Beberapa waktu yang lalu terbetik berita bahwa ada dua warga Negara Indonesia yang dikabarkan telah teredikalisasi menjadi pendukung ISIS. Berita berawal dari majalah online, The Intercept dari AS yang membocorkan dokumen polisi Australia. Dokumen AFP (Australian Federal Police) tersebut dirilis di situs Intercept hari Rabu (8/7/2015). “Pada 16 Maret 2015, AFP menerima informasi bahwa dua orang pilot Indonesia, yang kemungkinan bekerja di AirAsia dan PremiAir, telah memosting di laman Facebook mereka pernyataan dukungan bagi ISIS,” demikian laporan AFP seperti dikutip The Intercept.
AFP menegaskan pada dokumen yang berjudul “Identifikasi Daftar Pilot Indonesia yang Berpandangan Ekstrim,” patut dicurgai sebagai ancaman serius. Dokumen didistribusikan ke aparat keamanan di Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Europol. Disebutkan juga dalam dokumen, “Pilot, crew udara dan yang lainnya dengan akses menuju dan di dalam lingkungan penerbangan bisa menjadi ancaman yang nyata jika mereka teradikalisasi.” AFP menyebutkan nama kedua pilot Indonesia itu, Ridwan Agustin dan Tommy Abu Alfatih.
The Intercept, menyatakan, kedua pilot itu “kemungkinan karyawan” maskapai penerbangan AirAsia dan Premiair. Dugaan kuat dari AFP, keduanya bergabung dengan ISIS setelah dilakukan pengamatan di akun Facebook mereka. Menurut AFP, Ridwan dipercaya telah membuat akun Facebook lainnya dengan nama berbeda, dan kota tinggalnya sekarang adalah Raqqa, Suriah.
Sementara pihak AirAsia mengatakan kepada CNN bahwa pilot Ridwan Agustin telah dipecat setelah Ia diduga melakukan kontak dengan ISIS. Presiden Direktur AirAsia, Sunu Widyatmoko, menegaskan bahwa Air Asia melakukan pemecatan setelah mengetahui Ridwan Agustin melakukan kontak dengan organisasi terduga ISIS. “Dulu dia pernah bekerja di AirAsia, tapi sekarang sudah enggak. Waktu dengan kami bekerja semuanya normal. Namun, dalam proses, ada indikasi kontak internet dengan jaringan ISIS, kami langsung proses dan pecat,” kata Sunu saat dihubungi CNN Indonesia.
Dari akun Facebooknya, Ridwan Agustin, eks pilot AirAsia tersebut, mengatakan lokasi terkininya pada pertengahan Maret 2015 di Raqqa, Suriah. Tak hanya itu, dia juga mengubah namanya menjadi Ridwan Ahmad Indonesiy dan mengungkapkan ketertarikannya untuk bergabung dalam peperangan di Kobani.
The Intercept melansir hasil investigasi AFP mendasarkan atas analisa isi akun Facebook mereka, dipercaya bahwa kedua orang ini telah dipengaruhi elemen-elemen radikal paling tidak secara online dan akibatnya, mungkin menimbulkan ancaman bagi keamanan,” kata. Ditambahkan, “Kedua pilot tampaknya dipengaruhi elemen ISIS termasuk propaganda online oleh unsur radikal Indonesia dan oleh milisi ISIS asal Indonesia yang ada di Suriah atau Irak.”
Sementara pilot lainnya yang disebut bernama Tommy Abu Alfatih, nama aslinya adalah Tommy Hendratmo. Terakhir dia bekerja sebagai pilot pada perusahaan Premiair. The Intercept menyatakan bahwa Tomi telah berhenti bekerja untuk perusahaan itu sejak 1 Juni. Hal tersebut sesuai dengan informasi di akun Facebook-nya, bawah dia pada 1 Juni meninggalkan pekerjaannya sebagai pilot di Premiair dan kini bekerja sebagai ‘driver’ di ‘Bumi Alloh Subhanahu Wata’ala.
