulama Wahabi secara informal. Halaqoh inilah yang nantinya menjadi titik penting kaderisasi serta melahirkan jaringan guru-murid. Sayangnya, perkembangan halaqoh salafi di Arab Saudi justru tidak sepesat di Jordan maupun Yaman.
Jordan kini telah menjadi basis penting perkembangan salafi puritan. Kendati Albani memulai gerakan salafi dari Madinah, namun Albani justru mengembangkan salafi puritan secara intensif di tanah kelahirannya. Di sini dia membangun semacam pondok pesantren yang berperan penting dalam kaderisasi dakwah. Para murid senior Albani kemudian mendirikan Markaz Imam Albani di Aman, Jordania. Mereka adalah Syekh Salim bin Ied Al-hilaly, Syaikh Ali Hasan al-Halaby, Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr, Syaikh Masyhur Alu Salman, Syaikh Husain al-Awaisyah. Berkat ketenaran Albani, dalam waktu singkat Markaz mampu menarik minat banyak kalangan dari banyak negara untuk mendalami salafi.
Alumni Markaz Albani sekarang ini telah menyebar ke banyak negara. Mereka umumnya terjun dalam dunia dakwah dengan mengembangkan ajaran salafi puritan. Jaringan komunikasi mereka cukup intensif. Setidaknya telah diadakan beberapa kali pertemuan reuni. Dapat diduga pertemuan tersebut menjadi ajang konsolidasi gerakan salafi. Publikasi penting dari Markaz Imam Albani adalah “Pokok-Pokok Aqidah Salafiyah”. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa yang berisi prinsip-prinsip dasar ajaran salafi puritan.
Pusat kedua adalah Pondok Sheyh Muqbil di Dammaj, Yaman. Pondok yang terletak di sebuah desa terpencil ini telah dikunjungi murid dari berbagai penjuru dunia, mulai dari negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Kanada, (tentu saja dengan jumlah murid yang lebih sedikit) hingga negara-negara mayoritas sunni, khususnya kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, hingga Asia Tenggara. Pada Sheyh Muqbil inilah Jafar Umar Talib berguru ajaran salafi.
Perkembangan salafi puritan makin menemukan momentumnya tatkala pemerintah Arab Saudi secara tidak resmi memberikan bantuan dana bagi operasi dakwah salafi puritan di berbagai penjuru dunia. Bantuan ini umumnya mengalir lewat individual, yayasan ataupun lembaga islam internasional seperti Rabithah dan IIRO. Untuk Robithoh dan IIRO, aliran bantuannya memang tidak membedakan friksi dalam salafi. Kedua lembaga ini hanya concern terhadap perkembangan Islam terutama yang mengusung ideologi Salafi. Orientasi ke salafi ini sangat kuat karena sebagian besar organisasi Islam sunni moderat di Indonesia umpamanya, kurang mendapatkan bantuan dari organisasi Islam internasional tersebut.
Perpecahan dan Munculnya Salafi “Sururiyah”
Gerakan salafi tampaknya belum bisa melepaskan diri dari konflik dan ketegangan politik di Arab Saudi. Ketegangan ini telah berimbas pada terbelahnya gerakan salafi internasional pada dua kubu penting.
Pertama, mereka yang berkiblat pada ulama resmi pemerintah. Dalam barisan ini tidak saja ulama-ulama resmi Arab Saudi, melainkan pula jaringan Markaz Imam Albani Jordan dan jaringan Pondok Syeh Muqbil Yaman. Dua jaringan yang mempunyai operasi yang bersifat internasional.
Kedua, mereka yang berkiblat pada ulama yang melakukan oposisi atau bersikap kritis terhadap kerajaan. Salah satu tokoh pentingnya adalah Muhammad Surur bin Zainal Abidin. Dia merasa kecewa dengan sikap pemerintah Arab Saudi yang didukung ulama Wahabi atas koalisi Amerika Serikat dengan Arab Saudi dalam kasus Perang Teluk Pertama dan kedua. Muhammad Surur mengecam keras sikap ulama Arab Saudi yang menjustifikasi keterlibatan Amerika dengan mengatakan bahwa mereka adalah budaknya Amerika. Sikap keras ini lantas mendatangkan penentangan yang sengit dari seluruh ulama wahabi resmi. Mereka ramai-ramai mengecam Muhammad Surur sebagai tokoh yang telah keluar dari manhaj salafi karena berani mengkritik ulama dan pemerintah. Akhirnya, Muhammad Surur harus terusir dari Arab Saudi dan kini menetap di Birmingham Inggris. Muhammad Surur kemudian mengembangkan Yayasan Al-Muntada dari Inggris.
Muhammad Surur tidak sendirian. Dia kemudian bersua gagasan dengan Abdurrahman Abdul Khaliq, orang Saudi yang dituduh menikam ulama wahabi atau salafi Saudi, karena mendukung Ikhwanul Muslimin. Abdurrahman Abdul Khaliq kini mengoperasikan Yayasan Ihya’ut Turats dari Kuwait. Pertemuan ini melahirkan poros Birmingham-Kuwait dan melahirkan suatu group baru dalam gerakan salafi internasional. Group ini dikenal dengan sebutan “sururiyah” dan kini menjadi bulan-bulanan kecaman dari group salafi/wahabi resmi.
Tokoh lain dalam barisan Sururiyah ini adalah Salman bin Fahd Al-Audah. Dia adalah ulama wahabi atau salafi Saudi yang dimasukkan kepenjara selama lima tahun (1994 sampai 1999) karena dituduh menentang pemerintah yang sah dengan melakukan protes terhadap tindakan korupsi dan tindakan menyalahi kesusilaan yang dilakukan oleh pemerintah Raja Fahd bin Abdul Aziz dan Putra Mahkota Abdullah bin Abdulaziz al-Saud. Setelah terjadi 11 September 2001, Salman bin Fahd Al-Audah dituduh sebagai penasehat Osama bin Laden oleh pihak Saudi Arabia dan pihak Amerika.
Di samping itu terdapat ulama Aidh Al Qarni. Seorang ulama wahabi/salafi Saudi yang menentang Yahudi dan Amerika yang dianggapnya sebagai negara yang melakukan teror. Kecaman tersebut dibaca sebagai penentangan terhadap pemerintah dan ulama wahabi resmi yang saat itu menjustifikasi koalisi Amerika-Saudi. Dengan sikap yang anti Amerika dan Yahudi inilah akhirnya pihak ulama wahabi atau salafi Saudi menganggap Aidh Al Qarni sebagai orang yang melecehkan ulama.
Safar bin Abdul al-Rahman al-Hawali adalah ulama wahabi yang menentang kebijaksanaan dobel standar George W. Bush dan menentang kebijaksanaan politik pemerintah Kerajaan Raja Fahd bin Abdul Aziz dan Putra Mahkota Abdullah bin Abdulaziz al-Saud yang bergandengan serta paralel dengan kebijaksanaan politik Amerika, sehingga Safar bin Abdul al-Rahman al-Hawali dianggap melecehkan ulama wahabi atau salafi Saudi.
Muhammad bin Abdillah Al Masari ulama wahabi atau salafi Saudi yang merupakan pelopor Hizbut Tahrir di Saudi Arabia, yang sekarang menetap di Inggris karena diusir dari Saudi. Ulama-ulama wahabi atau salafi Saudi menganggap Muhammad bin Abdillah Al Masari menentang dan melecehkan ulama ahlus sunnah dan dianggap sebagai khawarij, karena Muhammad bin Abdillah Al Masari mengklaim bahwa pemerintah Kerajaan Saudi Arabia tidak mengadili berdasarkan lembaga hukum Islam.
Konteks politik tersebut menjadi semakin rumit karena pertikaian antar ulama salaf tersebut berlangsung dalam wacana ideologis. Mereka yang setia dengan ulama wahabi resmi menganggap Muhammad Surur telah keluar dari Salafi karena berani mengkritik pemerintah dan ulama, sesuatu yang terlarang dalam doktrin salafi puritan. Kritikan ini terus digemakan oleh salafi puritan dengan memberi label Muhammad Surur sebagai ahli bidah dan kelompoknya diberi label “sururiyun”. Kritikan makin menguat tatkala Muhammad Surur ternyata menjalin hubungan dengan Abdurrahman Abdul Khaliq yang mentoleransi pemikiran Ikhwanul Muslimin.
Menghadapi tekanan Salafi puritan, Muhammad Surur dan Abdurahman Abdul Khaliq tampaknya kurang reaktif untuk membalasnya. Mereka justru semakin intensif mengembangkan gagasan salafiyah versi mereka (untuk gampangnya sebut saja “sururiyah). Gerakan ini tetap berbeda dengan gerakan salafi jihadi maupun salafi puritan. Secara umum salafi sururiyah lebih sensitif dalam persoalan politik kendati tensi jihad tidak sekuat salafi jihadi. Dalam menanggapi problem sosial, salafi sururiyah lebih toleran dan responsif dibandingkan salafi puritan. Dengan demikian, posisi salafi sururiyah adalah antara salafi puritan dan salafi jihadi. Repotnya, Muhammad Surur dan Abdurrahman Abdul Khaliq tidak pernah menggunakan label tambahan untuk gerakan dakwahnya. Mereka tetap menggunakan nama jenerik “Salafi” dalam mengembangkan ajaran-ajarannya. Sehingga, sering kali merepotkan sebagian kalangan untuk memilahkannya.
Protokol ini adalah literatur pertama tentang teori konspirasi yang paling mencengangkan di era kontemporer. Berbentuk sebuah pedoman dan juga instruksi kepada umat Yahudi beserta kaum zionis (salah satu kaum pejuang umat Yahudi yang sangat dihormati di kalangannya).
Protokol Zion merupakan dokumen hasil pertemuan para pemimpin Yahudi di abad ke-19. Istilah ‘protokol’ dalam tulisan ini merujuk pada catatan beberapa pertemuan yang dihadiri lingkaran terdalam para pemimpin zionis. Istilah ini juga menyiratkan sebuah strategi dalam mencapai tujuan-tujuan sebagaimana dinyatakan di dalamnya.
Protokol Zion ini menggambarkan bagaimana mereka mengelola dunia melalui berbagai macam cara seperti pengendalian media, keuangan, pemerintahan dan lain sebagainya.Mereka berusaha menggantikan tatanan tradisional yang ada dengan tatanan baru yang mereka ciptakan berdasarkan pada prinsip-prinsip manipulasi.
Cetakan yang pertama kali diedarkan (atau diedarkan kembali) pada kongres zionis pertama yang diadakan di Basel/Basle, Swis pada tahun 1897. Kongres zionis tersebut diprakarsai oleh Theodore Herzl yang menyelenggarakan kongres-kongres zionis hampir setiap tahun sampai 1913, dan dilanjutkan kembali pada tahun 1921.
Theodor Herzl
Dokumen Protokol Zion ini sebenarnya pertama kali diungkap kepada publik oleh Professor Sergius A. Nilus pada tahun 1901 dalam bahasa Rusia, dan diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris oleh Victor E. Marsden pada tahun 1923. Kalangan zionis tentu saja berang dan menampik validitas Protokol Zion tersebut, dengan menuding dokumen ini hanyalah hasil tiruan dan bajakan atas satir-satir politik karya Maurice Joly, Dialogue aux enfers entre Machiavel et Montesquieu atau Dialogue in Hell Between Machiavelli and Montesquieu, yang diterbitkan pada tahun 1864.
Memang tidak ada jaminan 100% jika naskah Protokol Zion ini selama perpindahannya dari tangan ke tangan dan penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain tidak mengalami reduksi, bahkan mungkin juga distorsi.
Professor Sergius A. Nilus
Namun demikian, dengan menelusuri kronologi beredarnya Protokol Zion seperti ditunjukkan oleh Denis Fahey dalam Waters Flowing Eastward (1998) serta konteks historis dan ideologis Protokol Zion yang berakar dari ajaran Talmud dan para rabbi Yahudi, sebagaimana yang telah diulas dengan sangat jernih oleh Ivan Fraser, serta banyak analis lainnya, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa Maurice Joly-lah yang telah menyadur Protokol Zion dan bukan sebaliknya, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Henry Makow (2008).
Kemiripan antara pemikiran Machiavelli yang diungkapkan oleh Joly dalam satirnya tersebut dengan apa yang terangkum dalam isi Protokol Zion juga tidak semestinya menjadi alasan orang untuk menolak validitas dokumen tersebut, karena ternyata bukan para pemikir Yahudi yang terpengaruh oleh filsafat dan etika politik Machiavellisme, tetapi justru Machiavelli-lah yang terinspirasi oleh ajaran Yahudi setelah dilakukan berbagai riset dan penelitian sejarah yang konkrit.
Usaha Penghapusan Protokol Zion
Umat Yahudi, khususnya para zionis, berusaha sekuat tenaga untuk menutup-nutupi kebocoran Protokol Zion ini dengan memanipulasi fakta di berbagai media. Perlu anda ketahui bahwa saat ini lebih dari 97% media di seluruh dunia sudah berada dibawah kendali zionis Yahudi, termasuk didalamnya yang berjenis berita religi, hiburan, dan lain sebagainya. Dan hebatnya, seluruh media ini berada dibawah kendali seorang Zionis Yahudi yang bernama Rupert Murdoch. Siapakah Rupert Murdoch? Silahkan klik di sini.
Rupert Murdoch, Raja Media Internasional
Pada tahun 1921, London Times berusaha menyajikan bukti-bukti yang konklusif bahwa Protokol Zion adalah “sebuah plagiarisme yang kikuk”. Termasuk juga media The Times yang mengonfirmasi bahwa Protokol Zion disalin sebagian besar dari satir politik Prancis yang tidak pernah mengenal siapa itu Yahudi – Dialogue in Hell Between Machiavelli and Montesquieu karya Maurice Joly (1864).
Namun sekuat apapun mereka menyembunyikan Protokol Zion ini, ternyata selalu terungkap dari waktu ke waktu, meskipun banyak yang beredar versi palsu yang telah mereka ubah sebelumnya. Senat AS juga sempat mengeluarkan laporan pada tahun 1964 yang menyatakan bahwa Protokol Zion adalah “sebuah rekayasa.” Senat menyebut isi Protokol Zion hanyalah “celotehan” dan mengkritik pihak-pihak yang “menjajakan” Protokol Zion karena menggunakan teknik propaganda yang sama seperti Hitler.
Hubungan Hitler, Nazi dan Protokol Zion
Pada tahun 1920-an Adolf Hitler juga sebenarnya sudah mengetahui naskah Protokol Zion asli yang dibawakan oleh salah seorang teman sekaligus mata-matanya di kelompok zionis yang bernama Alfred Rosenberg. Alfred juga adalah salah seorang pencetus ideologi partai Nazi bersama Hitler dan rekan-rekan yang lainnya.
Ketika Hitler dan para petinggi Nazi telah mengetahui fakta bahwa kaum Yahudi Bolshevis ternyata berencana untuk menguasai dunia berdasarkan pedoman-pedoman dasar yang terkandung di dalam Protokol Zion maka tercetuslah gerakan genosida/penghapusan garis keturunan umat Yahudi di kepala mereka.
Selama tahun 1920-an dan 1930-an, Protokol Zion diterbitkan secara besar-besaran oleh Nazi agar masyarakat global mengetahui jatidiri yang sesungguhnya dari bangsa Yahudi. Partai Nazi menerbitkan setidaknya 23 ribu naskah Protokol Zion dalam berbagai edisi antara tahun 1919 dan 1939. Setelah Nazi berkuasa pada sekitar tahun 1933, setiap sekolah diwajibkan untuk mempelajari Protokol Zion agar mereka para generasi penerus bangsa mengetahui hal yang sesungguhnya sedang terjadi di dunia ini.
۞۞۞۞۞۞۞۞۞
Pro-Kontra Protokol Zion
Berikut ini adalah beberapa kronologi publikasi fenomenal yang terjadi pada Protokol Zion :
1864 : Penulis satir politik Prancis Maurice Joly menulis Dialogue in Hell Between Machiavelli and Montesquieu. Buku Joly ini tidak pernah menyebutkan tentang Yahudi, namun sebagian besar isi Protokol Zion dianggap adalah hasil rekayasa dari beberapa ide yang ada di buku tersebut oleh umat Yahudi dan para penentang Protokol Zion hingga saat ini.
1868 : Penulis Prusia Hermann Goedsche menerbitkan buku berjudul Biarritz, yang menceritakan dua belas suku Israel yang mengadakan pertemuan secara diam-diam di kuburan Yahudi di Praha. Seperti halnya buku Joly, buku tersebut juga dianggap adalah hasil rekayasa oleh umat Yahudi dan para penentang Protokol Zion hingga saat ini.
1897–1899 : Umat Yahudi dan kaum zionis menuding bahwa teks ini kemungkinan besar direkayasa atas perintah Pyotr Rachovsky, pimpinan kepolisian rahasia Rusia (Okhrana) cabang luar negeri di Paris.
1901 : Professor Sergius A. Nilus dari Rusia menyertakan Protokol Zion sebagai lampiran utama pada bukunya, The Great in the Small: The Coming of the Anti-Christ and the Rules of Satan on Earth. Hingga 1917, Nilus menerbitkan empat edisi Protokol Zion di Rusia. Lagi-lagi buku ini dikecam keras oleh umat Yahudi dan para zionis.
1903 : Versi singkat Protokol Zion diterbitkan di koran St. Petersburg, Rusia, Znamya (The Banner).
1920 : Edisi bahasa non-Rusia pertama Protokol Zion terbit di Jerman.
1920 : Protokol Zion diterbitkan di Polandia, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Edisi ini menyalahkan para konspirator Yahudi atas Revolusi Rusia dan memperingatkan penyebaran gerakan konspirasi umat Yahudi bolshevis ke Barat.
1920 : Lucien Wolf, seorang jurnalis Yahudi dan diplomat Inggris, menyebutkan Protokol Zion sebagai plagiarisme curang dalam The Jewish Bogey and the Forged Protocols of the Learned Elders of Zion.
1920 : Koran The Dearborn Independent milik bos mobil Henry Ford menerbitkan The International Jew, sebuah versi Protokol Zion yang di-Amerika-kan. The International Jew diterjemahkan ke dalam lebih dari selusin bahasa. Henry Ford adalah salah seorang penentang ajaran Yahudi yang sangat gencar melawan zionisme, ia sangat prihatin terhadap kesejahteraan hidup umat manusia jika sepak terjang umat Yahudi dibiarkan begitu saja.
16–18 Agustus 1921 : Jurnalis Yahudi Phillip Graves membeberkan Protokol Zion sebagai plagiarisme melalui artikel berseri di London Times.
1921 : Reporter Yahudi di New York Amerika Serikat yang bernama Herald Herman Bernstein menerbitkan Artikel yang berjudul Sejarah Kebohongan: Protokol Zion Orang-orang Bijak Zion, paparan pertama tentang Protokol Zion sebagai kebohongan bagi khalayak Amerika.
1923 : Salah seorang pencetus teori Nazi, Alfred Rosenberg menulis Protokol Zion dan Kebijakan Dunia Yahudi. Buku Rosenberg ini sangat laris hingga harus dicetak tiga kali dalam setahun.
1924 : Benjamin Segel, seorang jurnalis Yahudi di Jerman, membeberkan Protokol Zion adalah sebuah kepalsuan dalam Die Protokolle der Weisen von Zion, kritisch beleuchtet (Protokol Para Tetua Zion, Pencerahan Kritis).
1924 : Joseph Goebbels, yang kemudian menjadi Menteri Pencerahan dan Propaganda Masyarakat, menulis dalam buku hariannya: “Saya yakin Protokol Zion Orang-orang Bijak Zion adalah kepalsuan… Namun, saya mempercayai kebenaran intrinsik, bukan kebenaran faktual, dari Protokol Zion.”
1925–1926 : Dalam risalahnya, Mein Kampf, Hitler menulis : “Seluruh kehidupan orang-orang ini sesungguhnya didasari oleh prinsip kebohongan yang terus-menerus, hal ini dapat ditunjukkan oleh Protokol Zion, pedoman hidup mereka.
1927 : Henry Ford dipaksa untuk mengeluarkan permohonan maaf secara terbuka atas terbitnya Protokol Zion, yang selama ini telah diakuinya sebagai “kepalsuan yang kotor.” Ford akhirnya menerima tekanan dan meminta seluruh salinan The International Jew yang masih ada agar dibakar, dan memerintahkan penerbit luar negeri agar berhenti menerbitkan buku itu. Untungnya perintah Ford kepada para penerbit luar negeri diabaikan karena mereka mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Ford.
1933 : Nazi mulai berkuasa di Jerman. Partai Nazi menerbitkan setidaknya 23 edisi Protokol Zion sebelum Perang Dunia II meletus.
1935 : Sebuah pengadilan di Berne, Swiss, menyidangkan anggota partai Nazi Swiss yang telah menyebarkan Protokol Zion pada sebuah demonstrasi pro-Nazi. Walter Meyer, hakim agung di pengadilan itu, menyebut Protokol Zion sebagai “omong kosong yang konyol.”
1938 : “Pendeta radio” Charles E. Coughlin menulis seri Protokol Zion dalam korannya, Social Justice.
1943 : Sebuah edisi Protokol Zion diterbitkan di Polandia yang diduduki Jerman.
1964 : Komite Peradilan Senat AS menerbitkan laporan berjudul Protokol Para Tetua Zion: Dokumen Historis yang “Direkayasa”. Komite tersebut menyimpulkan: “Sub-komite meyakini bahwa para penjaja Protokol Zion adalah penjaja prasangka yang tidak-Amerika yang menyebarkan kebencian dan perpecahan di antara rakyat Amerika.”
1974 : Protokol Zion diterbitkan di India dengan judul Konspirasi Internasional terhadap Orang-orang India.
1976 : Dalam buku The International Jew yang diterbitkan kembali pada tahun 1976 di Amerika, Kutipan Henry Ford yang sangat fenomenal kembali mengguncang umat Yahudi dan kaum zionis, “Jika saya ditanya tentang asli atau tidaknya Protokol Zion ini, maka saya tidak akan mau masuk ke dalam perdebatan panjang itu. Satu-satunya hal yang ingin saya katakan berkenaan dengannya adalah, bahwa semua kejadian yang ada di dunia ini sejalan dengannya…”
1985 : Protokol Zion edisi bahasa Inggris, yang diterbitkan oleh Organisasi Penyebaran Islam, dan diterbitkan di Iran.
1988 : Pasal 32 dari Perjanjian Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) menyebutkan : “Rencana Zionis tidak ada batasannya. Karena setelah Palestina, Zionis akan melakukan ekspansi dari sungai Nil hingga Eufrat. Setelah menghabiskan wilayah yang mereka ambil alih, ekspansi akan mereka perluas lagi, dan begitu seterusnya. Rencana mereka tertuang dalam Protokol Zion, dan tindakan mereka saat ini adalah bukti terbaik dari apa yang kami katakan.”
1993 : Protokol Zion dinyatakan sebagai sebuah kebohongan besar dalam sebuah sidang pertemuan di Moskow oleh organisasi Yahudi di rusia, mereka mengecam keras tindakan Pamyat, sebuah organisasi ultra-nasionalis Rusia yang menerbitkan Protokol Zion pada tahun 1992.
2002 : Televisi satelit Mesir menyiarkan miniseri 41 episode Penunggang Kuda Tanpa Kuda, yang sebagian besar isinya disadur berdasarkan Protokol Zion.
2002 : Para senator Amerika Serikat meloloskan resolusi yang mendesak pemerintah Mesir dan negara-negara di timur tengah lainnya untuk tidak memperbolehkan televisi pemerintah menyiarkan program yang melegitimasi Protokol Zion.
2003 : Miniseri televisi 30 episode berjudul Al Shatat (Diaspora) disiarkan di Al-Manar TV milik Hizbullah. Serial ini menggambarkan “pemerintahan Yahudi secara global,” seperti yang diuraikan didalam Protokol Zion.
2003 – 2004 : Pameran kitab suci agama-agama monoteis di Perpustakaan Alexandria Mesir menyertakan salinan Protokol Zion di sebelah Taurat. UNESCO dari PBB mengeluarkan kecaman terbuka atas pameran Perpustakaan di Alexandria ini.
2004 : Protokol Zion diterbitkan di Okinawa, Jepang.
2005 : Sebuah edisi Protokol Zion yang terbit di Mexico menyatakan bahwa Holocaust direkayasa oleh Para Tetua Zion dengan imbalan pendirian Negara Israel.
2005 : Sebuah edisi Protokol Zion, yang ditulis oleh Kementerian Intelijen dan Informasi di Suriah, membeberkan data-data bahwa Para Tetua Zion adalah koordinator serangan teroris 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat.
2007 – Sekarang : Pencarian umum di Internet terkait Protokol Zion berusaha dikendalikan dan dimanipulasi oleh umat Yahudi dan kaum zionis hingga saat ini dengan menerbitkan situs-situs perlawanan yang menyebutkan bahwa Protokol Zion hanyalah sebuah kebohongan belaka.
۞۞۞۞۞۞۞۞۞
Isi Protokol Zion
Mungkin anda sedikit heran mengapa kami bisa menyampaikan tentang Protokol Zion ini dengan begitu lengkap dan mendetil. Tenang saja, anda tidak perlu khawatir dengan validitas informasi ini karena kami memiliki salinan naskah asli mereka yang teksnya masih tertulis dalam bahasa ibrani.
Berikut kami tampilkan beberapa contoh salinan yang kami miliki :
Beberapa salinan naskah Asli Protokol Zion yang sangat langka
Kami hanya akan menguraikan inti dari setiap Protokol Zion karena jika dijelaskan secara terperinci dan menyeluruh maka artikel ini bisa terlalu panjang bahkan sanggup untuk diterbitkan menjadi sebuah buku. Silahkan simak uraian singkat dari 24 Protokol Zion dibawah ini.