Berdasarkan informasi yang diberikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal TNI AL), Kolonel Laut (P) M Zainudin, Tomi memang pernah menjadi anggota TNI AL dengan pangkat terakhir Kapten, tetapi dia telah keluar dari satuan TNI AL sejak 10 November 2010. Tommy merupakan alumnus Pendidikan Calon Perwira (Dikcapa) angkatan XXXI tahun 2002. “Intinya memang dia (Tomi) bekas personel TNI AL. Tapi, karena dia sudah pensiun maka bukan tanggung jawab TNI AL lagi,” kata Zainudin.
Selanjutnya pada 2010 setelah keluar dari TNI AL, Tommy bergabung dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Tahun 2011, dia berhenti dari Garuda Indonesia dan bekerja pada Akademi Penerbangan Internasional Bali sebagai instruktur penerbangan bersertifikasi.
Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menyatakan, hasil penyelidikan sementara menunjukkan bahwa dua pilot Indonesia tidak terlibat gerakan Negara Islam Irak Suriah (ISIS). Menurut Badrodin, keduanya hanya menyampaikan pernyataan yang mendukung ISIS pada akun Facebook masing-masing. “Dari hasil penyelidikan oleh Polri, memang belum terkait dengan jaringan, mungkin juga dalam akunnya mendukung ISIS,” kata Badrodin di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (9/7/2015).
Badrodin menegaskan seseorang yang mendukung ISIS bukan berarti anggota dari ISIS. Alhasil, pihak Kepolisian belum dapat menyeret mereka dalam ranah pidana. Polri terus melakukan pendalaman terkait informasi mengenai dua pilot yang diduga terlibat ISIS itu. Sejauh ini, Polri tidak bisa mengenakan sanksi kepada dua pilot tersebut karena aksi mereka dinilai belum masuk ranah pidana. “Mereka belum masuk ranah pidana, justru mereka satu dari Lion Air dan AirAsia, tetapi sudah dipindahkan,” kata Badrodin.
Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti mengatakan dua pilot Indonesia yang diduga bergabung dengan ISIS masih berada di Tanah Air. “Jadi itu orangnya sekarang ada di Bogor. Di Indonesia, engga kemana-mana,” katanya saat dihubungi, Kamis malam (9/7/2015). Tetapi Badrodin tidak memerinci lokasi tepatnya keberadaan baik Ridwan Ahmad Al Indonesiy alias Ridwan Agustin maupun Tommy Abu Alfatih alias Tomi Hendratno itu.
Apabila dibuka, benar bahwa akun Facebook Tomi Abu Alfatih (Hendratno), sejak pertengahan 2014 memasang berbagai status keprihatinan atas penderitaan umat Islam di seluruh dunia. Sejak Desember 2014, materi pro-ISIS mulai terlihat di akunnya. Sementara akun FB Ridwan sudah ditutup olehnya. Selain informasi terkaitnya dua pilot Indonesia tersebut dengan ISIS, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga kini juga masih menelusuri informasi adanya anggota Polri, Brigadir Syahputra yang bergabung dengan ISIS.
Meski demikian, kabar tersebut sementara ini dibenarkan oleh BNPT. Sampai saat ini belum jelas di mana keberadaan jasad polisi yang dikabarkan tewas dalam pertempuran di Suriah melawan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat itu BNPT belum bisa memastikan siapa atau kelompok mana yang memberangkatkan Brigadir Syahputra ke Suriah. Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Syahputra berangkat ke Malaysia setelah keluar dari Kepolisian, dan dianggap masih berada di Malaysia.
Arief menyatakan informasi dari lapangan menunjukkan Syahputra memutuskan untuk berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS setelah melihat sesuatu di dunia maya alias internet. “Setelah melihat info di dunia maya, dia langsung memutuskan bergabung (dengan ISIS). Informasi yang kami dapat masih sebatas itu,” ujar Irjen Pol Arief Dharmawan, Deputy Penindakan BNPT.