Pendahuluan
Inilah kisah-kasih kemurnian ajaran Yahudi yang sesungguhnya, dibuat demi menjaga kelestarian para keturunan bangsa Yahudi agar tidak punah dari muka bumi ini. Imam besar sang penguasa sinagog (tempat peribadatan yang paling sakral) yang tertinggi mengkhawatirkan terjadinya kepunahan tersebut. Ia menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena negara Yahudi belum seutuhnya berdiri kembali dan sebagian bangsa Yahudi banyak yang mengawini perempuan goyim (bangsa non-Yahudi) di antara bangsa-bangsa Eropa dan Turki.
Oleh karena itu sesungguhnya kemurnian garis keturunan Yahudi harus tetap dijaga sesuai pesan Ezra yang mahamulia. Kemurnian Yahudi tidak boleh tergoyahkan oleh paham yang ia anut, baik ia seorang Qabbalah, seorang Nasrani, seorang teosof, seorang kahin, seorang Muslim ataupun ia seorang Ateis.
Kemurnian Yahudi hanya boleh dikotori oleh satu hal, yaitu darah para goyim. Dan sesungguhnya, Ezra yang mahamulia telah melarang keras perkawinan dengan bangsa lain selain daripada bangsa Yahudi, karena hal ini akan melahirkan bangsa lain yang berbahasa lain pula.
Inilah esensi sesungguhnya dari kandungan Taurat yang perlu kita amalkan :
Apabila seorang Yahudi itu menyebarkan ajaran Qabbalah dalam sebuah sinagog atau kanisah maupun di luar, sesungguhnya ia telah berbuat kebaikan yang nyata.
Apabila seorang Yahudi itu menganut agama Nasrani, sesungguhnya telah melangkahi tiga pelanggaran besar, walaupun ia tetap berdarah Yahudi. Tetapi, jika ia menganut Nasrani untuk membuat sekte baru dalam Nasrani atau membuat fitnah di dalamnya sehingga kelompok Nasrani tersebut pecah, lantiklah ia menjadi seorang pahlawan dan sematkanlah bintang Daud di dadanya.
Apabila seorang Yahudi itu menjadi seorang Muslim, ia tetaplah seorang Yahudi, namun ia adalah seburuk-buruknya orang Yahudi. Tetapi jika ia memasukkan paham ataupun milah-milah (ideologi) Yahudi ke dalamnya, sehingga kelompok Islam berubah menjadi pengamal-pengamal ajaran baru yang bercampur dengan ajaran Yahudi, maka ia pun harus dilantik menjadi seorang pahlawan dan sematkanlah bintang Daud di dadanya.
Apabila seorang Yahudi itu menjadi seorang filsuf dan ia menemukan hal-hal baru yang mengejutkan dunia dan dapat mempengaruhi massa dengan milah filsafat Yahudinya itu, ia pun harus dilantik menjadi seorang pahlawan dan sematkanlah bintang Daud di dadanya.
Apabila seorang Yahudi itu menjadi seorang kahin (dukun) yang dapat mempengaruhi massa dengan ajarannya dan ramalannya ataupun ia menyebarkan teologi ataupun ia menyebarkan kebatinan yang serupa ataupun sejalan dengan ajaran Qabbalah ataupun membangkitkan kebatinan suatu bangsa sehingga mereka mengingkari agamanya yang mereka anut, ia seorang Yahudi kelas tinggi yang harus diberi mahkota Solomon/Sulaiman di atas kepalanya.
Seorang Rahib/Rabbi/Imam yang baik ialah seorang Rahib ahli kebatinan dan seorang teolog. Setiap umat Yahudi haruslah menjadi penebar bibit paham dan ideologi Yahudi di mana pun ia berada ataupun bermukim, tetapi jangan sampai ia menebarkan bibit ajaran agama Musa yang murni. Karena biar bagaimanapun seorang goyim itu tetap goyim walaupun mereka menganut agama Yahudi dan melaksanakan adat istiadatnya. Hanya saja kamu dapat dengan mudah mengendalikan mereka demi kepentingan Bani Israil, bangsa yang terpilih.
Dan kamu lihatlah di antara bangsa Kazar dan di antara bangsa campuran Yahudi Turki atau di antara keturunan Romawi yang menganut agamamu ataupun di antara orang Arab yang meniru agamamu, ataupun orang Falasha di Etiopia yang tercampuri darah Yahudi.
Dan apabila mereka mempunyai darah Yahudi, sematkanlah nama-nama Yahudi di namanya itupun jika mereka berjuang untuk pihak Yahudi dan jadikanlah mereka itu “simpatisan“. Sesungguhnya di Eropa dan Amerika, mereka berjuang di pihak Yahudi dan atas nama Yahudi.
Berkatalah Imam Agung Sinagog : “Hendaklah kamu berhati-hati terhadap mereka yang memilih agamamu sebagai agamanya, karena seorang goyim tetap kambing perahan dan jika ternyata mereka itu berdarah campuran, pecatlah ia dari kebangsaaanmu itu dengan berbagai siasat agar kelak ia tetap dapat menguntungkan kamu.“
Sesungguhnya bagi mereka (para goyim) telah dibuatkan suatu kubu, yakni Freemason dengan beratus-ratus nama dan aksi kesosialan mereka yang memukau. Semula, seorang goyim itu harus dibersihkan pikirannya dan dikosongkan jiwanya sekosong-kosongnya sehingga tiada tersisa seujung akar pun. Lalu masukkanlah paham Freemason sehingga ia benar-benar menjadi pemikir Freemason dan jika ia lulus, jadilah ia seorang Freemason sejati.
Dan jika seorang Yahudi penyebar bibit itu menemukan sebuah lembaga keagamaan, jika perlu goyahkanlah lembaga tersebut, Tetapi, jika kuat dan tetap berdiri tegak, carilah jalan lain di antaranya dengan membujuk seorang di antara tamatan lembaga itu menjadi pemegang bea siswa untuk meningkatkan ilmu yang ia anut. Kemudian dengan biayamu masukkanlah ia ke perguruan tinggi Freemason yang berselubung ilmiah, sehingga ia sadar dalam ke-Freemason-an tetapi awam dalam hal tersebut dan menganggapnya paham yang benar secara ilmiah. Berilah ia selembar ijazah kehormatan dengan gelar-gelar memukau sehingga ia menjadi bangga.
Jika perlu kembalikanlah ia ke kandangnya dan nanti ia akan membawa pembaharuan di dalam kandangnya sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Walaupun ia tidak menjadi seorang Freemason, ia membawa misi Freemason.
Dengan paham pembaharuannya itu organisasi ataupun lembaga lainnya akan pecah, di samping ada penentang di situ pula ada pendukungnya. Dan jika perlu adakanlah persahabatan antar lembaga Freemason dengan lembaga-lembaga luar Freemason, di antaranya dengan program pertukaran pelajar. Seorang murid Freemason akan menjadi penebar bibit dan anak titipan itu telah siap pula untuk menerima bibit-bibit paham.
Sesungguhnya telah berulang kali terjadi, para penguasa goyim itu hendak memusnahkan bangsa Israil. Ingatlah tatkala para Fir’aun hendak memusnahkan bangsa Israil, yang terkena bahaya adalah Fir’aun dan tentaranya sendiri, sedangkan bangsa Israil selamat. Begitu pun ketika zaman Nebukadnezar, bangkitlah Danial menjadi pelestari bangsa dan pembina bangsa dan akhirnya bangsa Israil dapat kembali.
Manakala bangsa Arab baru, atas nama Islam mengambil Yatshrib dan Khaybar dari tangan bangsa Israil dan bangsa Israil terusir, bangsa Israil dapat merasuk ke dalamnya sehingga merekapun pecah karena jarum berbisa Yahudi telah ada di dalam dada-dadanya.
Tatkala Yahudi di Andalusia terusir, Yahudi pun mendapat keuntungan besar karena akal Yahudi sendiri. Yahudi tersingkir dari Spanyol, tetapi ditemukan benua baru (Contoh: Amerika) yang sangat menguntungkan bangsa Israil.
“Wahai para penakluk Eropa, bangsa Yahudi bukanlah kambing perahan kamu dan bangsa Yahudi akan selalu berusaha memasuki setiap hati dan jantungmu. Hingga pada suatu saat hati dan jantungmu berhenti, maka kami bangsa Yahudi pasti akan menggantinya dengan hati dan jantung yang lain sehingga otakmu akan tetap menuruti hati-hati yang baru ciptaan kami.“
Isi dan Uraian Protokol Zion
Protokol 1 – Doktrin yang Paling Mendasar
Manipulasi falsafah kemerdekaan, asas kebebasan, persamaan hak dan persaudaraan dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang senang bebas dan bersenang-senang, sehingga mudah dikuasai.
Protokol pertama dalam dokumen ini berisi tentang pengalihan pikiran dan tujuan hidup manusia, di sisi lain, kaum Yahudi harus tetap konsisten membangun tujuan besar Zionis. Zionis akan konsisten dengan proses pembangunan kekuatan militer, teknologi perang, dan pencapaian finansial. Sementara manusia lainnya harus dibuat hidup dengan cara bersenang-senang dan mengejar popularitas. Jerat-jerat halus selalu Zionis siapkan dan ditebar di setiap lini kehidupan manusia, agar manusia pada umumnya kehilangan esensi dan tujuan hidup mereka yang sebenarnya.
Zionis akan menciptakan ideologi dan pemikiran tentang kebebasan, persamaan hak, dan persaudaraan. Namun sesungguhnya, para sesepuh Zionis ini mengatakan bahwa ketiga hal tersebut di atas hanyalah ideologi semu yang tak bernilai sama sekali. Sebab, pengertian filosofis tiga doktrin di atas sangatlah semu dan gelap. Doktrin kebebasan, persamaan hak, dan persaudaraan harus selalu didengungkan berulang-ulang di telinga masyarakat agar menjadi tren global sepanjang masa, sementara kaum Yahudi menghancurkan kebebasan, persamaan hak, dan persaudaraan yang sesungguhnya.
Berikut salah satu kutipan dari naskah aslinya :
“Kata dan ideologi tentang kebebasan dalam hidup ini sebenarnya tidak pernah ada, segala sesuatu di dunia ini terikat diatas suatu hukum dan aturan yang berlaku. Namun doktrin kebebasan ini harus tetap ditumbuh-kembangkan di setiap lapisan masyarakat, agar ketika dibutuhkan, ide ini dapat menjadi alat pancing yang efektif utuk memecah belah persatuan dengan cara mengadu domba antara orang-orang yang berada di bawah kendali suatu hukum dan aturan yang berlaku dengan orang-orang yang berada dalam jajaran penegakan hukum itu sendiri. Hal inilah yang sesunguhnya kita namakan dengan liberalisme”.
Kaum Non-Yahudi akan dianggap dan dianugerahi gelar intelektual dengan mengusung dan mengagung-agungkan doktrin-doktrin di atas, padahal di alam semesta ini tidak ada arti kata kebebasan dan persamaan hak dalam bentuk apapun.
Protokol 2 – Perang Ekonomi
Menciptakan ketegangan antara Pemerintah dan Rakyat di berbagai negara, dan mengadu domba antar negara, dengan mengeksploitasi pemikiran Darwin, Karl Marx, Adam Smith dan Nitche, melalui penguasaan Media.
Zionis akan menciptakan perang dan menjaga agar perang tetap berlanjut seraya tetap mengendalikannya agar tidak meluas. Yahudi akan menarik dan menggali keuntungan. Zionis akan memilih dan mendukung tokoh-tokoh pemimpin yang tidak berpengalaman, bodoh, dan tidak memiliki wawasan luas sebagai presiden atau pemimpin negara, agar kekuatan dan lobi Yahudi tetap bisa mempengaruhi dan mengontrolnya.
Zionis akan menciptakan situasi di mana para Goyim (kaum non Yahudi) selalu berada dalam kondisi membutuhkan mereka dalam peperangan. Media harus digunakan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik. Dan Zionis menyebutnya sendiri, “Sesungguhnya kita sudah berhasil dengan gemilang. Kemenangan ideologi kita sudah tercapai dengan terbaginya manusia pada pemikiran-pemikiran yang lahir melalui otak Darwin, Karl Marx, dan Nietsche. Pikiran-pikiran mereka mampu menggerakkan masyarakat di dunia”. Meski kemenangan sudah ada di tangan Zionis, dengan senjata media dan informasi, Zionis akan terus bergerak di bawah tanah dan tidak menunjukkan diri.
Protokol 3 – Metode Penguasaan Dasar
Memprovokasi para Politisi agar berebut kekuasaan melalui Partai Politik dengan segala cara, dan memanfaatkan serta mengadu domba para buruh dengan para orang kaya (konglomerat), untuk kepentingan perusahaan Yahudi.
Ketika protokol ini dirumuskan, Zionis sudah yakin bahwa Eropa sudah mereka kuasai dan hanya wilayah-wilayah lain yang lebih sedikit dan kecil yang belum tercapai. “Kita tinggal menerobos terowongan yang pendek”, tulis mereka. Zionis akan menciptakan situasi yang mempertajam ketegangan antara rakyat dan pemerintahnya di semua negara, agar wibawa pemerintah lemah dan rakyat memiliki kekuatan untuk bergerak.
Aktivis-aktivis partai akan dibuat penuh semangat untuk berebut kursi pemerintahan. Buruh dan serikat pekerja akan dibuat merasa puas dengan secarik kertas perjanjian dan undang-undang, padahal semua itu adalah kebohongan. Dengan begitu agen-agen Yahudi akan dikirimkan untuk mengatur roda pemerintahan dan menyusup ke setiap perusahaan-perusahaan penting di berbagai negara.
Zionis juga akan menjaga sentimen dan kebencian antara para buruh dan orang-orang kaya, agar sewaktu-waktu bisa diledakkan dengan mudah. Zionis yakin dengan mudah akan mampu mencapai setiap tujuannya, karena agama masyarakat sudah lemah.
Protokol 4 – Materialisme yang Menggantikan Religiusme Agama
Membangun Gerakan Freemasonry secara besar-besaran di seluruh Dunia dan menanamkan sikap Atheisme dengan bungkus Liberalisme kepada umat beragama diluar Yahudi, agar tidak ada lagi umat beragama yang memusuhi Yahudi.
Gerakan Freemasonry akan menjadi ujung tombak terutama untuk menghapus keyakinan bertuhan di tengah masyarakat Nasrani dan Muslim. Keyakinan bertuhan akan diganti dengan berbagai macam teori, mulai dari matematika sampai relativitas. Masyarakat akan diarahkan hanya berpikir pada arah persaingan ekonomi dan industri. Situasi seperti ini harus dipertajam, agat terwujud masyarakat yang individualistik.
Masyarakat akan apatis pada ajaran agama, nilai-nilai, norma, dan juga politik. Masyarakat hanya akan menguras tenaga dan memeras otak demi pencapaian ekonomi. Paham liberalisme harus disebarkan ke seluruh dunia, agar pengertian kebebasan mampu menimbulkan perpecahan dan disintegrasi yang pada akhirnya akan menghancurkan kaum Goyim. Salah satunya dengan cara melandaskan berbagai industri di atas spekulasi.
Protokol 5 – Desposisi dan Tahapan-Tahapannya
Hinakan semua Tokoh Agama Non Yahudi di pandangan masyarakat, dan jauhkan masyarakat dari ajaran Agama selain Yahudi, serta ciptakan pertikaian antar umat beragama di luar Yahudi.
Zionis akan melakukan pencemaran nama baik para pendeta dan ulama, agar keduanya dipandang hina, bahkan oleh gelandangan sekalipun. Lewat opini umum Zionis harus memasarkan berbagai pandangan yang akan menggoyahkan keyakinan masyarakat. Jika usaha ini belum berhasil, maka masyarakat harus diberi pandangan baru yang akan terus digali sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan demikian, keyakinan yang lama yang sudah tertanam di dalam hati manusia lambat laun akan goyah dan pada akhirnya akan tersingkirkan karena sudah dianggap tidak sesuai dengan zaman.
Zionis akan berusaha keras untuk mengeksploitasi kebobrokan mental manusia dan menghancurkan nilai-nilai adat. Dengan begitu akan tercipta perpecahan antar masyarakat di mana saja. Dengan sendirinya, jika hal tersebut tercipta maka kekuatan yang melawan Yahudi akan sirna. Zionis akan mengendalikan masyarakat Kristen, Islam dan umat beragama lainnya, karena memang kondisi semakin sulit. Sampai akhirnya manusia akan meminta kaum Yahudi menjadi pembimbing dan memimpin manusia pada tatanan dunia baru hasil ciptaan mereka. Jika posisi demikian sudah bisa diraih, maka seluruh dunia akan mudah dikendalikan. Tahapan berikutnya adalah membangun pemerintahan internasional tertinggi yang kekuasaannya meliputi seluruh dunia dan dipatuhi oleh seluruh umat manusia.
Protokol 6 – Cara Mengambil Alih Kekuasaan
Membangun Lembaga Keuangan Dunia untuk menguasai Ekonomi sekaligus menjerat semua negara agar tunduk kepada aturan Yahudi.
Pada protokol ini Zionis akan melakukan penimbunan kekayaan dan potensi finansial internasional. Harta para Goyim akan disikat sampai habis. Kekuasaan internasional yang Zionis bentuk harus memiliki potensi finansial yang sangat besar dan memiliki popularitas yang tinggi. Bangsa-bangsa yang patuh seolah-olah merasa mendapat perlindungan. Namun sesungguhnya, mereka sedang dilemahkan.
Segala status dan struktur hierarki kebangsawan di luar bangsa Yahudi harus dimusnahkan, termasuk di sektor pertanahan, karena masih akan ada yang disebut tuan tanah. Karena itu Zionis akan berjuang membebaskan tanah dari para tuan tanah, agar masyarakat tidak lagi memiliki tanah yang menjadi kekuatan dan daya tawar mereka sebagai tuan tanah.
Pada masyarakat luas harus ditanamkan nafsu berfoya-foya dan semangat bersenang-senang. Rasa malas harus ditanamkan dalam jiwa mereka. Dan tindakan ini akan melahirkan kebangkrutan yang luas di dalam masyarakat. Zionis juga akan menciptakan persaingan yang tajam antara para pedagang.
Gaji buruh akan dinaikkan, tetapi harga kebutuhan pokok juga akan terus ditingkatkan melebihi kemampuan dan daya beli para buruh itu sendiri. Buruh-buruh harus distimulasi untuk senang mabuk-mabukkan, agar tingkat produksi mereka menurun dan rendah.
Protokol 7 – Perang Global
Penguasaan Media untuk membentuk dan membuat opini umum sesuai kemauan Yahudi, sekaligus memperalat Amerika dan Eropa untuk menekan atau menyerang negara mana saja demi melindungi kepentingan Yahudi Internasional.
Rasa kebencian tidak hanya disebarkan pada perorangan, tetapi juga pada masyarakat antar benua. Eropa, Amerika dan negara-negara boneka lainnya harus didorong untuk selalu membantu menyebarkan isu permusuhan. Jika ada pemerintahan yang menentang dan menghambat tujuan Zionisme, maka diusahakan negara tetangganya merasa terancam yang pada akhirnya membuat kedua negara terlibat dalam peperangan. Agar semua terlaksana, surat kabar dan media informasi dengan skala besar harus dijadikan ujung tombak dan senjata yang ampuh.
Untuk menunjukkan kekuatannya, Zionis tidak akan segan-segan menyerang sebuah negara dengan aksi terorisme yang kejam sebagai pesan. Kekuatan Yahudi harus diketahui oleh bangsa lain, sehingga hal itu akan membuat bangsa lain merasa takut. Dan jika ada sebuah negara yang melawan, Zionis akan menggempur dan menyerang negara tersebut dengan berbagai senjata buatan Amerika dan buatan negara-negara lain yang telah menjadi sekutu Zionis.
Protokol 8 – Pengendalian Pemerintahan
Merekrut pejabat dan menguasai departemen-departemen vital di berbagai negara seperti Pendidikan dan Keuangan serta Militer untuk bekerja bagi kepentingan Yahudi, sehingga setiap saat bisa dikendalikan dan diatur, bahkan dihancurkan.
Pejabat-pejabat negara yang berasal dari orang selain Yahudi harus dikuasai, agar mudah diarahkan sesuai dengan yang Zionis inginkan. Selain itu, Zionis akan menempatkan orang-orang Yahudi pada posisi-posisi penting di negara-negara penting. Situasi politik harus dibuat terus menerus timpang terutama antara legislatif dan eksekutif.
Lagi-lagi, untuk tugas ini Zionis akan mengarahkan visi dan misi surat kabar dan media informasi. Zionis juga akan berjuang sangat keras untuk merusak generasi sekarang dan menodai generasi mendatang baik secara pemikiran, perbuatan, akhlak, dan moral. Mereka para generasi penerus bangsa akan selalu berada dalam keterpurukan sehingga kelak akan mudah untuk dikendalikan.
Protokol 9 – Re-edukasi
Mencetak sarjana dan cendikiawan serta ekonom dan politisi di berbagai negara melalui doktrin di perguruan-perguruan tinggi Amerika dan Eropa dengan kurikulum Yahudi, agar pro Yahudi.
Menaklukkan budaya juga menjadi salah satu agenda yang akan dilaksanakan di sebuah negara. Zionis akan menguasai penulis, pengarang, politikus, ahli hukum yang telah mengecap pendidikan di lembaga pendidikan Yahudi dan yang telah mendapat doktrin Yahudi. Para sarjana yang lulus dari perguruan tinggi Yahudi akan ditempatkan di posisi-posisi penting dengan kewajiban berbalas budi. Meski demikian, Zionis akan menciptakan kondisi kursi-kursi pemerintahan yang akan diduduki oleh orang-orang yang tidak memiliki wibawa di depan masyarakat, agar posisi mereka tetap lemah. Minimal para pemimpin memiliki akhlak yang buruk, sehingga rakyat mudah marah padanya. Dengan demikian Yahudi akan menguasai dua kekuatan besar, rakyat dengan budayanya, dan pelaku pemerintahan dengan ketergantungan yang tinggi pada Yahudi dan akhlak rendah yang mereka miliki.
Protokol 10 – Persiapan Kekuatan
Menciptakan pejabat korup di berbagai negara, baik di jajaran Legislatif, Eksekutif dan juga Yudikatif, agar mudah dikendalikan sesuai kemauan Yahudi.
Keluarga-keluarga Non-Yahudi juga akan menjadi sasaran serangan dari kelompok Zionis. Zionis akan merebut dan mempengaruhi setiap sarjana yang pernah dihasilkan masyarakat Non-Yahudi, agar berpihak dan menjadi hamba gerakan Zionis. Dengan kekuatan itu, Zionis akan membangun pemerintahan otokrasi yang bisa diarahkan sesuai keinginan Zionis. Lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus dipegang oleh orang-orang yang tak segan-segan menerima uang suap. Sementara pemimpin tertinggi harus dipegang oleh agen-agen Yahudi.
Protokol 11 – Status Totaliter
Israel adalah Singa sedang bangsa lain hanya Biri-Biri yang setiap saat boleh dan bisa dimangsa, sehingga Israel harus menduduki Singgasana Kerajaan Dunia untuk memperbudak seluruh bangsa. Karenanya, Gerakan Free Masonry harus membuat kelompok dan komunitas di berbagai negara sebagai ajang komunikasi antar Yahudi, sekaligus untuk perekrutan Agen Non Yahudi untuk bekerja bagi kepentingan Yahudi.
Kaum Zionis dan Yahudi merasa yakin bahwa Tuhan telah menakdirkan bangsa Yahudi mengalami diaspora ke seluruh penjuru dunia, agar dia mampu hidup dan berkembang di berbagai negara. Jika dilihat secara sepintas maka hal ini akan terlihat sebagai sebuah kelemahan, tetapi Zionis menyebutnya ini sebagai kekuatan.
Diaspora yang sudah Zionis alami harus menjadi jembatan emas untuk membangun dan menghimpun kekuatan. “Kita harus menjadi seperti singa, dan orang-orang Non-Yahudi akan menjadi domba-domba. Jika singa sudah memasuki kandang domba, domba hanya bisa memejamkan mata dan menerima nasib malangnya”.
Bangsa non-Yahudi tidak hanya dipandang sebelah mata tapi juga dipandang rendah setara dengan kotoran di mata mereka. Hal ini dapat dibuktikan jika anda membaca kitap suci Talmudz buatan para leluhur mereka, kitab suci ini adalah salah satu dari sekian banyak pedoman hidup mereka yang sesat dan tidak berperikemanusiaan. Kebanyakan dari isi kitab suci ini sangat menginspirasi setiap gerak langkah zionisme hingga saat ini.
Protokol 12 – Kontrol Media
Mengontrol setiap lalu-lalang informasi dan menguasai semua Media secara total agar tidak ada lagi arus informasi luar yang merusak opini umum yang telah dibuat untuk kepentingan Yahudi.
Kontrol media akan diusahakan oleh kelompok ini, bahkan sebelum headline-headline surat kabar dan media informasi diterbitkan. Surat kabar atau perusahaan media yang berpengaruh akan Zionis beli untuk mengimbangi suara-suara dari media independen yang lepas dari genggaman. (Situs informaside ini adalah salah satu contoh korban mereka, silahkan buka halaman utama agar anda mengetahuinya). Buku-buku berbobot akan dibebani pajak yang tinggi, sedang buku murahan akan dipopulerkan dan hanya dikenakan pajak yang rendah. Hal ini bertujuan agar para sarjana enggan menulis buku. Setiap pergerakan media yang ada di dunia ini harus berada di bawah kendali zionis. Bersihkan semua media penentang agar pencucian otak lebih mudah untuk dilaksanakan.