Ucapan Arief itu sinkron dengan dengan tulisan yang dimuat di azzammedia.net. Situs yang menyebut diri sebagai ‘divisi media Khilafah Islamiyah berbahasa Melayu’ itu menyebut hati Syahputra tergugah setelah “Menyaksikan video penindasan rezim Nushairiyyah di Suriah yang menyiksa dan memerkosa para muslimah.” “Saat itu pula ia menyaksikan (merasa) Daulah Islamiyyah sebagai satu-satunya kekuatan paling efektif dalam melawan dan membalas kekejaman Nushairiyyah pada kaum muslimin,” demikian dilansir situs tersebut. Di Suriah, Syahputra disebut membakar baju dinasnya dan mengganti namanya menjadi Abu Azzayn al Indunisiy.
Sampai akhirnya ia diklaim tewas dalam pertempuran di Al Tamr, wilayah Al Barakah, Suriah. Propaganda Perekrutan ISIS ISIS menyebarkan pengaruhnya melalui Video Prapaganda berupa materi pembelaan Umat Muslim di beberapa negara seperti Tiongkok, India, Palestina, Somalia, Jazirah Arab, Kaukasus, Suriah, Mesir, Irak, Afghanistan, Philipina, Iran, Pakistan, Tunisia, Libia, Ajazair, Maroko dan Indonesia Gerakan ISIS hingga kini masih disambut positif oleh beberapa kelompok militan seperti Hezb-e-Islami Afghanistan (HIA), Ansharut tauhid fii Bilaad al-Hind India, East Turkistan Islamic Movement (ETIM). Di Indonesia ISIS mendapat dukungan dari kelompok Tauhid Wal Jihad (TWJ), Pengikut ABB (JAT), MIT (Mujahidin Indonesia Timur), MIB, GARIS, Pok. Simpatisan lain akibat propaganda media, FAKSI (Forum Aktivis Syariat Islam dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sementara kelopok jihadis lain seperti JAS (Jamaah Ansharus Syariah ), MMI dan Ex. JI dll pendukung Al Qaeda. Media Propaganda ISIS yang sangat terkenal dominan yaitu Al-Furqan Institute dan Al Hayat Media Center, Dabiq dan The Islamic State (ebook). Media ini terus memancing jihadis diseluruh dunia untuk bergabung di medan tempur terutama di Irak dan Syria dengan memberikan motivasi berupa panggilan hijrah, Jihad / kombatan warga Khilafah (perempuan dan anak2), misi-misi kemanusiaa, pembelaan terhadap orang terdzolimi akibat peran, serta motif ekonomi.
Banyak diantara mereka yang dikatakan hijrah ke medan perang karena pengaruh ideologis, sementara motif ekonomi walau ada tetapi cenderung kurang kuat dasarnya. ISIS juga memiliki majalah dalam bahasa Inggris dan Perancis. Majalah-majalah itu kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia, yang lalu dipublikasikan ulang oleh berbagai media kelompok radikal lokal secara profesional.
Juru Bicara BNPT Irfan Idris mengatakan bahwa internet menjadi alat ampuh ISIS dalam menarik simpatisan dan menyebarkan ajarannya hingga ke pelosok-pelosok Indonesia. “Tak ada batas geografi sekarang. ISIS bisa menjangkau daerah untuk menarik para generasi muda tanpa kecuali,” katanya, Jumat (20/3).
Internet merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang efektif yang menghilangkan sekat antarnegara kini menjadi senjata andalan ISIS untuk merekrut anggota. Diketahui juga bahwa ISIS menggunakan internet sebagai medium utama untuk memasarkan paham mereka, misalnya dengan menyebarkan berbagai video yang merangsang dan menggugah hati seperti yang mungkin dialami Tommy, Riduan dan Brigadir Syahputra.
Dari hasil analisis intelijen, daya tarik konflik di Timur Tengah sebagai dorongan bagi kelompok ekstrimis lokal di fokuskan bahwa konflik di Suriah dan Irak tidak hanya konflik sektarian belaka, melainkan tlh berkembang menjadi isu penindasan kelompok Sunni oleh kelompok Syi’ah.