Protokol 13 – Pengalihan Perhatian
Alihkan pandangan dan sikap hidup masyarakat non Yahudi kepada Hiburan dan Seni serta Olah Raga, sehingga mereka tidak bisa lagi berpikir benar tentang agama mereka.
Opini umum harus dijauhkan dari kebenaran dan informasi yang sesungguhnya. Buah pikiran yang benar akan dihambat dan dikubur dalam-dalam dengan cara menampilkan berita populer yang menyita perhatian publik secara luas di surat kabar.
Agen-agen Yahudi yang bekerja di surat kabar akan bekerja keras untuk mengalihkan perhatian masyarakat dengan hiburan, seni, olahraga, bahkan gosip. Sebarkan di tengah-tengah masyarakat perilaku sakit yang mengotori jiwa sehingga menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan.
Protokol 14 – Penyerangan Agama
Hanya agama Yahudi yang boleh berjaya, sedang selain Yahudi harus dikikis habis dengan berbagai macam cara. Karya tulis apa pun yang mengkritik Yahudi harus dimusnahkan.
Akan dibentuk bahwa satu-satunya agama yang tersisa adalah agama Yahudi. Bagaimana membentuknya? Seluruh agama akan dikikis habis dengan cara merusaknya melalui berbagai cara, perkembangan pemikiran, tumbuhkan berbagai inovasi di setiap agama terutama melalui jalur liberalisasi agama. Situasi ini akan menguntungkan agama Yahudi, karena kelak manusia akan berduyun-duyun mengikuti ajaran Zionis, meskipun tak akan pernah bisa menjadi Yahudi. Tak ada lagi orang yang mengkritisi agama atau ajaran Yahudi, rabi-rabi akan disembah, dan masyarakat dunia hanya akan mendapat karya-karya picisan yang mengalihkan pandangan mereka.
Protokol 15 – Tanpa Belas Kasihan
Agen Rahasia Yahudi harus disebar ke seluruh Dunia untuk menghimpun data-data dan memuluskan jalan Gerakan Free Mansory menuju Kerajan Zionis Internasional, serta menghabisi siapa saja yang mencoba untuk menghalangi.
Penyebaran agen Yahudi terutama jaringan Freemasonry akan dikirim ke seluruh penjuru dunia. Mereka akan mendapatkan dan menggali data-data akurat untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang akurat pula.
Dan setelah berkuasa, mereka akan memusnahkan semua gerakan dan komunitas Non-Yahudi dengan cara yang bahkan tak disadari oleh kelompok-kelompok yang akan dihancurkan itu sendiri. Perpecahan-perpecahan akan terjadi dan kelompok Yahudi bisa dengan mudah cuci tangan dan menghindari tuduhan.
Protokol 16 – Pencucian Otak
Menghapus semua kurikulum pendidikan anti Yahudi di negara mana pun, dan menerapkan sistem pendidikan yang menjauhkan bangsa-bangsa dari pendidikan agama mau pun budi pekerti, karena manusia non Yahudi adalah Gentiles atau Ghoyim, dan Ghoyim sesungguhnya hanyalah Binatang Ternak yang diciptakan untuk melayani kaum Yahudi.
Zionis akan tampil memimpin pada instansi dan lembaga-lembaga penting, terlebih universitas dan gerakan intelektual. Setelah itu Zionis akan mencoba melakukan penulisan sejarah ulang, menyisihkan sejarah yang menghujat dan menyerang bangsa Yahudi. Namun, yang perlu Zionis waspadai adalah lembaga-lembaga pendidikan yang berjalan dengan kurikulum sendiri yang lebih independen. Tidak seragam secara nasional. Maka akan diusahakan lembaga pendidikan seperti ini akan dilenyapkan. Kemerdekaan berpikir benar dan berpendapat lurus akan dilenyapkan, meskipun kemerdekaan berpikir dan berpendapat adalah slogan mereka, tetapi untuk melenyapkan hal itu mereka akan menyeragamkan cara berpikir manusia melalui media massa. Zionis telah menanamkan pelajaran-pelajaran empiris dan sudah membuang pelajaran-pelajaran non-empiris. Pelajaran ini amat sistematis agar kaum terpelajar tidak mampu berpikir luas dan tidak mampu memecahkan persoalan tanpa bantuan orang lain. Mereka bagai ternak yang dapat dengan mudah digiring oleh para penggembala.
Protokol 17 – Menghinakan Para Tokoh Agama
Menjatuhkan popularitas semua Tokoh Agama Non Yahudi, dan mengambil alih pengaruhnya untuk menguasai para pengikutnya demi memenuhi hasrat dan kepentingan Yahudi.
Peran tokoh agama bahkan agama itu sendiri harus dimusnahkan. Nama mereka akan dicemarkan, agar umat tak lagi percaya dan hormat pada mereka. Jika ada kesempatan yang baik, Zionis akan meruntuhkan Vatikan, bahkan menembak dan membunuh Paus melalui orang lain.
Dan jika ini terjadi, kita akan memobilisasi penduduk dunia untuk datang ke Vatikan dan menuntut pengusutan atas pembunuhan. Zionis akan tampil memimpin mereka, hal itu perlu dilakukan agar kita memiliki kesempatan untuk menduduki singgasana Paus, lalu orang Yahudi akan diangkat menjadi Paus dan Kepala Uskup gereja di seluruh dunia, sehingga kekuatan agama Nasrani dapat dikontrol dibawah komando Yahudi.
Protokol 18 – Cara Mengendalikan Musuh
Merekayasa kerusuhan dan keonaran di berbagai negara, lalu tampil sebagai pahlawan penyelamat untuk meraih simpati masyarakat internasional.
Kerusuhan di seluruh dunia akan Zionis ciptakan dan ditunggangi polisi dan petugas keamanan yang tidak mampu menanganinya. Tokoh-tokoh agama dan para penceramah akan diatur untuk menerangkan keadaan palsu. Di saat itulah mereka memainkan peranan seolah-olah memberikan jalan keluar dan simpati pada kondisi masyarakat. Politisi dan para pejuang yang Zionis tangkap akan dicitrakan bukan sebagai pahlawan, tetapi sebagai pencuri, kriminal, pembunuh, dan teroris. Masyarakat akan dibuat memiliki anggapan bahwa mereka adalah para kriminal bukan pejuang kebenaran.
Protokol 19 – Pemerintah dan Masyarakat
Membunuh karakter para Tokoh Politik Anti Yahudi, dan menjerat berbagai negara dengan utang kepada Lembaga Keuangan Yahudi Internasional, agar selalu tunduk kepada kemauan Yahudi.
Penjajahan politik merupakan cara yang ampuh lagi pula mudah, yakni dengan memperalat para juru bicara yang dapat dibeli dengan uang dan kepangkatan, meskipun mengakibatkan orang-orang awam akan terjual dan jatuh miskin karena ulah mereka.
Kita harus dapat membedakan hukuman bagi pelaku kejahatan kriminal dan pelaku pembunuhan politik. Pembunuhan politik itu harus dihukum seringan mungkin, agar mereka tidak merasa jera dan terdorong untuk kembali untuk melakukan makar, pembajakan, dan sejenisnya.
Hancurkanlah negara goyim dengan tumpukan utang-utang mereka, agar kita dapat mengeruk keuntungan dari angaran belanja negara serta bunganya yang tinggi. Maka sekaligus kita dapat menguasai politik, ekonomi dan sosial. Rakyat akan jatuh miskin dan utang luar negerinya pun bertambah. Berikan sedikit bumbu-bumbu manis agar uang pinjaman itu segera dimanfaatkan oleh para pejabat negara untuk mencari kesenangan pribadi, kemewahan dan hidup berfoya-foya.
Protokol 20 – Program Finansial
Menciptakan Ahli Ekonomi Dunia yang tunduk kepada Sistem Ekonomi Yahudi, dan menjadikannya sebagai rujukan seluruh Ekonom Dunia.
Zionis akan mendukung pemerintahan seperti di atas dengan para pemikir dan sejumlah ahli ekonomi yang memberikan saran dan nasihat yang seolah-olah dipandang sebagai jalan keluar. Padahal seluruh nasihat tersebut hanya membuat negara dan pemerintah semakin lumpuh dan kekuatan Yahudi semakin berkuasa. Zionis akan mengerahkan banker, industrialis, pemodal, dan milioner Yahudi seolah-olah membantu negara dan pemerintah. Segala sesuatu tampak bisa diatur dengan sempurna dan angka-angka profit bermunculan di mana-mana, tetapi akhir dari semuanya adalah kebinasaan untuk bangsa dan negara.
Protokol 21 – Sistem Riba dan Hutang
Menjadikan Bunga Utang sebagai alat pemeras dan penguras kekayaan berbagai negara agar terus mengalir ke perbendaharaan Yahudi Internasional, melalui penerbitan surat-surat berharga keuangan yang dikontrol oleh Lembaga Keuangan Yahudi.
Ciptakan citra bahwa utang luar negeri sebagai bantuan. Padahal mereka sedang terjerat utang. Situasi seperti ini harus terus dipelihara, agar kekayaan-kekayaan negara pengutang terus mengalir ke dalam perbendaharaan kelompok Yahudi. Akal bangsa-bangsa Goyim tidak akan mengerti bahwa utang mereka kepada negara-negara kapitalis akan menguras kekayaan negeri mereka, sebab bunga utang-utang itu akan dibayar dengan hasil bumi dan sumber daya alam mereka. Segera setelah Zionis menguasai kekayaan, menguasai negara-negara dan pemerintahannya, mereka akan menciptakan penguasa-penguasa dan pemerintah yang akan terus berutang dari jaringan finansial Yahudi, sehingga negara dan pemerintahan tersebut semakin tergenggam dalam kekuatan kapitalis.
Protokol 22 – Kekuatan Uang Kertas di Atas Emas
Penguasaan Emas Dunia dan menggantinya dengan lembaran kertas bernilai / berharga yang bisa dikontrol dan diatur oleh Lembaga Keuangan Yahudi Internasional, serta membolehkan penggunaan kekerasan dalam menguasai Emas Dunia.
Emas dan sumber emas harus dikuasai karena emas memegang peranan penting. Dan setelah menguasainya, emas akan dijadikan senjata untuk mencapai tujuan dan cita-cita Zionis menguasai dunia. Dan untuk itu tak ragu-ragu Zionis akan menggunakan kekerasan.
Protokol 23 – Mempertahankan Keutuhan Umat Yahudi
Memperkokoh Kerajaan Israel di atas muka Bumi dengan melenyapkan semua penghalang, termasuk kawan Non Yahudi sekali pun yang terlalu banyak mengetahui rahasia Gerakan Zionis.
Zionis akan melemahkan negara-negara dan bangsa yang lain di saat yang sama Zionis akan memperkuat bangsa Yahudi. Setelah kuat, Zionis akan melenyapkan negara-negara tersebut dan juga semua organisasi, tidak hanya para penentang, tetapi juga organisasi dan negara yang semula membantu mereka tetap akan dimusnahkan. Hanya akan ada satu negara dan satu bangsa, yaitu Kerajaan Yahudi.
Protokol 24 – Kualitas Pemimpin Yahudi
Pemimpin Gerakan Zionis Internasional harus keturunan David (Daud) yang cerdas, bersih, berani, tangguh dan kharismatik serta setia kepada cita-cita Zionisme.
Para keturunan Daud atau David akan memimpin menjadi raja dan dibantu oleh tokoh-tokoh Zionis. Orang-orang ini harus memiliki otak yang cerdas, brilian, mampu mengendalikan nafsunya, bisa bergaul dengan masyarakat, bersih dari noda dan berani berkorban untuk memenangkan kepentingan dan tujuan besar Zionisme. Dia harus menjadi lambang kejayaan, tangguh, dan karismatik.
Demikianlah uraian singkat mengenai Protokol Zion yang sangat perlu anda ketahui. Kini anda bisa menilai perkataan Hitler yang pernah diucapkannya pada saat-saat pidato terakhirnya di Berlin :
“Hari esok sejarah pasti akan salah dalam menilai diriku, mereka akan memanggilku dengan sebutan diktator dan harus bertanggung-jawab atas tindakan genosida yang telah aku lakukan terhadap jutaan umat Yahudi.
Tapi suatu hari nanti akan datang hari dimana seluruh dunia akan menyadari bahwa yang aku lakukan adalah sebuah tindakan yang benar. Aku menghancurkan 90% umat Yahudi di dunia ini dan sengaja menyisakan 10% dari mereka, agar seluruh dunia mengetahui apa alasanku membunuh mereka”.
Dan kata-kata Hitler tersebut seakan dipertegas kembali oleh pernyataan Henry Ford (sang pemilik perusahaan otomotif bermerek Ford yang sangat ternama di dunia) dalam bukunya yang berjudul The International Jews :
“Jika saya ditanya tentang asli atau tidaknya Protokol Zion ini, maka saya tidak akan mau masuk ke dalam perdebatan panjang itu. Satu-satunya hal yang ingin saya katakan berkenaan dengannya adalah, bahwa semua kejadian yang ada di dunia ini sejalan dengannya…”
Bukankah benar begitu adanya? Simak dan lihatlah fakta-fakta di seputar kita…!!! [informaside]
Salah satu prinsip pokok prajurit intelijen didikan Sekolah Nakano yang saya ingat adalah 無 私 atau dibaca むしatau “mushi”. Hampir dalam setiap kesempatan selalu diingatkan tentang pentingnya mushi dalam segala peri kehidupan seorang insan intelijen.
Saya tidak akan pernah lupa hingga akhir hayat dan dapat menjalani hidup sebagai intel berkeliling Indonesia dan berkeliling dunia dengan menghayati prinsip mushi tersebut. Seperti juga semangat bushido bagi seorang samurai yang menjadi code of conduct bagi kehidupan seorang Samurai, maka Mushi adalah “code of conduct kehidupan seorang Intel” atau Ninja, Shinobi, atau Kunoichi.
Ilmu intelijen Nakano telah lama musnah dalam sistem pendidikan intelijen Indonesia karena tidak ada lagi generasi intelijen yang mengajarkannya. Meskipun cikal bakal atau pondasi intelijen Indonesia adalah merujuk kepada kombinasi Ninja Jepang dan kearifan lokal Telik Sandi Nusantara, namun karena kurangnya perhatian kepada pendidikan dan pelatihan intelijen, maka secara perlahan yang terjadi adalah kemerosotan mentalitas intelijen yang kemudian kurang menghayati identitas jati diri sebagai intelijen.
Apakah mushi tersebut?
Arti kata “Mushi” secara sederhana adalah “tidak mementingkan diri sendiri”. Namun dalam kata Mushi tersebut mengandung makna ketiadaan yang pada awalnya sangat sulit untuk dipahami karena melibatkan proses penyangkalan terhadap eksistensi kita sebagai mahluk sosial.
Prinsip Mushi ini dapat dibandingkan dengan ajaran Hindu sebagaimana tertulis dalam Bhagawat Gita dalam pernyataan Ramakhrisna tentang pembacaan mantra Gita, di dalam ajaran Buddha dan Zen yang mana melalui meditasi dapat mencapai kesempurnaan diri, kemudian di dalam ajaran Yahudi berkembang menjadi kebencian terhadap diri sendiri (jiwa yang mencela), dalam ajaran Kristen dicontohkan dengan pengorbanan Yesus, dalam dunia Islam banyak dipraktekkan oleh kaum Sufi. Perbandingan tersebut tentu tidak bersifat mutlak karena terdapat perbedaan makna sesuai dengan ajaran masing-masing.
Dari the spirit of Mushi atau semangat Mushi yang menjiwai setiap insan yang telah lulus sebagai Shinobi akan mempraktekan 11 prinsip dalam hidupnya yakni:
Bebas dari ambisi pribadi;
Bebas dari emosi ;
Loyalitas adalah jiwa saya;
Misi tugas adalah jantung saya;
Kerahasiaan adalah darah saya;
Di tengah masyarakat saya menghilang;
Saya menghilang dalam bayangan;
Bayangan saya bisa rendah dan tinggi;
Rajin berlatih menghilang dalam bayangan;
Selalu melakukan persiapan sebelum misi;
Ketika saya berpolitik maka saya bukan lagi intelijen.
Makna dari 11 prinsip Mushi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, bebas dari ambisi pribadi. Seperti ajaran Buddha dan Zen yang membebaskan manusia dari hasrat kehidupan duniawi, maka bagi seorang intel diperlukan suatu keadaan jiwa yang bebas dari ambisi pribadi karena tugasnya adalah melaksanakan misi dari pimpinan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Ambisi pribadi baik berupa keinginan untuk kekayaan, jabatan, ketenaran, dan lain sebagainya adalah penyakit yang dapat merusak efektifitas kerja intelijen. Kualitas insan intelijen yang dapat menanggalkan ambisi pribadinya akan luar biasa karena dia bekerja tanpa pamrih dan sungguh-sungguh serta fokus kepada misi.
Hal ini dalam kacamata manusia modern akan terlihat klise atau bahkan mustahil karena manusia pada dasarnya selalu bertanya bagaimana dengan nasib saya atau fokus kepada kepentingan diri sendiri. Namun justru sikap seperti itulah yang melahirkan pengkhianatan, persaingan sesama intel yang tidak sehat, serta fokus yang lemah kepada misi, dan hilangnya militansi dalam melaksanakan tugas intelijen.
Itulah sebabnya dalam berbagai tradisi rekrutmen intel-intel yang handal di berbagai lembaga intelijen terkemuka di dunia seringkali dicari calon intel yang yatim piatu atau mereka yang tidak memiliki afiliasi keluarga besar yang berpengaruh secara politik. Secara teori akan lebih mudah bagi mereka yang telah terbiasa tanpa keluarga untuk bekerja tanpa pamrih, menempuh resiko tinggi, dan fokus kepada tugas tanpa ambisi pribadi.
Bila anda anak seorang Jenderal atau politisi atau dari keluarga yang terpandang, sangat sulit untuk tidak menginginkan posisi yang tinggi dalam kehidupan anda bukan?
Kedua, bebas dari emosi. Bagaimana mungkin kita sebagai manusia menanggalkan emosi kita atau menyimpannya di dalam hati kita? Pertanyaan ini sangat umum dan logis. Namun justru itulah yang dituntut dari seorang insan intelijen. Hal ini bukan berarti anda menjadi berdarah dingin tanpa ekspresi di wajah anda.
Apa yang dimaksud bebas dari emosi adalah bahwa seorang intel harus mampu mengendalikan emosinya baik ketika dalam keadaan teramat sangat sulit dan tersiksa untuk tidak menangis, dan dalam keadaan dipuji dan kesenangan untuk tidak lupa diri. Kesadaran tinggi untuk menyadari emosi yang bergejolak di dalam hati kita sebagai seorang intel bukanlah hal yang mudah untuk dicapai.
Contoh ekstrim adalah kekuatan mental menghadapi siksaan musuh bila anda tertangkap serta kesiapan untuk “bunuh diri” membawa rahasia bersama kematian anda. Contoh lain adalah tidak mempertunjukkan kesenangan anda pada sesuatu apakah itu wanita cantik, harta benda seperti mobil mewah dan properti, dan lain-lain. Semua itu akan terlihat dalam emosi spontan anda ketika menjalani misi intelijen.
Misalnya, umumnya laki-laki senang dengan wanita cantik yang sexy, baik dan menarik hati. Keumuman sikap kaum laki-laki tersebut tersebut tentunya juga dialami mereka yang menjadi intel karena intel juga manusia, namun bahaya dari jebakan wanita cantik sudah sangat sering terjadi dalam kisah tragis insan intelijen karena akan mudah dijebak oleh musuh. Inti dari bebas dari emosi adalah anda tidak memperlihatkan kelemahan anda.
Ketiga, loyalitas adalah jiwa saya. Seorang Intel, Ninja, Shinobi atau Kunoichi akan kehilangan nilainya ketika ia kehilangan loyalitasnya. Seperti juga samurai yang menempatkan loyalitas sebagai salah satu prinsip dalam semangat Bushido, maka dalam semangat Mushi prinsip loyalitas adalah harga mati.
Bila anda berkhianat hukumannya adalah mati. Bila anda kabur dari misi, hukumannya juga mati. Bila anda berinisiatif dengan ide sendiri yang menyimpang dari misi maka hukumannya juga mati. Loyalitas kepada pimpinan, loyalitas kepada misi, loyalitas kepada bangsa dan negara adalah jati diri yang melekat kepada seorang insan intelijen.
Keempat, misi tugas adalah jantung saya. Bila loyalitas menjadi jiwa seorang intel, maka misi tugas adalah jantungnya. Walaupun dapat dimaknasi secara seimbang antara jantung dan jiwa, namun jantung disini juga bermakna pusat perhatian dan pusat dari peri kehidupan tugas dan kegiatan insan intelijen. Artinya insan intelijen tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan misi yang diamanatkan oleh pimpinan atau komandan intelijen.
Bila anda misinya adalah membuat analisa maka laksanakan misi tersebut sebaik-baiknya secara velox et exactus. Bila anda misinya melakukan inflitrasi dan penggalangan maka laksanakan tugas tersebut secara tuntas hingga tujuan misi tercapai. Bila anda misinya adalah melakukan penyelidikan di wilayah musuh, maka laksanakan tugas penyelidikan tersebut secara sempurna sehingga anda memperoleh informasi yang diperlukan pimpinan.
Kelima, kerahasiaan adalah darah saya. Masih mirip dengan prinsip jiwa loyalitas, jantung misi tugas, maka kerahasiaaan adalah darah saya. Maknanya adalah bahwa segenap penggerak perilaku perbuatan saya diselubungi oleh kerahasiaan.
Karena darah mengalir di seluruh tubuh saya, maka mulut saya tidak akan mengungkapkan rahasia, tangan saya tidak akan menuliskan rahasia, kaki saya tidak akan melangkah pada pembongkaran rahasia. Bila saya tidak dapat menjaga rahasia, maka berarti darah mengalir keluar dari tubuh saya dan hanya kematian yang pantas saya terima.
Keenam, di tengah masyarakat saya menghilang. Maknanya adalah saya ada di tengah-tengah masyarakat tetapi masyarakat tidak akan pernah menyadarinya atau mengenalinya. Saya menyatu dengan masyarakat secara wajar dimanapun saya berada dalam melaksanakan tugas.
Untuk dalam menghilang di tengah-tengah masyarakat maka anda dapat merasakan betapa pentingnya prinsip pertama dan kedua dalam memperkuat pondasi hilangnya diri kita ditengah-tengah masyarakat. Bila anda memiliki ambisi pribadi yang besar, boleh jadi pada suatu masa anda memperoleh kesempatan untuk menjadi tenar, kaya dan terhormat di tengah-tengah masyarakat. Kemudian anda menjadi rajin memupuk eksistensi diri anda di tengah-tengah masyarakat. Bahkan puncak kebodohan anda adalah eksistensi tersebut karena anda seorang intelijen.
Jati diri intelijen meskipun kontroversial namun hampir selalu dikagumi dan dihormati. Anda akan mudah untuk kawin lagi karena anda seorang intel, anda dapat memperoleh banyak hal dalam hidup anda karena anda seorang intel. Mengapa demikian? Hal itu tidak terlepas dari skill dan kemampuan anda dalam seni intelijen yang tinggi yakni mudah mempesona siapapun yang menjadi target anda sebagaimana diajarkan dalam pendidikan dan pelatihan.
Maka hati-hatilah dengan ambisi dan emosi anda, karena hal ini dapat melemahkan kemampuan anda untuk menghilang di tengah-tengah masyarakat.
Ketujuh, saya menghilang dalam bayangan. Sering kita dalam komunitas intelijen menyaksikan insan intelijen yang rusak mentalnya yakni raja menghilang di tengah tugas atau menghilang saat diperlukan atau menghilang saat harus bertanggung jawab.
Iya, tidak sedikit saya mendengar insan intelijen yang kabur atau menghilang dari tugas. Hal itu tidak mungkin terjadi dari alumni Nakano, Saipan, maupun kelompok-kelompok kecil binaan alumni Nakano. Semoga komunitas intelijen Indonesia saat ini waspada dengan karakter buruk tersebut dan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang suka menghilang dari tugas.
Berbeda dengan karakter buruk menghilang saat tugas, makna dari menghilang dalam bayangan adalah pentingnya cover dalam kehidupan seorang insan intelijen. Sebagai intelijen yang melaksanakan tugas, anda menghilang dan mewujud dalam bentuk lain dalam cover baik identitas, pekerjaan, kisah hidup, dan berbagai hal yang diperlukan lengkap untuk bayangan baru anda di tengah-tengah masyarakat.
Kedelapan, bayangan saya bisa rendah dan tinggi. Maknanya adalah cover anda bisa rendah secara strata sosial seperti kaum miskin dhuafa, gembel, bahkan orang gila sekalipun, namun juga bisa tinggi seperti pejabat, perwira, tokoh, celebritas, ulama, orang kaya, pengusaha sukses, dan lain sebagainya.
Intinya disini jangan disamakan dengan penipu, karena keahlian anda tersebut dapat menjerumuskan diri anda menjadi penipu yang tentunya bekerja untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Anda adalah aktor yang piawai memerankan peran anda dalam bayangan anda sesuai dengan misi dan kebutuhan informasi. Jangan tergoda untuk melakukan hal lain selain misi utama anda yang diamanatkan oleh pimpinan.