Para jihadin terinspirasi pesan terakhir dari Abdullah Azzam (pendiri ideologi jihad sebelum Al Qaeda) di Afghanistan pada saat terjadinya konflik Rusia-Afganistan, bahwa mereka akan membebaskan tanah Syam. Khusus di Indonesia, fatwa Abu Bakar Ba’asyir dan seruan Aman Abdurrahman dari Nusakambangan, bahwa jihad Suriah lebih utama dari ibadah Haji dan Umroh.
Sementara sebagian lainnya berkeyakinan bahwa perang ini adalah bagian dari perang akhir zaman di negara Syam. Analisis Informasi dari Polisi Federal Australia yang tersebar melalui majalan online the Intercept memang harus mendapat perhatian khusus. Penulis perkirakan kebocoran ini disengaja oleh intelijen Australia, agar banyak pihak, khususnya menjadi alert terhadap peluang atau potensi ancaman terbaru dari teroris. Hingga kini pejabat Australia enggan memberikan faktanya, karena mereka hanya menganalisis dan membuat kesimpulan dari penelusuran akun Facebook.
Dengan demikian maka memang betul bahwa intelijen Australia dan AS telah mengintercept baik FB, Google, WA, BBM seperti yang dibocorkan oleh Edward Snowden. Walaupun dikatakan oleh Kapolri kedua pilot masih di Indonesia dan hanya menjadi simpatisan, tetapi keahlian keduanya perlu mendapat perhatian tersendiri, khususnya oleh intelijen.
Menurut organisasi teror, simpatisan adalah bagian terluar dari organisasi, umumnya memberi dukungan dana, atau informasi, setelah itu mereka akan menjadi pendukung pasif atau aktif (support agent), mencari senjata, bahan bom, safe house, kemudian mereka anak naik derajat menjadi kader aktif yaitu penyerang yang melakukan serangan bom maupun serangan bersenjata.
Dalam kaitan keahlian khusus, pada peristiwa 911, para pilot pesawat berbadan besar itu direkrut menjadi kader aktif, dan mereka sukses meruntuhkan WTC serta meneror ketakutan AS dan dunia dengan korban jiwa lebih 3.000 jiwa. Pada bagian inti disitulah pimpinan teroris (handler agent). Dia yang mengatur serangan, berdasarkan arahan principle agent. Dari kasus keterpengaruhan ketiga orang diatas, nampak bahwa ISIS yang sekarang merubah nama menjadi Islamic State mempunyai kemampuan memengaruhi mereka khususnya yang beragama Islam untuk bergabung dengan motivasi utamanya ideologi. Walau para simpatisan tidak berangkat ke Irak ataupun Suriah, IS akan mengarahkan mereka membentuk homegrown terrorism di negara manapun. Khusus di Indonesia, kelompok radikal diperkirakan masih akan tetap ada dan akan berkembang dengan senyap, mereka bertujuan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi ISIS dengan penerapan syariat Islam.
Sudah masuknya unsur FTF (Foreign Terrorist Fighters), ke Indonesia, baik sebagai fasilitator, provokator, maupun pelatih menunjukkan keseriusan keompok teroris. Dari keterlibatan WNI khususnya kelompok remaja maupun anak-anak yang hijrah ke daerah konflik di Suriah dan Irak, mereka sekitar satu atau dua tahun mendatang dapat berpotensi sebagai ancaman yang serius, karena mereka akan lebih radikal dibanding orang tuanya. Mereka sudah berlatih bertempur dan melakukan teror, hingga aksi bunuh diri.
Oleh karena itu sekecil apapun informasi tentang terorisme yang diterima intelijen, BNPT serta Polri, sebaiknya tetap di dalami hingga benar-benar tuntas. Kasus penyerangan di Tolikara pada tanggal 17 Juli 2015 saat sholat Ied sementara disimpulkan oleh Kapolri adanya miskomunikasi, dan tidak ditindaklanjutinya perkembangan informasi. Semoga ulasan ini bermanfaat, dan menambah wawasan kita bersama.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net