Kesembilan, rajin berlatih menghilang dalam bayangan. Tidak mudah untuk memerankan suatu lakon dalam bayangan anda di tengah-tengah masyarakat. Perbedaan anda dengan aktor atau aktris film adalah bahwa kisah anda tidak direkam dalam film untuk ditonton, melainkan kisah nyata yang terus bergulir dari satu tugas ke tugas lainnya.
Hal ini khususnya untuk operator operasi lapangan aksi rahasia atau covert action, dimana anda tidak bisa tiba-tiba berperan sebagai pengusaha bila tidak mempelajari sungguh-sungguh bagaimana karakter dan perilaku umum pengusaha disertai pemahaman dalam berbagai istilah bisnisnya.
Demikian juga ketika anda menyamar menjadi seorang wartawan, aktivis, ilmuwan, atau ulama semuanya memiliki karakter dan perilaku khusus yang tidak dapat anda kuasai dalam sehari. Oleh karena itu rajjin-rajinlah membaca, belajar dan berlatih.
Kesepuluh, selalu melakukan persiapan sebelum misi. Keadaan diharapkan dari para insan intelijen adalah selalu siap sedia untuk diterjunkan dalam suatu misi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Meskipun anda sudah rajin berlatih, jangan pernah mengabaikan persiapan sebelum pelaksanaan tugas.
Hal ini mengacu kepada rencana operasi baik yang sifatnya logistik maupun rangkaian rencana eksekusi pelaksanaan misi. Sukses suatu misi sangat dipengaruhi oleh perencanaan dan persiapan anda sebelum menjalani misi tersebut. Bila persiapan anda buruk atau tergesa-gesa, maka kemungkinan misi gagal menjadi tinggi.
Kesebelas, ketika saya berpolitik maka saya bukan lagi intelijen. Prinsip terakhir ini agak berbeda dengan sepuluh prinsip sebelumnya karena terkait dengan pergeseran fungsi. Masih terkait dengan prinsip pertama yakni ambisi.
Ada kalanya seorang insan intelijen memiliki kesempatan untuk berkuasa di suatu negeri/negara, khususnya mereka yang telah mencapai posisi puncak organisasi dan penguasaan informasi. Pada level ini tentu tidak dapat dipungkiri, bahwa insan intelijen juga memiliki kapabilitas untuk memimpin suatu negeri/negara sebagaimana terjadi di banyak negara di dunia.
Pada level inilah ambisi anda menjadi pemimpin sah-sah saja untuk ditempuh, namun hal itu berarti anda sudah bukan intelijen lagi melainkan pemimpin yang kebetulan memiliki sejarah intelijen. Anda harus segera menanggalkan identitas intelijen anda dan berubah menjadi negarawan yang telah dibekali pengalaman intelijen untuk kepentingan bangsa dan negara.
Jangan berperilaku seperti layaknya intel karena anda akan jatuh di mata masyarakat. Garis pemisahnya sangat jelas, yakni ketika anda mulai memikirkan bagaimana membawa perubahan masyarakat yang lebih baik melalui jalur kekuasaan politik, maka segeralah anda tanggalkan jati diri intelijen dan jadilah negarawan yang baik.
Di hari yang mulia ini, 72 tahun sudah Indonesia Merdeka terngiang pekikan lantang “merdeka… merdeka… merdeka…” dengan tangis dan suka cita kemerdekaan Indonesia. Intelijen Indonesia hanya selang beberapa minggu setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibangun oleh sahabat-sahabat alumni Sekolah Nakano.
Saya berani bertaruh, generasi intelijen Indonesia saat ini tidak ada yang mengenal sejarahnya sendiri. Usia organisasi intelijen Indonesia adalah sama dengan usia negara Republik Indonesia, 72 tahun terus-menerus mengawal perjalanan bangsa dan negara Indonesia. Semoga ada diantara anda yang berkenan menyebarluaskan dan mengajarkan kembali kepada komunitas intelijen Indonesia.
Boleh jadi prinsip Mushi telah dilupakan oleh komunitas intelijen Indonesia, boleh jadi komunitas intelijen merasa Mushi merupakan prinsip intelijen asing (Jepang) yang harus dilupakan. Namun adakah diantara anda komunitas intelijen yang memahami bahwa prinsip asing Mushi tersebut telah mengalami proses sinkretisme dengan kearifan lokal telik sandi dalam konsep prajurit perang pikiran?
Budaya dan tradisi Indonesia masa lalu adalah selalu bersifat kebathinan, baik dalam semangat Hindu, Hindu-Buddha, Buddha, Islam, Kristen, Konghucu dan berbagai kepercayaan Nusantara seluruhnya sarat dengan aspek kebathinan yang sangat kuat. Semua berbicara masalah hakikat, hakiki, dan pemaknaan hidup yang dalam, yakni sejatinya hidup atau hakikat keberadaan hidup manusia, dimana salah satunya adalah terkait dengan ketiadaan diri kita di hadapan Yang Maha Kuasa.
Beruntunglah para insan intelijen Indonesia bila telah memparktekan ketiadaan dan pengorbanan dalam perjalanan hidupnya serta pelaksanaan tugasnya, karena hal itu juga dapat mengantarkan kepada pemahaman tentang hakikat kehidupan yang sementara di dunia ini. Semoga bermanfaat.
Salam Intelijen,
Merdeka !!!
Eyang SW, The Legend
Wahai insan intelijen, dimanapun kalian berada marilah kita kembali kepada Spirit Of Mushi agar profesionalisme dan kualitas sebagai insan Intelijen kalian bisa lebih meningkat. Dirgahayu RI 72, Jayalah Negeriku Jayalah Bangsaku. (Dharma Bhakti Pertiwi)
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan kekuasaan intelijen. Saat itu, citra intelijen sangat kuat dengan orang tegap, rambut gondrong, jaket kulit gelap, pistol di pinggang, HT dan tidak lupa Toyota Hardtop sebagai tunggangan. Gambaran ini terus membekas hingga kini sehingga orang dengan ciri-ciri diatas pasti akan langsung dicap sebagai intel.
Apakah sebenarnya seorang petugas intelijen harus seperti ciri-ciri di atas? Sebenarnya tidak. Seorang petugas intelijen justru dituntut untuk terlihat seperti masyarakat biasa. Petugas intelijen yang sudah mengikuti pendidikan intelijen pasti tahu bahwa salah satu pelajaran dasar sebagai seorang petugas intelijen adalah cover (kedok) untuk penyamaran.
Seorang petugas intelijen ketika bertugas harus menggunakan cover, harus menyamar. Tujuan penggunaan cover secara prinsip ada 2 hal utama yaitu supaya dalam bertugas seorang petugas intelijen tidak dicurigai dan bisa diterima oleh target operasi.
Prinsip dasar dalam menentukan cover yang akan digunakan oleh seorang petugas intelijen adalah sebagai berikut :
Cover sebaiknya sesuatu yang benar-benar dijalani sehari-hari. Misalnya seorang petugas intelijen mempunyai kerjaan sambilan sebagai dosen, maka gunakan cover tersebut. Keuntungan menggunakan cover yang sudah sehari-hari dijalani adalah hal ini mudah dilakukan dan sudah dikenal oleh banyak orang, secara otomatis akan ada pembenaran dari banyak pihak bahwa cover tersebut memang benar.
Cover harus konsisten. Sebaiknya pada saat bertugas maupun tidak bertugas selalu konsisten menggunakan cover yang sama. Jika cover petugas intelijen berubah-ubah maka akan menimbulkan kecurigaan bagi pihak oposisi. Contohnya jika kita melihat sesorang hari ini menjadi dosen, hari berikutnya menjadi tukang becak, dan setelah itu menjadi germo di lokalisasi tentu kita akan curiga dan justru akan mengusut sebenarnya siapa dan mau apa orang tersebut.
Cover harus dilengkapi dengan dokumen jika memang cover tersebut formal. Misalnya cover menjadi wartawan tentu saja harus dilengkapi dengan kartu pers dan bukti tulisan yang sudah pernah dimuat di media. Cover sebagai buruh tentu saja harus dilengkapi dengan kartu anggota serikat buruh. Cover tidak hanya status tetapi juga aksi (cover action). Jika petugas intelijen menggunakan cover sebagai guru tentu saja harus mengajar. Cover sebagai tukang becak harus mengayuh becak, jangan pernah terjadi jika petugas intelijen menggunakan cover tukang becak tetapi saat ada penumpang mau menggunakan jasanya tidak mau, ini akan menimbulkan kecurigaan pihak oposisi.
Hal yang harus dihindari dalam pemilihan dan penggunaan cover :
Cover tidak sesuai dengan penampilan. Misalnya cover sebagai pengusaha atau orang kantoran tetapi penampilan kumuh. Cover sebagai seorang buruh tetapi dandanan necis. Perilaku yang tidak sesuai dengan cover, misal cover sebagai alim ulama tetapi nongkrong di lokalisasi.
Cover formal tanpa dokumen dan aksi. Misalnya, cover sebagai wartawan tetapi tidak mempunyai kartu pers dan tidak ada bukti karya di media.
Contoh cover yang sangat mendukung tugas intelijen adalah wartawan. Prinsip kerja wartawan sangat mirip dengan petugas intelijen, sama-sama mencari data dan informasi. Bedanya, adalah intelijen mencari informasi secara tertutup, wartawan mencari informasi secara terbuka.
Bukan sesuatu yang aneh lagi jika lembaga intelijen merekrut wartawan untuk menjadi petugas intelijen. Hal ini akan memudahkan tugas intelijen karena orang tersebut sudah punya cover (kedok) yaitu sebagai wartawan, dan memang wartawan asli. Petugas intelijen yang mempunyai kedok wartawan, apalagi jika memang benar-benar menjadi wartawan media mainstream dan produktif dalam memuat berita, akan sangat sulit diketahui identitas intelijennya.
Memang akan sangat ideal jika lembaga intelijen melakukan spoting terhadap wartawan-wartawan yang mempunyai jiwa nasionalisme dan patriotisme untuk menjadi agen intelijen. Tidak perlu melatih cover, orang tersebut sudah punya cover dan sudah ahli menggali informasi, dan tentu saja tidak dicurigai karena sebelumnya sudah dikenal sebagai wartawan.
Masalah akan menjadi beda jika seorang petugas intelijen, apalagi yang basicnya militer, dilatih teknik jurnalistik untuk kedok wartawan. Tubuh tegap dan bicara patah-patahnya akan mudah dicurigai, dan tentu saja kemunculan wartawan baru dengan body ala aparat akan menarik perhatian.
Intelijen dan wartawan sama-sama mempunyai tugas mencari informasi, dengan teknik dan tujuan yang berbeda. Kesimpulannya, intelijen dan wartawan harus bekerja sesuai dengan kaidah etika profesi dan mentaati undang-undang supaya informasi-informasi tersebut dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara tanpa merugikan pihak tertentu
Jika memang tertarik dalam dunia intelijen maka siapkanlah cover, termasuk dokumen pendukung dan aksinya. Cover adalah senjata utama seorang petugas intelijen, bukan pistol, bukan HT.
Cover dan Senjata
Beberapa kali terdengar kisah seseorang melakukan intimidasi kepada orang lain dengan mengatakan dirinya sebagai intel dan tentu saja sambil memamerkan senjata api. Orang awam yang diintimidasi tentu saja akan ketakutan apalagi jika orang tersebut mempunyai catatan kriminal atau sudah pernah melakukan tindakan yang dianggap “melawan negara”.
Jika kita lebih jeli sebenarnya hal tersebut justru menunjukkan kegagalan seorang petugas intelijen. Seorang petugas intelijen tentu sudah pernah mengikuti pendidikan intelijen dan salah satu prinsip dasar intelijen adalah penggunaan cover (kedok) dalam bertugas. Jadi seorang petugas intelijen tidak boleh mengatakan dirinya intel, apalagi menunjukkan senjatanya. Kegagalan paling fatal seorang petugas intelijen adalah ketika dirinya mengaku intel kepada oposisi.
Intelijen adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kecerdasan, metode intelijen dilakukan justru karena menghindari metode operasi secara terbuka. Ada pilihan ketika metode intelijen dilakukan dan metode operasi secara terbuka dilakukan dan tentu saja pilihan penggunaan metode ini sudah melalui kajian yang matang.
Salah satu keuntungan menggunakan metode intelijen adalah memperoleh informasi dari sumbernya langsung tanpa sumber tersebut sadar bahwa sedang digali informasinya. Informasi yang diberikan oleh sumber secara bebas tentu nilainya lebih akurat daripada yang diberikan oleh sumber dalam keadaan tertekan.
Untuk membuat sumber memberikan informasi secara terbuka maka perlu pendekatan-pendekatan, salah satunya adalah dengan pendekatan yang humanis bukan dengan pendekatan kekuasaan.
Sudah bukan jamannya lagi mencari informasi dengan kekerasan, dengan menunjukkan senjata, selain melanggar HAM hal tersebut juga melanggar kaidah-kaidah intelijen.
Cover dan Wanita
Suatu operasi intelijen tidak semata hanya milik kaum pria. Dalam situasi tertentu justru operasi intelijen akan lebih lancar jika melibatkan kaum perempuan. Melibatkan kaum perempuan dalam dunia intelijen diyakini sudah terjadi terjadi sejak waktu yang sangat lama, bahkan dalam cerita klasik Samson dan Delilah hal itu sudah terjadi. Delilah berusaha memikat Samson dan mencari titik lemahnya. Delilah berhasil menemukan titik lemah Samson, yaitu rambut. Akhirnya Samson dapat ditaklukan.
Indonesia sudah melibatkan kaum perempuan dalam masa sebelum kemerdekaan. Soekarno, yang pernah menjadi Presiden RI menjelaskan secara detail peran perempuan. Buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, edisi revisi tahun 2007 pada halaman 100 disebutkan sebagai berikut :
“Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Aku telah membuktikan di Bandung, Dalam keanggotaan PNI di Bandung terdapat 670 orang yang berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh. Kalau menghendaki mata-mata yang hebat, berilah aku seorang pelacur yang baik. Mereka sangat baik dalam tugasnya.
Kau tak dapat membayangkan betapa banyak manfaat yang bisa dilakukan oleh perempuan ini. Pertama, aku dapat menyuruh mereka menggoda polisi Belanda. Apakah ada cara yang lebih baik agar seseorang melalaikan tugasnya selain dengan membuatnya terlibat dalam permainan cinta yang penuh nafsu? Bila aku memerlukan suatu informasi, aku sampaikan kepada anggota pasukanku itu, sambil menunjuk seorang polisi tak jauh dari situ, “Aku perlu rahasia apa saja yang bisa kau peroleh dari dia. Buka lebar-lebar kupingmu.”
Dan betul-betul dia memperolehnya. Polisi-polisi yang tolol ini tidak pernah mengetahui, dari mana datangnya informasi yang kami peroleh. Tak satupun laki-laki anggota partai yang terhormat dan sopan itu dapat mengerjakan tugas ini untukku!”
Pada masa perang, banyak negara sudah melibatkan perempuan dalam dunia intelijen, tentu tidak hanya sebagai agen intelijen tetapi juga sebagai analis. Perempuan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh kaum pria, kaum perempuan lebih tahan dalam kondisi kritis, selain itu kaum perempuan lebih baik dalam menyembunyikan senjata lebih baik (dalam bra), mampu menaklukkan hati kaum pria, tidak mudah dicurigai, dan mudah melakukan penyamaran. Di sisi lain kelemahan kaum perempuan adalah lebih gampang menggunakan perasaan daripada logika.
Saat ini CIA juga sudah banyak melibatkan perempuan dalam tugas intelijen, baik lapangan dan analis. Bangsa Indonesia juga sudah memberikan kesempatan kepada perempuan untuk terlibat dalam dunia intelijen. Sudah banyak perempuan sebagai siswi di Sekolah Tinggi Intelijen Negara yang lulusannya menjadi anggota BIN. Di kepolisian juga sudah banyak perempuan masuk dalam direktorat Intelijen dan Keamanan.
Dunia intelijen bukan hanya milik kaum pria, dunia intelijen juga bisa melibatkan perempuan, tidak semata hanya untuk menarik perhatian pria melalui kecantikannya tetapi terbukti kaum perempuan juga bisa menjadi pelaku intelijen dengan baik.
Contoh Kegagalan Penyamaran
Merujuk pada kasus pembunuhan Munir, dengan diprosesnya petinggi BIN di pengadilan secara tidak langsung menunjukkan bahwa kasus pembunuhan Munir melibatkan organisasi intelijen BIN. Kasus Munir masih diperdebatkan dan dianggap belum selesai oleh beberapa kalangan karena dianggap aktor utamanya belum terungkap.
Berkaitan dengan teknik penyamaran terutama pada penggunaan kedok (cover), banyak masyarakat menduga bahwa Pollycarpus sebagai Pilot Garuda hanyalah cover anggota BIN. Walaupun fakta Polycarpus benar-benar bekerja sebagai pilot senior, tetapi hasil penyelidikan dan fakta persidangan yang membuktikan bahwa Pollycarpus terlibat tidak bisa mematahkan anggapan masyarakat bahwa Pollycarpus adalah anggota BIN yang menyamar sebagai Pilot Garuda.
Operasi intelijen sering kali memang membawa konsekuensi yang sangat berat. Petugas intelijen diharapkan dapat menggunakan teknik-teknik klandestin dengan baik, terlatih, dan cermat supaya kegagalan-kegagalan operasi intelijen dapat dicegah.
Jayalah Indonesiaku, bangkitlah rakyatnya, bangkitlah pola pikirnya.
Untuk dapat memanfaatkan ilmu intelijen tentu pelaku intelijen harus memahami teknik-teknik dalam kegiatan intelijen atau. Dalam kegiatan rahasia (girah/klandestin), seorang agen intelijen bisa menggunakan berbagai teknik.
Teknik dalam kegiatan klandestin tersebut antara lain pengamatan dan penggambaran, penyamaran, penjejakan (surveillance), percakapan yang biasanya dilakukan dengan teknik elisitasi, dan penyurupan untuk memasuki area sasaran.
Penyamaran (penggunaan cover/kedok) dan percakapan klandestin merupakan beberapa hal yang sangat penting untuk dikuasai oleh petugas intelijen.
Makalah ini akan fokus pada teknik percakapan dan penggunaan cover (kedok) dalam penyamaran dalam hubungannya dengan dasar-dasar intelijen.
Percakapan Dalam Kegiatan Klandestin
Kegiatan rahasia atau sering dikenal dengan klandestin adalah prinsip kegiatan intelijen. Dalam klandestin diperlukan percakapan, tentu saja percakapan dalam kegiatan klandestin bukan seperti percakapan antar sahabat karib atau percakapan antara agen MLM dengan calon konsumen.
Percakapan dalam kegiatan klandestin diperlukan teknik-teknik khusus. Ada tiga jenis percakapan dalam kegiatan klandestin yaitu wawancara, elisitasi, dan interogasi.
Elisitasi
Elisitasi adalah teknik untuk memperoleh informasi melalui percakapan dengan sesorang dimana orang tersebut tidak sadar sedang digali informasi yang dimiliki. Dalam elisitasi, elisitor tidak mempunyai kontrol terhadap lawan bicara. Informasi yang diperoleh dalam percakapan elisitasi biasanya sepenggal-sepenggal.
Saat melakukan elisitasi, elisitor harus sabar, tidak menekan lawan biacara, elisitor juga harus bisa mengendalikan arah pembicaraan tanpa kelihatan agresif oleh lawan bicara. Elisitasi harus dilakukan dalam suasana terbuka, tanpa adanya ancaman sehingga informasi yang disampaikan bukan rekayasa.
Bagi orang yang akan melakukan kegiatan klandestin, sangat perlu memperlajari teknik elisitasi karena elisitasi adalah senjata utama bagi intelijen untuk memperoleh informasi, tanpa mengeluarkan senjata, tanpa mengintimidasi, tanpa menimbulkan korban. Elisitasi bisa dilakukan jika ada hubungan baik dan kepercayaan antara elisitor dengan lawan bicara.
Seseorang yang akan melakukan elisitasi dalam kegiatan intelijen mempunyai kriteria khusus. Kriteria tersebut adalah :
Cerdas, dan memiliki pengetahuan yang luas, agar dapat mengimbangi pembicaraan dengan sasaran.
Memiliki daya ingat yang kuat, karena dalam elisitasi tidak dimungkinkan untuk melakukan pencatatan, walaupun sudah ada alat bantu perekam suara yang praktis.
Pendengar yang baik, Mudah bergaul dan mampu menjaga hubungan yang baik dengan orang lain.
Tidak ceroboh, sabar dan mempunyai siasat.
Mempunyai ketrampilan berkomunikasi, luwes dan menguasai bahasa sasaran dengan baik.
Teknik-teknik elisitasi yang dapat dilakukan saat menggali informasi dalam kegiatan klandestin adalah sebagai berikut :
Membuka suasana persahabatan, dan membuka perbincangan dengan sesuatu yang umum dan ringan dengan suasana ramah.
Kendalikan dan jaga percakapan agar sasaran tetap tertarik dengan tema perbincangan tanpa merasa digiring ke topik tertentu.
Elisitor harus mampu menjadi pendengar yang baik dan tidak terkesan menggurui.
Tidak terburu waktu, harus sabar, tidak emosional.
Tanggapi perbincangan dengan cerdas, jangan terlihat tidak tahu karena akan membuat sasaran berubah sikap.
Amati bahasa tubuh, seperti reaksi menolak, marah, gelisah, tertekan atau tidak suka.
Elisitasi harus diakhiri dengan wajar, kadang informasi yang diterima hanya sepotong-sepotong tetapi informasi tersebut biasanya akurat. Untuk itu elisitasi perlu dilakukan berkali-kali supaya dapat menggabungkan informasi yang sepotong-sepotong tersebut.
Membuat laporan/catatan secepatnya agar tidak tertunda dan lupa.
Dalam kegiatan elisitasi perlu diwaspadai jika sasaran sudah curiga atau justru memberikan informasi yang menyesatkan. Elisitor perlu waspada hal-hal berikut ini terhadap sasaran saat kegiatan alisitasi :
Menolak untuk diajak berbicara, ketus atau mengalihkan untuk berbicara dengan orang lain.
Menghentikan percakapan secara tiba-tiba.
Reaktif dengan kembali bertanya detail tentang elisitor.
Mengalihkan jawaban atau memberikan jawaban yang sesat.
Percakapan dengan metode elisitasi memerlukan teknik untuk mengarahkan pembicaraan dengan sasaran yaitu :
Gunakan informasi awal yang merupakan suatu fakta sebagai pancingan, misal kabar di surat kabar atau peristiwa yang sudah terjadi dan diketahui orang.
Gunakan makanan / minuman ringan untuk menciptakan kepercayaan.
Berikan sanjungan dan pancingan seperti kata “Kelihatannya hanya Bapak yang mengerti tentang hal tersebut.”
Gunakan pendekatan negatif, misal mengatakan “tidak mungkin ada yang tahu tentang hal tersebut, hanya orang tertentu yang tahu”, sehingga memancing kesombongan sasaran untuk berbicara.
Contoh ilustrasi percakapan klandestin pada saat membuka percakapan :
Elisitor : Cuaca panas sekali ya Pak?
Sasaran : Iya mas
Elisitor : Sudah biasa ya Pak cuaca begini?
Sasaran : Ya kalau saya sudah biasa seperti ini.
Elisitor : Oh Bapak pasti sudah lama tinggal di sini, kelihatan Bapak sudah biasa dengan cuaca panas ini
Sasaran : Ya betul Mas, saya sudah 10 tahun lebih tinggal di sini
Elisitor : Berarti Bapak pasti sudah sangat hapal dengan lingkungan disini ?
Sasaran : Bisa dikatakan begitu.
Ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana seorang elisitor untuk membuka percakapan dengan menumbuhkan kebanggaan sasaran sebagai orang yang sudah mengetahui/tahan terhadap cuaca sekaligus memastikan bahwa sasaran adalah orang yang benar-benar tahu tentang lingkungan tersebut.
Kemampuan melakukan elisitasi bisa ditingkatkan jika elisitor rajin berlatih. Berlatih elisitasi bisa dilakukan di mana saja, dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara melatih teknik elisitasi misalnya pada saat naik taxi kita bisa belajar untuk mengorek latar belakang pribadi driver taxi tersebut. Lakukan terus menerus dalam kesempatan berbeda dan orang berbeda sehingga kita bisa terlatih untuk memperoleh informasi dengan cara elisitasi
Elisitasi adalah salah satu kunci petugas intelijen untuk memperoleh informasi dari sumber tertutup yang biasanya akurat. Berlatih dan terus berlatih elisitasi merupakan salah satu cara petugas intelijen untuk mengeliminasi kegagalan operasi.
Wawancara
Wawancara adalah teknik memperoleh informasi yang disadari oleh seseorang bahwa dirinya sedang digali informasinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi.
Tentu arti wawancara dalam kegiatan klandestin lebih spesifik untuk pengalian informasi secara terbuka (disadari oleh seseorang yang ditanya). Biasanya teknik wawancara dilakukan untuk melakukan investigasi terhadap latar belakang agen atau informan, bukan oposisi atau target.
Interogasi
Interogasi adalah suatu cara sistematik untuk mendapatkan informasi dengan seseorang dan orang yang diwawancarai dibawah kendali interogator. Interogator akan melakukan penekanan kepada orang yang diinterogasi sehingga orang tersebut akan memberikan informasi walaupun dalam keadaan terpaksa.
Orang yang diwawancarai akan dikendalikan penuh oleh interogator. Interogasi biasanya dilakukan kepada saksi, tahanan, atau orang yang sudah di bawah kendali interogator.
__________________
*Maaf artikel ini hanya ditujukan bagi sahabat-sahabat pemula di dunia intelijen. Kalau yang sudah senior lumayanlah buat bahan pelajaran kepada anak didik.